Konsep Moderasi Beragama merupakan program primadona Kementerian Agama saat ini. Sudah lima tahun berjalan sejak diperkenalkan oleh Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI, 2014-2019), namun masih awam bagi kebanyakan orang. Sebagai sebuah “hal baru” tentu wajar bila belum familiar dalam waktu yang singkat. Semua butuh proses untuk mendapatkan progres. Untuk itu program Moderasi Beragama dari Kementerian Agama ini harus tersampaikan kepada semua lapisan masyarakat agar dipahami dan dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat.
Sosialisasi, pelatihan, dan penggerak Moderasi Beragama sudah dan sementara dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan demi internaliasi program tersebut. Untuk itu, program Penguatan Moderasi Beragama masuk dalam RPJMN 2020-2024. Kebijakan memperkuat Moderasi Beragama didasarkan pada paradigma bahwa Indonesia bukan negara sekuler yang memisahkan agama dan negara, bukan pula diatur berdasarkan agama tertentu. Tetapi, negara memposisikan diri “in between”: tidak boleh terlalu campur tangan, tapi juga tidak boleh terlalu jauh lepas tangan. Negara berdasarkan dan beroritentasi pada nilai-nilai (values).
Masih banyak orang yang keliru memahami Moderasi Beragama. Ada yang berasumsi Moderasi Beragama sebagai bagaian dari perang pemikiran (ghazwakul fiir) sehingga membuat bingung, menyesatkan, memurtadkan. Bahkan lebih dari itu ada yang melihat Moderasi Beragama sebagai upaya menjauhkan umat dari ajaran agama, mengeluarkan umat dari agamanya, mengoyak persatuan dan persaudaraan umat. Moderasi beragama dipersepsikan metode untuk menimbulkan keraguan terhadap ajaran agama, mendagkalkan pemikiran. Semua sesak pikir ini tidak berdasar dan beralasan sehingga perlu penjelasan yang komprehensif.
Moderasi Beragama bukan ditujukan hanya untuk satu agama tertentu tetapi semua agama, karena dalam setiap agama ada kelompok ekstrimisme yang harus diwaspadai. Moderasi Beragama bukan mengajak mencampuradukkan agama atau indifferentisme, melainkan menghargai keragaman agama dan tarfsir kebenaran ajaran agama, serta tidak terjebak dalam ekstrimisme, intolerasni, dan kekerasan. Moderasi Beragama pula bukan moderasi agama, yang dimoderasi adalah pemahaman dan pengalaman umat beragama. Moderasi Beragama bukan menjauhkan umat dari ajaran agama, justru menginternalisasikan nilai-nilai esensial agama. Agama menjadi landasan spritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Moderasi Beragama bukan anti tesa radikalisme tetapi penghargaan terhadap multikulturalisme.
Moderasi Beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktek beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantakan esensi agama: melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip: adil, berimbang, menaati konsitusi sebagai kesepatakan berbangsa.
Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Jadi Moderasi Beragama jalan tengah, tidak berlebihan di ruang publik. Karena bila berlebihan maka akan merugikan diri sendiri.
Dalam moderasi beragama dikenal 5 (lima) prinsip dasar yang harus dipedomani oleh setiap pemeluk agama, yakni martabat kemanusiaan, kemaslahatan umat (bonum commune), keadilan, keberimbangan, dan ketaatan pada konstitusi. Selain lima prinsip juga dikenal 4 (empat) indikator dari Moderasi Beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap tradisi. Kelima prinsip dan empat indikator Moderasi Beragama ini dikenal sebagai sembilan kata kunci dalam memahami konsep Moderasi Beragama yang mengandung nilai-nilai universal. Dalam setiap sosialisasi dan pelatihan selalu diajarkan hal ini. Untuk itu, setiap peserta yang umumnya perwakilan dari masing-masing agama diarahkan untuk menemukan dalam ajaran agamanya dasar dan sumber yang dapat semakin menguatkan akan Moderasi Beragama ini.
Dari pelatihan ke pelatihan peserta diminta menemukan dasar dari Kitab Suci masing-masing yang menjiwai Moderasi Beragama. Dapat dikatakan bahwa Moderasi Berama ini sudah setua dunia ini karena esensi atau substansi dari istilah yang baru didengugkan ini sudah ada sejak awal mula dan telah dihidupi. Kini dihadirkan kembali dengan nomen baru yang lebih luas dan konprehensif.
Moderasi Beramga akan digaungkan terus demi terciptanya persaudaraan yang sejati di bumi NKRI yang multikultur. Semua pihak diharapkan dapat menjadi agen Moderasi Beragama agar kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai langkah nyata, Kementerian Agama sebagai pelopor Moderasi Beragama mencanangkan sebuah wilayah dalam setiap kabupaten di Indonesia membentuk sebuah Kampung Moderasi Beragama. Sebagai upaya pembangunan paradigma masyarakat tentang kesadaran Moderasi Beragama yang dilaksanakan dengan berbasis pada lingkungan desa/kelurahan. Kampung Moderasi Beragama adalah istilah bagi desa atau kelurahan yang masyarakatnya memiliki cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang moderat dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional.
Penentuan Rintisan Kampung Moderasi Beragama dilakukan dengan mempertimbangkan adanya keunikan daerah tertentu seperti: aspek kepercayaan, agama, ras, kebudayaan, adat istiadat. Selain itu, prasyarat lain adalah tersedianya data yang memuat informasi kondisi geografis, penduduk berdasarkan jumlah keluarga, agama, dan tempat ibadah, kondisi sosial-ekonomi, kondisi sosial-budaya, kondisi sosial-keagamaan, dan informasi kriminal/konflik umat beragama dalam 2 tahun terakhir. Tahun ini Kampung Moderasi akan diluncurkan secara serentak di selurh Indonesia. Roh yang harus dihidupi dalam Kampung Moderasi ini adalah nilai-nilai universal kemanusiaan. Semoga!