Di Indonesia ada beberapa model pendidikan, tetapi secara garis besar, pendidikan dinaungi oleh dua kementerian yakni Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Kedua kementerian ini menjalankan amanah undang-undang yang terdapat dalam pembukaan undang undang dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak ada perbedaan antara kedua lembaga ini dalam menjalankan tugas sebagai media untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Dalam tulisan ini penulis akan fokus kepada lembaga pendidikan yang dibina oleh kementerian agama khususnya pendidikan madrasah. Pendidikan madrasah di era sekarang sudah sangat maju jika dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Di awal orde baru pendidikan madrasah mengalami marginalisasi di dunia pendidikan, karena perhatian pemerintah tidak memihak kepada lembaga pendidikan agama.
Namun dalam perjalanannya sedikit demi sedikit political will dari pemerintah terhadap lembaga pendidikan agama khususnya madrasah mengalami peningkatan dengan lahirnya SKB tiga menteri, yang berisi pengakuan terhadap lembaga pendidikan madrasah. Kementerian agama pada masa kepemimpinan Pak Munawir Sjadzali, madrasah semakin mendapatkan perhatian dari Pemerintah dengan diluncurkannya madrasah aliyah keagamaan. Ini adalah terobosan yang sangat besar karena masa itu alumni alumni madrasah sangat minim dalam penguasaan terhadap ilmu ilmu keagamaan, sehingga timbul pemikiran Pak Munawir untuk membuat pilok projek keberadaan madrasah program khusus, sekalipun masih terbatas pendiriannya. Namun sangat dirasakan kemanfaatannya lewat alumni alumninya yang menguasai kajian kajian keagamaan klasik dan modern serta penguasaannya terhadap bahasa asing yakni bahasa inggris.
Salah satu terobosan yang maju pada zaman Pak Munawir adalah peningkatan kualitas mahasiswa dan dosen IAIN untuk belajar ke barat, yang selama ini lebih banyak belajar ke timur tengah. Dan itu punya sisi positif karena ada keseimbangan ilmu ilmu yang dipelajari di timur tengah dan ilmu ilmu yang dipelajari di barat khususnya metodologi keilmuan. Sehingga eksistensi lembaga pendidikan Islam tidak kalah bersaing dengan lembaga pendidikan umum. Dan ini akan berdampak positif terhadap alumni alumni lembaga pendidikan agama yang akan melanjutkan atau menyebarkan keilmuannya di madrasah. Disitulah awal peningkatan kualitas madrasah melalui peningkatan peningkatan kualitas tenaga pendidik.
Berawal dari terobosan tersebut diatas madrasah semakin punya sumbangsih dalam peningkatan pencerdasan generasi generasi bangsa sebagaimana yang menjadi amanat undang undang. Madrasah sudah disejajarkan dengan sekolah umum, tidak ada lagi perbedaan yang signifikan dengan sekolah umum sebagaimana tahun tahun sebelumnya khususnya dalam hal kebijakan dari pemerintah. Namun operasional kurikulum tetap ada perbedaan khususnya dalam pengajaran pendidikan agama. Madrasah disimbolkan sebagai sekolah umum yang berciri khas agama islam. Disamping pelajaran umum, madrasah juga diajarkan pelajaran agama dalam berbagai aspeknya seperti quran hadis, fiqf, sejarah islam dan bahasa arab, disini letak keunggulan madrasah jika dibandingkan dengan sekolah umum. Kalau penerapan kurikulum di madrasah betul betul diterapkan, itu akan menghasilkan generasi generasi yang handal. Ada keseimbangan antara ilmu ilmu eksakta dan ilmu ilmu keagamaan yang tentu saja akan melahirkan generasi yang dalam istilah AlQuran sebagai ulul albab.
Penerapan kurikulum di madrasah dibutuhkan suatu manajemen yang holistik. Banyak aspek yang harus menjadi perhatian oleh pengelola madrasah, bukan hanya kurikulum too saja, karena ahli pendidikan mengatakan bagaimana bagusnya atau sempurnanya kurikulum tapi diampuh oleh guru yang tidak kompetens itu tidak akan menghasilkan pembelajaran yang berhasil, sebaliknya bagaimanapun sederhananya suatu kurikulum tapi ada ditangan guru yang kompeten itu akan menghasilkan pembelajaran yang berhasil. Itu baru satu sisi dan banyak lagi aspek aspek yang lain dalam memajukan suatu madrasah.
