Dahulu-lebih-lebih sebelum orang mengenal tulis baca-upaya membaca terbatas pada membaca alam, bukan aksara. Bahkan walau setelah manusia mengenal aksara, masih ada orang yang menilai kemahiran tulis baca sebagai aib. Salah seorang penyair arab kenamaan, Dzu Ar-Rummah, yang ditemukan sedang menulis, memohon kepada yang melihatnya agar kemampuannya itu tidak disampaikan kepada siapapun. " Tulis menulis aib bagi kami " demikian alasannya. Ini disebabkan karena ketika itu alat-alat tulis-menulis masih sangat langkah sehingga mereka amat mengandalkan hafalan. Seorang yang menulis, hafalannya dinilai lemah, dan ini adalah aib lebih-lebih dikalangan penyair. Itu pula sebabnya ulama-ulama hadits di masa lampau menilai hafalan lebih andal dan lebih dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya daripada tulisan, karena memang ketika itu daya hafal sangat kuat sedang kemampuan tulis-menulis sangat langka, sehingga kesalahan menulis dapat terjadi.
Orang berkata, " kita belajar untuk pandai membaca, dan kita membaca untuk belajar sampai pandai ". Kita tentu pandai membaca. Kalau tidak, tentu tulisan ini kita tidak bisa membacanya. Tetapi untuk apa kita membaca ? Maka akan muncul beraneka ragam jawaban, antara lain : 1. Kita membaca untuk mengembangkan kepribadian, memahami alam raya ( manusia dan makhluk hidup lainnya ). 2. Kita membaca untuk mengisi aktivitas, menghabiskan waktu disaat menunggu dan mengetahui perkembangan mutakhir ( dalam bidang sains dan tekhnologi ). 3. Kita membaca untuk menguji kecerdasan dan mengobati rasa ngantuk dan lain sebagainya.
Abbas Mahmud Al-Aqqad ( 1889- 1964 M ) seorang cendekiawan terkemuka mesir, sastrawan, kritikus, sekaligus ulama dan wartawan ini tidak menyelesaikan pendidikan tinggi. Namun, kepakarannya sangat mengagumkan. Karya tulisnya sangat banyak. Tokoh ini menulis bahwa ia membaca karena di dunia ini-tanpa membaca-hidup hanya satu, sedang ia hendak hidup lebih dari satu hidup. Yang dapat memberi hidup lebih dari satu hidup, hanyalah bacaan, karena dengannya hidup semakin bermakna dan semakin dalam. " ide ada hanya satu, demikian juga perasaan dan imajinasi kita. Tetapi bila hal itu bertemu dengan ide, rasa dan imajinasi yang lain, maka ketika itu yang lahir bukan hanya dua ide, rasa dan imajinasi, tetapi banyak sekali, hingga tidak terhitung jumlahnya. Ini serupa dengan seorang yang duduk diantara dua cermin. Ia tidak melihat hanya satu gambar dirinya, tidak juga hanya dua, tetapi banyak sekali sebanyak pandangannya keseluruh penjuru cermin itu. Di dunia perasaan itupun begitu jika kita menggabung perasaan kita dengan perasaan orang lain, maka ketika itu gabungan cinta akan terpatri, ia akan berkembang sehingga meluap kemana-mana. Nah, demikian juga dengan membaca . Betapapun manusia makan, maka dia tidak dapat memenuhi kecuali satu pencernaannya, betapapun dia berpakaian, maka dia tidak dapat menutupi kecuali satu jasadnya, betapapun dia bepergian, dia tidak dapat berada kecuali di satu tempat. Tetapi bila dia membaca, maka dia dapat mengumpulkan sekian banyak ide, rasa dan imajinasi dalam benaknya dan dengan demikian dia tidak hanya memiliki satu hidup saja. " Demikian lebih kurang Al-Aqqad mengurai tentang menulis dan membaca.
Kita harus membaca setiap tulisan yang tersaji, menikmati setiap paragrafnya, merasakan kebutuhan kita akan ilmu pengetahuan, mengunyah dan menelannya sehingga bacaan ketika dimuntahkan akan memberikan aura yang membutuhkannya. Alquran memberikan garansinya lewat perintah iqra'. Bacalah bacaan yang berguna dan camkan perintah pertama Allah tersebut. " Iqra' Bismi Rabbika ", bacalah demi kareba Tuhanmu ..... ( bersambung ).