Warisan Tuhan

Ilham Sopu

"Kemudian kitab itu Kamu wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar".(QS.35.32).

Manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sudah disiapkan atau difasilitasi oleh Tuhan dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya. Berbagai simbol-simbol yang dialamatkan kepada manusia seperti makhluk mulia, makhluk yang bagus bentuknya, makhluk yang condong kepada kebenaran, sekalipun juga ada stigma yang tidak baik, seperti makhluk yang rendah, selalu tergesa-gesa, sering mengeluh. Namun demikian potensi-potensi kebaikan yang dimiliki itu jauh lebih banyak dibanding potensi keburukan yang ada padanya.

Potensi yang paling besar yang dimiliki manusia adalah potensi rohaninya. Potensi ruhani adalah merupakan potensi ketuhanan yang ditiupkan kepada manusia. Dan ini merupakan modal primordial yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Sewaktu berada di alam azali, manusia sudah berjanji kepada Tuhan, ketika Tuhan mengatakan, Bukankah Aku ini Tuhanmu?, dan manusia menjawab dan bersaksi, mengakui Allah sebagai Tuhannya. Manusia sudah berjanji dan bersaksi sebagai hamba di hadapan Tuhannya. Dan eksistensi manusia akan selalu ingat kepada Tuhan, karena memang manusia punya modal yang besar untuk selalu dekat kepada Tuhan karena memilki nurani atau ruh yang merupakan ciptaan Tuhan yang diberikan kepada manusia.

Namun ada perbedaan diantara manusia dalam menerima ajaran-ajaran agama yang telah diwariskan oleh Tuhan kepada manusia. Dan perbedaan itu adalah suatu bentuk kualitas seseorang dalam menerima ajaran agama. Kelas para Nabi adalah kelas yang tertinggi dalam menjalankan ajaran agama yang telah diturunkan oleh Tuhan. Seluruh perintah dan larangan agama itu dipatuhi oleh Nabi. Mereka adalah manusia teladan yang telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk umat manusia.

Kemudian disusul oleh para sahabat sebagai manusia-manusia terbaik dalam menerima ajaran agama, para sahabat sezaman dengan Nabi dan beriman kepada Nabi. Oleh sebab itu ada term keagamaan yang mengatakan "Bahwa sebaik-baik qurun atau zaman adalah zamanku, kemudian sesudah zamanku", yakni zaman para sahabat, tentu yang dimaksud  adalah keberagamaan yang terbaik adalah keberagamaan para Nabi, karena mereka menerima langsung Wahyu dari Tuhan lewat Malaikat Jibril. Kemudian keberagamaan para sahabat, karena mereka diajar langsung oleh Nabi.

Tuhan sudah mewariskan Al Qur'an atau petunjuk agama kepada para hamba-hamba-Nya, namun dalam penerimaan petunjuk agama, manusia terbagi dalam berbagai tingkatan atau ada hirarki dalam penerimaan dalam menjalankan petunjuk-petunjuk tersebut. Tuhan telah memberikan jawaban bahwa hambanya dalam menerima petunjuk tersebut akan terbagi dalam tiga kelompok yaitu dzalimun linapsi, muktasidun dan sabiqun bil khairat.

Ini tidak terlepas dari tingkatan-tingkatan keimanan manusia ketika menerima petunjuk tersebut. Dalam kategori keimanan itu juga sifatnya fluktuatif, keimanan itu sifatnya naik turun, bisa menguat dan bisa juga melemah. Manusia yang konsisten atau istiqamah dalam menjalankan ajaran agama, tentu akan mengalami penguatan keimanan, atau dalam bahasa haditsnya "Yazid", imannya menguat atau naik. Dan yang mengalami penurunan adalah karena banyaknya kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat karena bertentangan dengan ajaran agama.

Kategori yang telah ditentukan oleh Tuhan di atas, itu menjadi acuan dalam menentukan kualitas keimanan seorang hamba. Ada kualitas dzalimun li napsi, ada kualitas muktasidun dan kualitas sabiqun bil khairaat. Dalam penjelasan ulama-ulama tafsir Al-Qur'an bahwa kategori dzalimun li napsi adalah hamba-hamba yang menjalankan ajaran agama namun mereka juga banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah dan larangan agama, bahkan mereka lebih banyak melakukan pelanggaran dari pada perintah Tuhan yang mereka kerjakan, itulah yang masuk dalam kategori dzalimun li napsi atau mendzalimi dirinya sendiri.

Kategori sedang atau muktasidun dalam kualitas keimanan seseorang adalah mereka yang menjalankan kewajiban atau perintah-perintah Tuhan, namun sebatas perintah Tuhan berupa kewajiban agama, namun perintah-perintah tambahan dalam agama, atau dalam ilmu fiqh biasa disebut sunnah-sunnah dalam beribadah, tidak mereka laksanakan bahkan terkadang biasa melakukan hal-hal yang makruh dalam agama.

Kemudian yang paling baik dalam keimanannya seorang hamba adalah sabiqun bil khairaat, orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan, yang dalam penjelasan terjemahan kementerian agama adalah orang-orang yang kebaikan mereka sangat banyak dan sangat jarang berbuat kesalahan.

Itulah hirarki yang di wariskan Al-Qur'an kepada hamba-hamba Tuhan. Dan mereka berbeda-beda dalam menyikapi atau menerima warisan Tuhan, dan tingkat penerimaan hamba dalam menerima warisan ini, itu sangat menentukan kualitas seorang hamba di hadapan Tuhannya.

(Bumi Pambusuang, 26 Mei 2023)


Opini LAINNYA