Para pengambil kebijakan atau pengelola lembaga pendidikan islam perlu kembali lagi untuk melihat awal berdirinya madrasah atau lembaga pendidikan islam sebagai acuan dalam memenej madrasah kedepan. Secara historis madrasah itu adalah anak kandung dari pesantren. Artinya bahwa nilai nilai kepesantrenan haruslah di elaborasi dalam lembaga madrasah. Karena itulah merupakah ruh dari madrasah. Madrasah yang terlepas dari nilai nilai pesantren bagaikan tubuh manusia tanpa jiwa. Jadi manajemen suatu pesantren bagaimanapun modernnya tapi terlepas dari nilai nilai luhur dari pesantren tidak ubahnya seperti pendidikan umum biasa. Bagaimana kita mempesantrenkan suatu madrasah, itulah madrasah yang sesungguhnya.
Nilai nilai pesantren yang harus dielaborasi kedalam madrasah yang merupakan persyaratan suatu pesantren, adalah adanya pigur sentral suatu pesantren atau Kyai, kemudian berikutnya adalah santri, asrama, pengajian dan mesjid. Itulah simbol simbol atau nilai kepesantrenan yang harus diterapkan kedalam madrasah. Simbol simbol pesantren inilah seharusnya mewarnai madrasah, sehingga madrasah itu punya nilai tambah yang menjadi kelebihan dari suatu madrasah.
Yang pertama adalah Kyai, dalam suatu madrasah profil kyai itu sangat penting, kyai disini dalam pengertian simbol. Artinya bahwa guru di madrasah seharusnya menampilkan diri sebagai seorang kyai dalam pengertian punya nilai kharismatik dan punya keteledanan. Keteladanan sangat urgen dalam dunia pendidikan khususnya di madrasah. Santri santri madrasah tentu akan berkiblat keatas dalam hal ini para guru guru, kita masyarakat timur ini masih sangat mengedepankan simbol paternalistik, artinya bahwa masyarakat itu akan banyak memandang para pemimpinnya, kalau pemimpinnya bagus, jujur, tentu masyarakat akan ikut menjadi baik. Tetapi kalau pemimpinnya bermasalah, tidak bermoral, tentu akan punya pengaruh terhadap masyarakatnya. Itulah yang dimaksud masyarakat yang paternalistik.
Yang kedua adalah adanya pengajian, pengajian dalam konteks madrasah adalah bagaimana menciptakan lingkungan keilmuan dalam lingkup madrasah. Kajian kajian keilmuan adalah keniscayaan dalam suatu lembaga pendidikan islam termasuk madrasah. Inilah yang kurang mendapat perhatian yang serius dari para petinggi madrasah. Wawasan keilmuan para santri sebagai penuntut ilmu adalah sesuatu yang urgent untuk diberikan fasilitas atau kelompok kelompok kajian keilmuan di madrasah. Para santri harusnya dibiasakan dengan mengkaji tema tema penting keagamaan apakah dari aspek, keimanan atau aspek tauhid, syariat atau aspek fiqhiyah, tasauf atau aspek mistisisme maupun wawasan keagamaan secara luas, sehingga madrasah bisa melahirkan alumni alumni yang tidak kaku dalam keilmuan keislaman.
Yang ketiga adalah adanya mesjid, mesjid sebagai simbol spritual dalam suatu madrasah, eksistensi mesjid dalam konteks madrasah punya peranan yang sangat penting sebagai amunisi moral bagi seorang santri madrasah. Ini sangat terkait dengan aspek keilmuan. Wawasan keilmuan seorang santri haruslah dilandasi aspek spritual yang disimbolkan dengan mesjid. Itulah sebabnya ketika Nabi dan para sahabatnya ketika berhijrah ke medinah langkah pertama yang harus dibangun oleh Nabi adalah membangun mesjid sebagai tempat untuk membangun spritual para sahabat. Disamping menggalakkan dialog dialog keagamaan dengan para sahabatnya dalam rangka membangun keilmuan dengan lewat halaqah halaqah keilmuan yang sering dilakukan oleh Nabi.
Setidaknya itulah tiga warisan pesantren yang harus diwujudkan dalam suatu madrasah, sehingga madrasah dapat melahirkan alumni alumni yang mempunyai akhlak yang baik sebagai buah dari keteledanan, menggalakkan kajian kajian keagamaan dan mengisi nilai nilai spritual para santri madrasah lewat simbol mesjid, dengan menerapkan ketiga term yang merupakan warisan pesantren akan melahirkan madrasah madrasah yang hebat dan bermartabat sebagai simbol madrasah hari ini.
(Bumi Pambusuang, 9 Maret 2023)