Ada ungkapan yang terkenal dalam teks keagamaan atau teks keislaman "Ja'a al Islam ghariban wa sayauudu gariban,kama bada'a fa tuuba al gurabaa", Islam datang dalam keadaan aneh atau asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana semula, maka beruntunglah orang-orang yang asing. Kedatangan Islam yang di bawa oleh Muhammad saw, dikalangan penduduk Quraisy pada waktu itu dianggap sebagai hal aneh, karena sudah ada kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang mereka yang sudah sudah mapan. Para elit kafir Quraisy pada waktu itu sangat terganggu dengan keberadaan Muhammad saw yang membawa faham baru dalam beragama. Mereka sangat khawatir dengan ajaran yang di bawa Muhammad akan menggeser ajaran yang mereka anut selama ini.
Pembaharuan yang di bawa oleh Muhammad saw itu akan mengancam eksistensi faham yang dianut oleh para kafir Quraisy. Para kafir Quraisy dari awal kedatangan Muhammad saw, dan mendakwahkan ajaran yang Dia bawa sudah dihinggapi rasa kekhawatiran kalau dibiarkan itu akan menggeser paham yang mereka pegang selama ini. Mereka lalu membatasi pergerakan Muhammad saw, bahkan mereka mengancam akan membunuh bilamana Muhammad melanjutkan ajaran baru yang dia bawa. Para kafir Quraisy paham bahwa ajaran yang di bawa Muhammad adalah suatu ajaran kebenaran, dan ajaran tersebut akan menggeser ajaran-ajaran nenek moyang mereka yang bertentangan dengan nilai-nilai ketauhidan dan nilai-nilai kemanusiaan, sebab misi ajaran yang di bawa oleh Muhammad saw adalah mempertegas nilai-nilai tauhid sekaligus nilai-nilai kemanusiaan.
Ajaran-ajaran yang di bawa oleh Muhammad dalam pandangan masyarakat Quraisy adalah asing, karena mereka selama ini sudah terkontaminasi dan sudah mendarah daging dengan ajaran-ajaran politeisme yang di praktekkan oleh nenek moyang mereka. Nabi dan ajaran yang dibawanya adalah asing dalam pandangan masyarakat Quraisy pada waktu itu, karena ajarannya tidak familier dengan masyarakat Quraisy pada waktu itu. Dan sejarah kehadiran ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad itu sangat bertentangan dengan ajaran politeisme masyarakat Quraisy, ajaran Islam lebih lebih berorientasi tauhid karena masyarakat yang hadapi pada waktu adalah masyarakat musyrik atau masyarakat politeisme.
Kehadiran para Nabi dimuka bumi ini adalah untuk membawa visi ajaran yang sama, yaitu visi kebenaran atau visi ketauhidan dan kemanusiaan. Dan setiap setiap Nabi yang membawa visi kebenaran dari Tuhannya akan dianggap sebagai para guraba' atau pembawa ajaran-ajaran asing bagi masyarakat yang menerima ajaran tersebut. Semua Nabi mengalami tantangan yang berat dalam mengkampanyekan kebenaran, tidak ada Nabi yang santai dan mulus dalam menyampaikan misi atau tugas menyampaikan Wahyu dari Tuhan, semuanya mengalami tantangan yang sangat berat, Nabi Ibrahim sebagai simbol Nabi atau sumber dari ajaran monoteisme, mengalami perjuangan yang sangat berat karena hampir seluruh masyarakat yang dihadapi adalah masyarakat politeisme, tetapi Ibrahim tidak pesimisme dalam memperjuangkan misi ketauhidan yang merupakan tugas suci yang diterima dari Tuhannya.
Begitupun dengan Nabi Musa, betapa berat tugas yang diemban oleh Musa, sejak awal kelahirannya sudah menghadapi tantangan pembunuhan, dimana raja Fir'aun tidak membiarkan seorang laki-laki yang lahir, itu dibunuh karena akan menjadi masalah nanti dikemudian hari, yakni akan menggeser kedudukannya sebagai raja. Namun Tuhan ada dibalik skenario atas keselamatan Musa dari pembunuhan Fir'aun, bahkan Musa dipelihara dan menjadi anak angkat dari Fir'aun. Betapa berat tantangan Musa dalam menghadapi Fir'aun karena kekuasaan Fir'aun sangat besar, bahkan Fir'aun menganggap diri mereka sebagai Tuhan. Namun dengan keberanian Musa dan kepercayaan penuh bahwa Tuhan bersama dengannya, akhirnya dapat menaklukkan Fir'aun.
Kemudian Nabi Muhammad saw, tantangannya lebih berat dibanding Nabi-nabi sebelumnya, kalau kita membaca sejarah perjuangan Nabi Muhammad sejak dilahirkan sampai wafatnya, kita kagum dan sedih betapa penderitaan yang dijalani Muhammad saw sangat berat, sejak kecil berpisah orang tuanya dan dipelihara kakeknya sampai pamannya, baik sebelum menerima Wahyu maupun sesudah menerima Wahyu tantangan yang dihadapi tidak surut bahkan semakin berat. Tantangan yang berat ketika sang paman Abu Thalib dan istrinya Khadijah wafat, yang selama ini keduanya melindungi Nabi dari serangan kafir Quraisy yang merupakan keluarga Nabi sendiri.
Betapa sedihnya hati Nabi ketika ditinggalkan kedua orang yang banyak membantu Nabi dalam menjalankan misi dakwahnya. Mereka berdua rela berkorban harta, tanaga, pemikiran untuk menyukseskan misi utama Nabi, menyampaikan ajaran kebenaran dari Tuhannya. Tahun kepergian kedua pembela Nabi disebut sebagai tahun kesedihan atau "ammul huzn". Tentu saja Tuhan tidak membiarkan Nabinya larut dalam kesedihan, tidak lama sesudah itu, Tuhan memanggil Muhammad ke langit, Nabi diajak jalan-jalan untuk diperlihatkan kepadanya ayat-ayat kebenaran dari Tuhan. Dengan perjalanan ini, Nabi kembali bersemangat karena mendapat suntikan atau isyarat-isyarat kebenaran, banyak pelajaran-pelajaran penting yang diperlihatkan oleh Tuhan kepada Muhammad, Nabi juga dipertemukan dengan seluruh Nabi-nabi sebelumnya, mereka melakukan reuni spritual diantara mereka.
Perjalanan spritual yang dilakukan Nabi dari mesjid haram ke mesjid Aqsa kemudian mikraj ke langit itu memberikan kepada suntikan semangat kepada Nabi setelah ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat dicintainya, dengan perjalanan spritual ini sebagai penyemangat dalam melanjutkan misi keilahian dan misi kemanusiaan, modal perjalanan ini yang mengantarkan Nabi berhasil membangun masyarakat Madinah setelah hijrah dari Makkah.
Itulah sekilas para "ghuraba", yang diperankan oleh utusan-utusan Tuhan. Mereka para pembawa kebenaran yang sifatnya asing bagi masyarakat yang dihadapinya, dan pelanjut risalah tersebut akan mengalami juga tantangan yaitu kita akan dianggap asing, siapa yang konsisten dalam memperjuangkan kebenaran akan dianggap asing, dan orang-orang asing itulah yang akan beruntung.
(Bumi Pambusuang, 31 Januari 2024)