Iman Itu Naluri Bawaan

Oleh : Ilham Sopu

Beriman itu bakat atau naluri bawaan. Karena sebelum kita dilahirkan ke dunia, kita sesungguhnya telah mengadakan semacam "perjanjian" dengan Tuhan di alam ruhani, atau biasa disebut perjanjian primordial. Isi perjanjian itu adalah bahwa kita akan menyembah Allah sebagai Tuhan kita (Q.7:172).  Bakat itu kemudian dibawa ke alam dunia selama kita hidup, dan di situlah akan teruji apakah kita akan mengembangkan bakat tersebut atau menyimpang darinya.

Dalam Al Qur'an disebutkan, "wa maa khalaqtul Jinna wal insa Illa liya' budun", Kalau diterjemahkan secara bebas, ayat ini memuat pesan bahwa jin dan manusia itu diciptakan dengan naluri atau bakat bawaan untuk menyembah kepada Allah. Kemudian Tuhan menurunkan agama untuk mendampingi  manusia, supaya tidak salah dalam mengembangkan menyembahnya itu. Tanpa agama, besar kemungkinan manusia akan salah dalam melakukan penyembahan kepada Tuhan. Itulah sebabnya manusia terjerumus dalam kesyirikan seperti yang dilakukan para kafir quraisy pada zaman Nabi.

Perkembangan bakat agar tetap berada dalam rel yang benar, maka kita perlu selalu mengingat jati diri dihadapan Allah, itulah yang disebut zikir. Dan zikir ini merupakan aktifitas spritual sebenarnya adalah proses membangkitkan memori kita pada sebuah momen ketika Allah meniupkan ruh-Nya kepada kita. Oleh sebab itu, semua manusia memiliki unsur keilahian atau kita ini adalah ruhullah. Eksis dalam berzikir kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah.

Di sinilah dasar atau pijakan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia, karena punya potensi keilahian dalam dirinya. Dengan banyak melakukan dialog dengan diri atau berdialog dengan nurani akan semakin dekat diri kita kepada Tuhan, itulah sebabnya ada ungkapan yang mengatakan "man arafa napsahu faqad arafa rabbahu", ungkapan ini sangatlah tepat dengan proses kejadian manusia, yang  punya sifat keilahian dalam dirinya. Pengetahuan tentang diri, adalah jalan atau langka dalam pendakian menuju Tuhan, tanpa pengetahuan yang benar tentang diri, kita akan kesulitan dalam pengenalan terhadap Tuhan.

Nabi dalam salah satu sabdanya mengatakan "innallaha khalaqa adama ala suratihi". bahwa sesungguhnya Allah menciptakan Adam menurut gambarnya Tuhan, artinya unsur-unsur keilahian ada dalam diri manusia. Manusia punya nurani, yang berasal dari kata "nuraniyyun", artinya yang bersifat cahaya, karena merupakan modal pertama dari Allah untuk menerangi sikap kita. Banyak hadis yang menggambarkan bahwa kalau kita ingin tahu mana yang baik dan benar, maka kita harus bertanya kepada hati nurani.

Dalam salah satu sabdanya Nabi mengatakan, Mintalah fatwa pada dirimu, mintalah fatwa pada hatimu. Wahai Wabishah (bin Ma'bad al-Aswadi). (Nabi mengulanginya) tiga kali, Kebaikan adalah sesuatu yang membuat jiwa tenang dan membuat hati tenang. Dosa adalah sesuatu yang (terasa) tidak karuan dalam jiwa dan (terasa) bimbang dalam dada" (HR Ahmad). Dan nurani ini sebagai salah satu alat ukur dalam menentukan suatu kebaikan atau kebenaran.

Modal yang sangat berharga yang diturunkan Allah untuk manusia yaitu ruh Tuhan yang ada dalam diri manusia dan dibantu agama yang juga diturunkan oleh Tuhan dalam rangka untuk menjaga manusia agar terasa dekat kepada Tuhan. Kedua modal ini merupakan fitrah untuk manusia. Fitrah itu adalah jati diri manusia, ruhani dan agama adalah jati diri manusia. Kalau ruhani dikenal dengan fitrah majbulah sedangkan agama adalah fitrah munazzalah. Dan agama ini juga adalah ukuran dalam mengenal kebaikan atau kebenaran.

Manusia yang selalu memanfaatkan kedua modal yang berasal dari Tuhan ini, akan selalu berada di rel kebenaran dan kebaikan, manusia yang selalu berada di jalan kesucian sebagaimana yang menjadi asal kejadiannya. Dan di sinilah letak kemuliaan manusia sebagaimana disinggung dalam Al-Qur'an. Bahwa sungguh dimuliakan anak-anak Adam, di ayat yang lain Allah juga mengatakan, bahwa sungguh kami menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik.

Untuk menjadi makhluk yang terbaik di hadapan Tuhan, adalah dengan jalan kembali ke jati diri manusia, berupa nurani atau ruhani dan agama yang juga merupakan berasal dari Tuhan. Dan ketika manusia tidak peduli dengan kedua fasilitas Tuhan tersebut, maka mereka akan terjatuh ke tempat yang rendah atau dalam bahasa Al-Qur'an "asfala safilin".

(Bumi Pambusuang, 18 Februari 2025)


Opini LAINNYA

Benarkah Kita Menang di Hari yang Fitri?

Manisnya Iman

Ihtisaban

Ramadhan Sebagai Bulan Membaca

Generasi dan Ancaman Masa Depan Peradaban

Menahan atau Melampiaskan Amarah?

Puasa Yang Mencerdaskan

Ramadhan, Negeri yang Puasa

Investasi Kenikmatan