Dari Ahsanu Takwim Ke Asfala Safilin || Oleh : Ilham Sopu 

Dari Ahsanu Takwim Ke Asfala Safilin || Oleh : Ilham Sopu 

Judul di atas adalah kutipan dari Al-Qur'an surah al-Thin. Surah ini sangat menarik untuk dikaji, tema sentral yang menjadi pokok dari pembahasan surah ini adalah uraian tentang manusia dari aspek kesempurnaan penciptaan dan jati dirinya serta sebab-sebab kejatuhannya. Tuhan sudah memberikan potensi kepada manusia berupa potensi kebaikan dan potensi keburukan, dan memang manusia terdiri dari aspek fisik yang terbuat dari tanah dan ada aspek psikis atau ruh Tuhan yang ditiupkan kepada manusia.

Kang Jalal panggilan akrab, almarhum KH Jalaluddin Rakhmat, dalam salah satu bukunya mengatakan bahwa manusia itu ibarat "radio dua band", yang mampu menangkap gelombang panjang dan juga gelombang pendek. Ia tidak hanya mampu menangkap hukum-hukum alam di balik gejala-gejala fisik yang diamatinya, tetapi Ia juga mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam yang lebih luas lagi.

Sebelum Al-Qur'an mengupas potensi manusia dalam surah ini, terlebih dahulu Tuhan bersumpah, demi thin, zaitun, turisinin, dan hadza al balad al amin, dalam kajian ulumul QS Qur'an, ketikan Tuhan bersumpah, pasti ada hal penting yang disinggung oleh Al-Qur'an. Berkali-kali Tuhan dalam Al-Qur'an menggunakan kata-kata sumpah, diantaranya dengan menggunakan huruf wawu, ketika menyinggung tentang pentingnya memanfaatkan waktu, dan Tuhan bersumpah dengan waktu, setelah sumpah tersebut, Tuhan langsung memberikan solusi tentang momen dalam memanfaatkan waktu dengan baik, yaitu dengan meneguhkan iman, menterjemahkan iman dalam bentuk amal-amal saleh, membiasakan diri untuk berwasiat yang baik kepada sesama manusia dan bersabar dalam menjalankan perintah dan larangan agama. 

Dalam surah Al Thin ini, Tuhan langsung bersumpah dengan beberapa obyek sumpah yakni thin, zaitun,turisinin, dan balad al Amin. Para pakar tafsir memberikan penjelasan dari obyek sumpah Tuhan ini, bahwa ayat pertama berkaitan dengan Nabi Musa as, ayat kedua berkaitan dengan Nabi Isa AS, dan ayat ketiga berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW. Ketiga Nabi ini adalah pewaris dari ajaran-ajaran yang diturunkan oleh Ibrahim as, dan ketiganya adalah keturunan Nabi Ibrahim AS. Dalam ajaran Islam yang di bawa oleh Muhammad banyak simbol-simbol  agama yang merupakan peninggalan dari Nabi Ibrahim AS, seperti dalam ritus-ritus ibadah haji hampir semua diakomodir dari ajaran Nabi Ibrahim as,makanya dalam shalat sebagai ajaran yang penting dalam Islam,  Ibrahim disebut berdampingan dengan Muhammad saw dalam bacaan tahiyat.

Dalam pandangan Prof Quraish Shihab, dengan bersumpah menyebut tempat-tempat memancarnya cahaya Tuhan yang benderang, ayat-ayat di atas seakan-akan menyampaikan pesan bahwa manusia yang diciptakan Allah swt, dalam bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya akan bertahan dalam keadaan seperti itu, selama mereka mengikuti petunjuk-petunjuk yang disampaikan kepada para Nabi tersebut di tempat-tempat suci itu. Ada keterkaitan antara sumpah Tuhan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk yang terbaik dari seluruh ciptaan Tuhan. Dengan mencoba memahami sumpah-sumpah tersebut sebagai simbol dari beberapa Nabi utusan Tuhan, manusia akan dapat memahami tugas kenabian yang telah diperankan oleh Nabi-nabi utusan Tuhan. Misalnya simbol at-Tin yakni pohon Tin, tempat tumbuhnya atau tempat seorang Nabi menerima wahyu Ilahi, Az-Zaitun sebagai tempat Nabi Isa menerima wahyu, bukit Sinai di mana Nabi Musa memperoleh Wahyu dan kota Mekkah yang dilukiskan sebagai tempat yang aman di mana Nabi Muhammad saw pertama kali menerima wahyu. 

Jadi pada hakekat agama-agama yang telah diturunkan oleh Tuhan kepada Nabinya, adalah saling terkait dan berkesinambungan, pesan pertama  yang disampaikan oleh Tuhan kepada ketiga agama tersebut adalah pesan ketauhidan,yakni mengesakan Tuhan, adapun syariatnya itu berbeda-beda karena perbedaan umat yang mereka hadapi. Tugas para Nabi adalah bagaimana menterjemahkan pesan-pesan ketuhanan dalam perspektif kemanusiaan. Hanya manusia yang mampu menjalankan pesan ketuhanan, karena mereka sudah dipersiapkan oleh Tuhan sebagai Khalifah Tuhan di muka bumi. Dalam pandangan Al-Qur'an Tuhan menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik,baik dari bentuk fisik maupun psikisnya, dengan begitu manusia dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan, yakni beribadah kepada-Nya dengan membangun dunia ini sesuai kehendak Allah swt.

Dalam kajian ilmu tafsir, dan sering disampaikan oleh Prof Quraish Shihab dalam beberapa bukunya, ketika Tuhan dalam Al-Qur'an menggunakan dhamir atau kata ganti "Kami", berarti ada keterlibatan manusia dalam pencapaian sebagai makhluk yang terbaik. Tuhan sudah memberikan berbagai potensi kepada manusia, juga  berbagai kelebihan kepada manusia jika dibandingkan dengan makhluk yang lain. Sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur'an, "Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna (QS.Al-Isra ayat 70). Bilamana potensi atau kelebihan yang dimiliki oleh manusia dimaksimalkan, itu akan menjadikan dirinya sebagai makhluk yang terbaik, dan bilamana manusia tidak memanfaatkan potensinya, dia akan akan terjatuh menjadi makhluk yang terendah, bahkan lebih rendah dari binatang.

Itulah manusia sebagai makhluk yang istimewa yang telah diberikan keistimewaan oleh Tuhan dengan berbagai kelebihan, namun demikian manusia juga punya kelemahan, yang bisa jatuh bilamana yang menonjol dalam dirinya adalah sifat-sifat rendah, atau sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam dirinya.

(Bumi Pambusuang, 16 Pebruari 2023)


Opini LAINNYA