Ulama Yang Holistik 

Oleh : Ilham Sopu

Kalau kita merujuk ke sejarah Islam setidaknya ada empat pilar yang menjadi penunjang dari sejarah kegemilangan peradaban islam.keempat pilar itu adalah kekuatan spiritual, pranata sosial yang kukuh, kemajuan ilmu pengetahuan dan dukungan demografi yang menjadi pengawalnya. Jika pada zaman Nabi,  Muhammad Saw, menjadi pusat dari segala aktifitas kehidupan umat Islam dan sekarang fungsi itu terbagi-bagi dan semakin terspesialisasi.

Diantara keempat aspek atau pilar peradaban Islam, aspek yang paling penting sebagai penyangga peradaban maupun agama adalah manusianya (demografi). Itulah yang menjadi fokus penyampaian Direktur pendidikan kader ulama masjid Istiqlal (PKU-MI), Prof Dr Ahmad Thib Raya, dalam kegiatan sosialisasi pendidikan kader ulama yang dipusatkan di STAIN Majene. Visi utama dari pendidikan kader ulama masjid Istiqlal adalah sebagai lembaga pengkaderan ulama bertaraf internasional, melahirkan ulama yang berakhlak mulia, menguasai keilmuan Islam klasik dan kontemporer, berpandangan moderat, dan siap menjadi rujukan umat tingkat lokal, nasional dan internasional.

Keberadaan pendidikan kader ulama yang dimotori masjid Istiqlal dibawah kepemimpinan Prof KH Nasaruddin Umar sebagai nakhoda masjid Istiqlal. Model ulama yang dibutuhkan Indonesia hari  ini dan kedepan adalah model yang berwawasan keislaman yang luas, berpandangan moderat, penguasaan terhadap keilmuan klasik berapa rujukan kitab kuning maupun penguasaan keilmuan kontemporer. Model-model seperti inilah yang akan dicetak oleh lembaga kader ulama Istiqlal. Sekarang ini banyak muncul ulama-ulama yang tidak jelas madzhab keilmuannya. Umat banyak yang tertipu dengan penampilan lahiriah, yang baru belajar kemarin tentang agama, mereka belajar agama lewat YouTube,  kemudian tampil dengan gaya ulama, kemudian diprofilkan sebagai seorang ulama.

Sedangkan para Kyai yang sudah sangat lama belajar agama dengan pengetahuan ilmu-ilmu agama yang sangat dalam, mulai dari ilmu-ilmu alat seperti nahwu, Sharaf, balagah, ilmu tafsir, ilmul hadis, ilmu fiqh, ushul fiqh, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya, sudah lama mereka pelajari sejak dari pesantren, tidak dianggap sebagai seorang ulama.  Kita merindukan ulama-ulama yang penguasaan keilmuannya sangat dalam dan punya akhlak yang bagus. Ulama-ulama yang jelas madzhab keilmuannya,  banyak ulama-ulama kita, yang bisa kita jadikan contoh khususnya penguasaan terhadap ilmu-ilmu keislaman, berwawasan moderat dan punya akhlak yang baik. Tidak sedikit Ulama yang dimiliki oleh NU maupun Muhammadiyah, sebagai lembaga keagamaan yang banyak memproduksi tokoh-tokoh agama yang berwawasan keislaman yang moderat, dan punya visi  keindonesiaan yang luas.

Itulah yang menjadi visi dari pendidikan kader ulama yang dicita-citakan, yaitu menciptakan ulama yang bisa menjawab tantangan zaman, dalam mengawal Indonesia ke depan. Suatu cita-cita yang sangat agung, cita-cita peradaban yang pernah dipraktekkan oleh Nabi bersama sahabat-sahabatnya. Pilar-pilar peradaban yang menjadikan masyarakat Madinah sebagai masyarakat yang maju dan berperadaban, seperti pilar spiritualitas. Ibadah dalam Islam mengandung tiga dimensi yang saling terkait yaitu dimensi ritual, spiritual dan dimensi sosial. Dimensi spiritual dibangun dan tumbuh dalam ibadah-ibadah ritual, ini dicontohkan oleh Nabi, dalam satu riwayat, diceritakan bahwa istrinya Aisyah pernah bertanya kepada Nabi, mengapa Rasulullah begitu rajin beribadah, padahal dia seorang yang dekat di sisi Allah. Oleh karena itu, dalam Islam spiritualitas tanpa ritual menjadi tak bermakna, sementara ritual tanpa spiritualitas menjadi kosong.

Dengan kata lain bahwa ibadah dalam Islam, bukan hanya memenuhi dimensi ritual, melainkan juga spiritual yang bermuara pada kehidupan praksis seseorang. Berakhlak mulia, menjaga kepantasan sosial, dan menjaga keamanan sosial adalah tuntutan dan konsekuensi dari tindakan ritual. Oleh sebab itu dalam penyampaian kuliah umum dan sosialisasi pendidikan kader ulama masjid Istiqlal, Prof Ahmad Thib Raya, me-warning kepada para calon cendekiawan muslim ke depan, agar memperhatikan pesan Nabi kepada sahabatnya atau wasiat kepada para sahabat agar menjaga beberapa hal, agar manusia punya visi kedepan yang dapat merubah dirinya dan  menjadi manusia yang beruntung dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Wasiat Nabi kepada para sahabat yang menjadi titik tekan Prof Ahmad Thib Raya adalah, pertama bertaqwa kepada Allah dimanapun kamu berada. Kedua, iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan. Ketiga, bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik. Dan yang terakhir adalah banyaklah berdoa, jangan pernah berhenti berdoa.

Itulah pilar-pilar peradaban yang dapat mengangkat kembali peradaban Islam sebagai peradaban yang unggul, kita harus banyak membaca sejarah peradaban Islam dan menjadikan acuan kedepan dalam mencetak ulama-ulama yang handal, yang moderat, berwawasan luas, dalam konteks keindonesiaan punya wawasan kebangsaan yang luas.

(STAIN Majene, 5 Juni 2023)


Opini LAINNYA