Perjalanan itu adalah tempat belajar yang berharga, ungkapan ini sering disampaikan oleh Almarhum KH Muchtar Adam, Pimpinan Pondok Pesantren Babussalam Dago Bandung. "Assafaru madrasatun Kabir". Perjalanan Nabi dalam isra dan mi'raj adalah perjalanan yang sangat berharga, banyak peristiwa penting yang dapat dipetik dalam perjalanan Nabi tersebut. Di antaranya Nabi dapat bersilaturrahim dengan Nabi-nabi sebelumnya, banyak berkonsultasi tentang peristiwa-petistiwa masa lalu. Perjalanan menuju langit ketujuh sampai ke sidratul muntaha. Dan berhasil membawa misi dari Tuhan berupa perintah shalat lima waktu. Betapa banyaknya hikmah-hikmah yang dapat dipetik dari perjalanan isra mi'raj Nabi Muhammad saw.
Kita harus banyak belajar dari peristiwa Nabi tersebut, setiap kita dalam melakukan perjalanan, kita berusaha untuk memberikan makna dalam perjalanan tersebut. Memang Nabi melakukan perjalanan tersebut, tidak terlepas dari intervensi Tuhan, itu bagian dari skenario Tuhan. Sebelum melakukan perjalanan isra mi'raj, Nabi mengalami peristiwa duka cita, yakni istri dan pamannya lebih duluan menghadap kepada Tuhannya, sehingga tahun itu disebut dalam sejarah Islam sebagai, tahun duka cita atau ammul hazni.
Nabi pada waktu itu sangat merasa kehilangan, dua orang yang sangat berjasa dalam perjalanan hidup Nabi, merekalah yang menjaga Nabi selama ini, dari berbagai serangan kafir quraisy. Betapa terpukulnya Nabi, dengan kehilangan kedua pahlawan bagi Nabi. Nabi hampir putus asa sehingga Tuhan langsung turun tangan untuk mengajak Nabi melakukan perjalanan. Nabi diperjalankan oleh Tuhan, yang didampingi oleh Malaikat Jibril, sepanjang perjalanan Nabi banyak berdialog dengan Jibril yang merupakan juru bicara Tuhan, Nabi lebih banyak mengajukan pertanyaan sepanjang perjalanan dari mesjid haram ke mesjid Aqsa.
Perjalanan Nabi adalah perjalanan yang mengasikkan, penuh kenikmatan, Nabi banyak melakukan perenungan-perenungan tentang kebesaran Tuhan, betul-betul suatu perjalanan yang penuh keberkahan. Tuhan banyak memperlihatkan kekuasaannya, dan itu bentuk pembelajaran kepada Nabinya, karena itu adalah modal utama dalam menjalankan misi kenabiannya ke depan. Interaksi Nabi dengan para Nabi-nabi sebelumnya adalah hubungan sosial atau interaksi sosial yang sangat penting, dan itu menjadi dasar dalam masyarakat Madinah setelah berhijrah ke sana.
Begitupun dengan komunikasi Nabi dengan Tuhannya sewaktu berada di Sidratul Muntaha, adalah bentuk pencerdasan spiritual Nabi, dan sangat penting untuk pembinaan umat ke depan. Dua modal utama yang didapatkan dalam perjalanan misi kemanusiaan dan misi keilahian. Di sinilah kunci utama Nabi dalam membangun misi peradaban, setelah berhijrah ke Madinah. Itulah sebabnya Nabi, yang pertama sekali dibangun setelah sampai di Madinah adalah membangun mesjid, yaitu mesjid Kuba., ini sebagai pertanda bahwa Nabi akan meletakkan dasar nilai-nilai spritual kepada umatnya yaitu masyarakat Madinah.
Di samping itu Nabi juga berusaha untuk mempersaudarakan atau melakukan proyek muakhka antara masyarakat Makkah atau Muhajirin atau masyarakat Madinah atau Ansor. Proyek persaudaraan ini, adalah proyek besar yang menjadi agenda Nabi, yang intinya tidak ada perbedaan dari hirarki kemanusiaan antara orang muhajir dengan orang Anshar, Nabi memandang sama dari sisi kemanusiaan, begitupun dalam beribadah kepada Tuhan, Nabi tidak membedakan antara golongan tersebut, semuanya berhak untuk beribadah Tuhan, tanpa memberikan prioritas diantara kedua golongan tersebut.
Betapa bermakna seluruh perjalanan Nabi, sejak dari memulai dakwahnya sejak periode Makkah yang berlangsung selama tiga belas tahun hingga periode Madinah yang berlangsung selama sepuluh tahun. Selama di Makkah Nabi meletakkan. pondasi keberagamaan yaitu sisi tauhid atau sisi keimanan. Sekalipun secara kuantitas pengikut tidak signifikan tapi Nabi berhasil memberikan pondasi terhadap kader-kader sahabat angkatan pertama. Didikan Nabi diperiode Makkah, sangat berhasil meletakkan pondasi-pondasi keimanan terhadap para sahabat, dan ini langka awal dari keberhasilan dalam melakukan visi dari ajaran yang diembannya.
Periode Makkah dan periode Madinah itu sangat terkait, periode Madinah adalah kelanjutan dari periode Makkah, periode Madinah yang orientasinya adalah pengembangan nilai-nilai sosial atau kemasyarakatan dari ajaran Islam. Nabi dan para sahabat berhasil mengembangkan nilai-nilai tauhid dalam aplikasi sosial. Dalam bahasa teologis di periode Makkah berhasil meramu tauhid dalam bentuk tauhid eskatologis, sedangkan di periode Madinah mengembangkan tauhid sosial, sebagaimana yang pernah dikupas Prof. Amin Rais dalam salah satu bukunya di tahun 80an yakni tauhid sosial.
Jadi ajaran-ajaran Nabi itu banyak berangkat dari perjalanan-perjalanan Nabi atau diaspora Nabi, misalnya di awal-awal pengembangan ajaran agama, Nabi banyak melakukan perjalanan ke gua hira untuk bertahannus atau berkhalwat demi untuk mencari ketenangan, sebagai bekal untuk pengembangan misi yang akan diemban ke depan. Inilah awal dari pengembangan atau pondasi dalam pengembangan ajaran agama. Dan Nabi tidak pernah berhenti melakukan gerakan-gerakan dalam dinamisasi mengawal misi utamanya yaitu memberikan pemahaman kepada umatnya bagaimana memaknai kehidupan dunia ini.
Kita belajar banyak dari seluruh pergerakan-pergerakan Nabi, yang jika dipelajari dengan baik yaitu sejarah perjuangan atau perjalanan Nabi, sejak dari Makkah sampai ke Madinah tentu akan banyak pelajaran-pelajaran yang bermakna, yang bisa kita adopsi untuk pengembangan lebih jauh gerakan-gerakan keumatan ke depan. Dinamisasi pemahaman keislaman seiring semakin majunya dunia keilmuan pada zaman ini perlu terus diberikan suntikan-suntikan untuk meraih kembali keilmuan keislaman seperti pada abad-abad pertengahan.
(Bumi Pambusuang, 26 Februari 2025)