Minggu, (24/3) umat Katolik di seluruh dunia merayakan hari Minggu Palma. Minggu Palma merupakan waktu yang penting bagi umat Katolik karena merupakan awal dari Minggu Suci yang berpuncak pada perayaan Paskah, kebangkitan Yesus Kristus dari kematian.
Di Gereja Katolik St. Maria Mamuju, perayaan Minggu Palma berlangung dengan khidmat yang diawali dengan perarakan dari depan pastoran menuju gereja. Perayaan ini dihadiri sekitar 400 orang dan dimeriahkan oleh koor rukun St. Yusuf dan St. Fransiskus Asisi dibawa konduktor Ibu Alfrida Tarukan.
Perayaan Minggu Palma dipimpin langsung oleh Vikep Sulbar, RD. Oc. Samson Bureny dari Pkl. 08.00-10.15 WITA berjalan dengan lancar dan aman. Dalam renunganya, P. Sam menjelaskan mengenai tragadi kehidupan manusia yang terkandung dalam kisah sengsara yang dibacakan. Dikatakan bahwa di satu sisi kita mengakui Yesus sebagi Tuhan namun di sisi lain tidak menerima Dia. Orang mencari kesalahan pada Diri Yesus tapi tidak ditemukan malah menghukum dan menyalibkan-Nya. Yesus akhirnya mati karena penghianatan manusia tetapi dengan kematian-Nya justru prajurit dan orang banyak mengakui Yesus sebagai sungguh Allah.
Maka dengan tragedi kehidpuan manusia ini, kita bertanya siapa sesungguhnya kita ini? Bila Yesus yang adalah Anak Allah tetap taat menjalani segala tuduhan manusia, ternyata justru kitalah yang jadi penghianat. Yesus tidak lari dari kenyataan yang harus dialami. Mengapa Yesus tetap setia dan tabah menjalani semua itu? Tidak ada lain adalah kekuatan doa dalam Diri-Nya. Ia mengambil waktu sejenak di taman Getzemani untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Yesus berdoa untuk keselamatan manusia yang berdosa. Ia tetap taat pada Bapa-Nya dan akhirnya Ia dibangkitkan dari kematian. Yesus adalah patron bagi semua orang beriman. Untuk itu, patron ini mesti dibuat dalam kehidupan kita. Fakta kehidupan bahwa kita ini dihadapkan pada fitnah-memfitnah. Kita terkadang ikut suara orang bayak untuk menghukum dengan gosip atau kata-kata negatif. Kita tahu itu tidak benar tapi toh kita tetap melakukanya. Maka lagi-lagi kita kembali ke patron Yesus. Yesus adalah model dan teladan hidup cermin orang beriman bahkan lebih dari itu Juruselamat. Aksi-reaksi yang ada tidak menyelesaikan soal justru menimbulkan persoalan baru lagi. Karena pada dasarnya tidak ada orang mau disalahkan. Kita cenderung membela diri. Tapi, Yesus tetap setia kepada Allah sebelum terjadi fitnah. Karena ada ruang doa dalam diri Yesus.
Doa adalah kekuatan kita di dunia ini, bukan pada penampilan fisik, kekeyaan, pangkat, jabatan, dll. Doa adalah komunikiasi dengan Tuhan. Dalam doa kita bisa merendahkan diri bahkan serendah-rendahnya karena kita tidak ada artinya di hadapan Tuhan dalam sega aspkel kehidupan. Untuk itu, mari kita masuk dalam ruang doa, ruang batin, seperti yang diteladankan oleh Yesus.
Kemanusiaan kita juga gampang jatuh ke dalam permusuhan. Maka agar kita tidak selalu jatuh dalam situasi itu, mari kembali ke patron: Yesus Kristus yang memberikan kasih yang tulus dan dalam. Kasih kepada Allah dan cinta kepada sesama. Dimensi inilah yang hilang dalam kisah sengsara yang membuat Yesus dihukum dan disalibkan. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih serang yang meyerahkan diri untuk orang laing. Semoga kasih Yesus yang total kepada Bapa-Nya menjadi pola kasih kita dalam hidup. Amin