Evaluasi pemberdayaan diri terkait fungsi dan manfaat shalat yang kita kerjakan itu penting. Sasarannya jelas sebagaimana yang ditekankan Tuhan dalam QS. Al-Ankabut: 45.
Diantara bukti belum berefektifitasnya nilai shalat, adalah ketika kita kehilangan prinsip-prinsip Tuma'ninah dalam mengolah seribu satu macam persoalan di kehidupan sosial.
Tak jarang diantara kita yang justru dengan mudah terjebak dalam arus prasangka negatif atau mungkin ikut-ikutan mengklaim sesuatu tanpa secara pelan-pelan melakukan Tabayyun (analisis yang obyektif).
Belum lagi, dengan tidak adanya motivasi kehati-hatian dalam mempertimbangkan apa yang kemudian menjadi pola sikap atau perilaku sosial kemanusiaan, padahal konsekuensi baik-buruknya selalu menggandeng pertanggung-jawaban vertikal maupun horizontal, maka bukankah ini pertanda gagalnya kita menjabarkan makna-makna Tuma'ninah sebagai salah satu rukun penting dalam prosesi shalat ?
Fakta-fakta ketidak-seimbangan didalam beragama seperti itu meski mungkin selalu terjadi di kehidupan manusia, namun hanya akan bisa diminimalisir ketika kita memahami bahwa orientasi shalat yang dikerjakan sesungguhnya lebih dari sekedar kewajiban ritual.
Dengan begitu, muatan filosofinya adalah selagi kenyataan diri kita masih belum terhindarkan dari hal-hal keji dan ragam kemungkaran (di semua skala dan jenisnya) maka kewajiban shalat yang bahkan rutin sekalipun kita kerjakan, penting "dipertanyakan" subtansinya.
Ushini waiyyakum bitaqwallah, Wallahu a'lam bisshawab.
