Bagaimana Kita Memperlakukan Al-Qur'an?

Hamzah (Guru MA Nuhiyah Pambusuang)

Selain ibadah puasa, di antara kegiatan positif yang banyak dilakukan umat Islam ketika bulan Ramadhan datang adalah bertadarus, yaitu kegiatan membaca dan mengkaji Al-Qur'an, terutama setelah menunaikan shalat tarawih dan di waktu-waktu tertentu. Kebiasaan ini sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan dalam sebuah riwayat, Nabi saw sendiri melaksanakan tadarus pada bulan Ramadhan bersama Malaikat Jibril as.

Begitu istimewanya setiap amalan yang dikerjakan di bulan suci ini sehingga banyak muslim memberikan perhatian dengan porsi yang lebih terhadap Al-Quran di bulan ini. Mereka berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur'an dengan harapan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Namun demikian, perlu dipahami bahwa sekedar membaca saja belum cukup. Ajaran dan petunjuk yang terkandung di dalamnya perlu juga diwujudkan dengan bentuk pengamalan dalam kehidupan sosial.

Karena itulah diharapkan kepada setiap muslim yang membaca Al-qur'an jangan berhenti pada sekedar membaca saja, atau sekedar berlomba mengkhatamkan bacaan tiga puluh juz, tetapi harus berusaha mempelajarinya dengan orang-orang yang paham. Karena hari ini betapa banyak orang yang rajin melantunkan bahkan menghafal seluruh ayat-ayat Al-Qur'an tetapi keindahan ayat-ayat tersebut hanya sampai pada tenggorokannya. Artinya mereka tidak mendapatkan manfaat tujuan utama dari apa yang dia baca.

Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumud Din, 1/274, menyebutkan sebuah hadis yang disandarkan kepada Anas bin Malik:
‘Berapa banyak pembaca Al-Qur’an, namun Al-Qur’an melaknatnya.”

Sebagaimana diyakini bahwa dalam bulan suci Ramadhan ada satu peristiwa bersejarah dan ikonik bagi umat Islam secara umum, yaitu Nuzulul al-Qur'an atau turunnya kitab suci Al-Qur'an ke dunia. Peristiwa bersejarah ini direkam sendiri oleh al-Qur’an dalam beberapa ayat. Namun ayat yang cukup populer adalah QS. Al-Baqarah/2: 185. Di dalamnya dijelaskan bahwa Al Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta menjadi pembeda (antara yang hak dan yang batil).

Ayat yang pertama turun menurut pendapat mayoritas adalah perintah membaca. Perintah membaca dalam pemahaman mengakaji kandungan maknanya pada ayat pertama ini memang sangat pas sebab membaca al-Qur’an merupakan syarat pertama untuk menjadikan kitab suci ini sebagai petunjuk hidup kita.

Namun, mengenai membaca al-Qur'an ini, ada sebagian di antara umat Islam memperlakukan al-Qur'an hanya sekedar bacaan belaka, mengeja huruf demi huruf, dan sekadar mengotak-atik ayat-ayatnya bahkan (maaf tidak bermaksud mendiskreditkan para pegiat pembaca al-qur'an) sekedar berhenti pada ajang lomba memperindah bacaan saja. Jarang sekali ada yang berusaha menaikkan level interaksinya kepada al-Qur'an dengan meluangkan waktu untuk mempelajari kandungan makna yang begitu dalam dan luas pada kitab suci itu.

Terkadang juga kita menganggap al-Qur'an hanya sebatas bagian dari identitas keislaman kita secara simbolis. Meskipun ini juga penting tapi ada hal yang lebih dari sekedar penting. Selain itu, al-Qur'an sendiri hadir memperkenalkan dirinya sebagai petunjuk menjalankan kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tidak mungkin bagi kita bisa memahami cara melaksanakan petunjuk itu bila hanya berhenti pada level melafadzkan huruf-hurufnya saja tanpa usaha mengkajinya secara serius dan sungguh-sungguh.

Terdapat banyak riwayat dan pendapat para ulama ahli Qur'an yang mengungkapkan bahwa dibandingkan hanya sekedar membaca al-Qur'an sebanyak-banyaknya tapi tak pernah sedikit pun berusaha memaknai kandungan isinya dan mengamalkannya, maka membaca sedikit ayatnya namun disertai dengan pendalaman mempelajarinya secara rutin, ini lebih baik dan lebih berkah.

Wallahu a'lamu


Opini LAINNYA

Antara Kefakiran dan Kekufuran

Tradisi Intelektual Mati Suri

Orientasi Sosial Keimanan

Belajar Islam Ke Prof Harun Nasution

Niat Yang Terbelokkan

Burhanuddin Hamal : Perang Terbesar

Internalisasi Nilai-Nilai Ramadhan