Iman Itu Karakter

Oleh : Ilham Sopu

Seluruh ajaran agama akan melahirkan karakter. Ajaran yang paling mendasar dalam agama yaitu keimanan akan melahirkan karakter. Ajaran teologi Islam yang diajarkan oleh para teolog itu sangat rumit dan sulit dipahami secara sempurna. Dan di situlah sering muncul perdebatan-perdebatan di antara mereka, dan melahirkan kader-kader yang sama, dan perdebatan di antara mereka tidak pernah berhenti. Ajaran teologi yang diwariskan para ulama-ulama terdahulu itu rumit dan berat, sehingga banyak menimbulkan perdebatan yang tiada henti. Bahkan Buya Syafii Maarif pernah mengkritisi teologi tersebut, Buya menginginkan untuk merumuskan teologi yang praktis dan lebih mudah dipahami.

Para ulama atau cendekiawan kontemporer saat ini, tidak terlalu tertarik untuk mengupas teologi yang rumit seperti yang menjadi kajian ulama terdahulu. Mereka lebih tertarik mengupas teologi secara praktis, dengan pendekatan sosiologis dan psikologi, seperti kalau kita membaca tulisan-tulisan Prof Komar, Kang Jalal, Nadirsyah Hosen, Ulil Abshar Abdalla, Buya Syakur, Kyai Husein Muhammad Fahruddin Faiz, Buya Syafii, dan sederet cendekiawan muslim, yang banyak menulis tentang wawasan keislaman kontemporer. Membaca tulisan-tulisan mereka, terasa lebih ringan ketika mengupas tentang teologi tetapi dicoba diramu melalui bahasa yang ringan sekalipun temanya berat.

Begitupun dengan Cak Nur dalam bukunya yang terkenal, yaitu pintu-pintu menuju Tuhan, buku kumpulan tulisan Cak Nur yang cukup singkat namun muatan-muatan isinya cukup dalam. Ketika mengupas tentang iman, Cak Nur betul-betul mengupas secara hirarkis tentang iman, mulai dari bahwa iman, tidak cukup hanya "percaya", Iman yang dinamis, Iman dan ilmu, iman dan sikap terbuka, iman dan tutur kata yang baik, iman dan harapan, iman dan rasa aman. itu sederet tema-tema bahasan Cak Nur, dan dikupas secara ringan dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis, dan diberikan interpretasi secara singkat, dengan makna yang dalam tapi mudah dipahami, inilah buku Cak Nur yang mudah dipahami karena diolah dengan bahasa yang ringan.

Cak Nur mengupas keimanan dengan pendekatan sosiologis, tidak dengan pendekatan teologi yang rumit dan berat. Bahwa beriman secara benar akan  menghasilkan karakter yang baik. Seperti dalam hadits-hadits Nabi yang membahas tentang iman tapi diakhir hadis ditutup dengan sesuatu yang menjadi inti dari keimanan. Ada bunyi hadis Nabi yang mengatakan bahwa "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata benar atau diam", implementasi dari iman itu menurut hadis ini adalah selalu berkata baik atau diam, itulah kata kunci iman, yaitu selalu dalam karakter perkataan yang baik. kalaupun tidak mampu berkata baik, hendaklah diam, itu juga bagian dari yang baik.

Dalam hadis yang lain dikatakan "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menghormati tamunya", jadi beriman itu memuliakan tamu, atau tanda keberimanan seseorang adalah orang yang menghargai tamunya. Seperti itulah iman akan melahirkan karakter yang mulia. Iman yang tidak melahirkan karakter yang baik itu adalah iman yang tidak berfungsi, iman yang stagnan, iman yang hanya bersifat teologis saja, atau dalam bahasa agamanya adalah iman yang "yankus", iman yang melemah. Sedangkan iman yang membentuk karakter yang baik adalah iman yang "yazid", iman yang kuat.

Puasa akan melahirkan orang-orang yang berkarakter, dalam ayat Al-Qur'an dikatakan "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang bertaqwa".(Q.2:183). Orang-orang yang beriman ketika berpuasa akan menghasilkan karakter orang yang bertaqwa. Dan taqwa ini puncak prestasi dalam beribadah, semua ibadah dalam agama finisingnya adalah kataqwaan, . Ayat puasa sangat jelas menggambarkannya. 

Lalu bagaimana karakter taqwa itu, kalau kita merujuk ke Al-Qur'an banyak ayat menyinggung tentang karakter orang bertaqwa di antaranya adalah ayat "Orang-orang yang berinfak baik waktu lapang atau sempit, yang mampu menahan amarah, dan memaafkan kesalahan orang lain".(Q.3 :134). Jadi keberimanan seseorang akan menghasilkan karakter orang yang bertaqwa, yaitu yang mampu berinfak baik dalam keadaan lapang dan sempit, tidak ada perbedaan antara lapang dan sempit, dan seperti itulah orang yang bertaqwa, yang fondasinya adalah keimanan. Begitupun dengan dengan menahan amarah, itu adalah prestasi keimanan, dan menghasilkan karakter ketaqwaan. Dalam bahasa kontemporernya, menahan amarah adalah kecerdasan emosional, Banyak orang yang cerdas secara intelektual, tapi dia gagal dalam memanage kecerdasan emosionalnya. Karakter orang berpuasa adalah mereka yang mampu menahan amarahnya, yaitu cerdas secara emosional.

Dan yang terakhir karakter orang beriman adalah orang yang mampu memaafkan orang lain, memaafkan adalah suatu prestasi dalam ibadah. Beriman itu mesti menghasilkan karakter yang mudah memaafkan kesalahan orang lain. Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai paparan di atas, bahwa keberimanan itu akan menghasilkan karakter yang baik, iman yang tidak menghadilakan suatu karakter adalah iman yang bermasalah, iman yang bernuansa teologis, yang tidak punya dampak terhadap pembentukan vibrasi kemanusiaan.

(Bumi Pambusuang, 1 Maret 2025)


Opini LAINNYA

Investasi Kenikmatan

Iman Itu Karakter

Spritualitas Puasa

Retret Kepala Daerah

Memaknai Diaspora Nabi

Muazin Bangsa dari Makkah Darat

Kullu Man Alaiha Faan