Ali Zainal Abidin bin Husein radhiallahu anhuma, Berkata
إنَّ اللّهَ خَبَّأَ ثَلَاثًا فِى ثَلَاثٍ : خَبَّأَ رِضَاهُ فِيْ طَاعَتِهِ فَلَاتَحْقِرُوا مِنْ طَاعَتِهِ شَيْئاً فَلَعَلَّ رِضَاهُ فِيْهِ وَخَبَّأَ سُخْطَهُ فِيْ مَعْصِيَتِهِ فَلَا تَحْقِرُوْا مِنْ مَعْصِيَتِهِ شَيْئًا فَلَعَلَّ سُخْطَهَ فِيْهِ وَخَبّأَ وِلَايَتَه فِي خَلْقِه فَلَا تَحقِرُوْا مِن عِبَادِهِ اَحدًا فَلَعَلهُ وَلِيُّ اللّهِ
Allah SWT menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara. Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya, maka jangan remehkan sesuatu pun dari ketaatan kepada-Nya, mungkin di situlah letak ridha-Nya. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, maka jangan meremehkan sesuatu dari maksiat kepada-Nya, mungkin di situlah letak murka-Nya. Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya, maka jangan meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya, mungkin ia adalah wali-Nya.” (Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah,)
1. خَبَّأَ رِضَاهُ فِيْ طَاعَتِهِ
Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya
Allah sembunyikan ridhanya dalam ketaatan. Untuk itu jangan memandang enteng kebaikan yang ada di depan mata. Lakukanlah kebaikan sekecil apapun. Karena kita tidak pernah tahu kebaikan apa yang mendatangkan surga dan rahmat Allah.
Dalam kehidupan kita, seringkali kita dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang tak terduga. kita berhasil menghindari bencana atau bahaya yang seharusnya menimpa kita. Namun, melalui rahmat Allah, Allah menyelamatkan kita. Mungkin saja ini adalah balasan atas amal kecil yang sering kita anggap remeh.
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ
“Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun”
Setiap ada kesempatan kita untuk berbuat baik maka lakukan. jadi Jangan meremehkan kebaikan sekecil apapun, jangan pilah-pilah, oh ini pahalanya besar, oh ini pahalanya kecil. Sebab kita tidak tahu mana amalan yang diterima. Ada orang punya amalan besar belum tentu diterima. Bukan berarti kita tidak mau melakukan amalan yang besar. lakukan semua kebaikan, masalah urusan diterima tidak diterima itu urusan Allah. sebab kita tidak tahu bisa saja, amalan kecil yang kadang kita tidak anggap, ternyata menjadi sebab kita diangkat derajatnya oleh Allah swt.
Berkenaan dengan kebikan yang terlihat kecil ada kisah yang sangat menarik, yakni kisah al-Ghazali dan esekor lalat yang dikutip Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad,
Pada suatu ketika Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali menulis kitab. Pada waktu itu orang menulis menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta, kemudian dipakai untuk menulis. Jika habis, dicelup lagi dan menulis lagi. Begitu seterusnya.
Di tengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Lalat itu tampaknya sedang kehausan.
Ia meminum tinta di mangkuk itu. Melihat lalat yang kehausan itu, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu meminum tintanya. Lalat juga makhluk Allah yang harus diberikan kasih sayang, pikir Al-Ghazali.
Ketika Al-Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian, seorang ulama yang merupakan sahabat dekat beliau, bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah dialog. Sahabatnya itu bertanya, ”Wahai Hujattul Islam, Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu?”.
Al-Ghazali menjawab, “Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik”. “Gerangan apakah sampai engkau ditempatkan Allah ditempat yang paling baik itu? Apakah itu karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab bermanfaat yang telah kau tulis?” tanya sahabatnya.
Al-Ghazali menjawab, ”Tidak, Allah memberiku tempat yang terbaik, hanya karena pada saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat untuk meminum tintaku karena kehausan. Aku lakukan itu karena aku sayang pada makhluk Allah”.
Dari kisah Imam Alqazali ini, memberi kita hikmah bahwa tidak ada salahnya jika kita menolong mahluk Allah. Bayangkan, hanya sekadar membiarkan lalat yang kehausan untuk minum saja menjadikan sebab seseorang masuk surga, apalagi memberi makan kepada sesama manusia. Bersedekah bagi sesama yang benar-benar membutuhkan.
2. خَبَّأَ سُخْطَهُ فِيْ مَعْصِيَتِهِ
Allah menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat
Maksiat mengantarkan manusia pada kemurkaan Allah. Jangan mengganggap enteng atas kemaksiatan yang telah kita lakukan betapa pun kecilnya sebab bisa jadi Allah telah sangat murka atas kemaksiatan itu. Hal ini maksudnya agar kita tidak meremehkannya. Apalagi kemaksiatan itu kemudian diikuti dengan kemaksiatan-kemaksiatan lain yang justru menambah murka Allah subhanhu wa ta’ala.
Saat berbuat dosa, “Janganlah engkau memandang besar atau kecilnya maksiat, tapi pandanglah kepada siapa engkau bermaksiat (kepada Allah)”.
Intinya adalah setiap kemaksiatan harus menjadi perhatian kita karena bisa jadi Allah sangat marah atas kemaksiatan itu. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk banyak-banyak memohon ampun dengan memperbanyak istighfar agar Allah mengampuni dosa-dosa yang telah kita perbuat, diikuti dengan penyesalan dan bertobat.
Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya ia bisa memakan serangga tanah."
3. خَبّأَ وِلَايَتَه فِي خَلْقِه
Ketiga, Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya.
Allah merahasiakan wali atau kekasihnya ditengah-tengah manusia agar kita dapat memuliakan seluruhnya tanpa membeda-bedakan sebab manusia mereka memang pantas dihormati. Selain itu pula agar kita tidak meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya karena mungkin ia adalah waliyullah. Menyakiti manusia saja dapat membuat Allah murka apalagi menyakiti kekasihnya.
sehebat apapun seseorang, sebanyak apapun ibadah amal kesalehnya, tapi kalau dia memandang hamba Allah dengan pandangan merendahkan, baik itu pemabuk, penjudi, pezina, kalau dia memandang mereka dengan pandangan merendahkan, maka itu menjadi sebab di akan direndahkan oleh Allah.
Siapa yang memuliakan orang lain, sejatinya memuliakan dirinya sendiri, siapa yang menghinakan orang lain, hakikatnya menghinakan dirinya sendiri. Jadilah orang benar tanpa menyalahkan, naiklah tanpa menjatuhkan, jadilah baik tanpa menjelekkan, majulah tanpa menyingkirkan.