Barung-Barung Sumber Inspirasi 

Oleh : Ilham Sopu

Banyak aspek yang menarik ketika akan  membincang tentang Pambusuang, mulai dari letak geografisnya, aspek logat bahasanya, sumberdaya manusianya, cerita barung-barungnya, pengajian kitab kuning dan juru dakwahnya. Sejak dahulu Pambusuang punya keunikan-keunikan yang membedakan dengan kampung-kampung lainnya. Misalnya dari aspek kebahasaan orang Pambusuang punya estetika tersendiri dan kadang ada makna-makna tersembunyi di sela-sela ucapannya. Ada kalimat-kalimat bersayap di balik ucapannya. Atau dalam bahasa kontemporernya ada multitafsir dalam pemaknaannya.

Kemunculan bahasa-bahasa yang multitafsir itu karena salah satu  budaya yang identik dengan masyarakat Pambusuang adalah diskusi di tempat-tempat non formal, seperti di gardu-gardu, di pinggir laut, di serambi mesjid, dan tempat-tempat duduk di pinggir jalan,yang dalam bahasa pembusuangnnya "barung-barung". Barung-barung inilah sebenarnya yang menjadi salah satu ikon masyarakat pambusuang. Dari dulu sampai sekarang media barung-barung menjadi tempat untuk mengupas berbagai persoalan yang timbul di masyarakat mulai dari persoalan tingkat internasional, nasional,daerah maupun persoalan lokal tingkat desa. 

Tema-tema yang di usung untuk menjadi perbincangan tidak menentu, tidak direncanakan sebelumnya, temanya muncul secara tiba-tiba dan spontan, misalnya diskusi tentang agama, karena mereka mendengar pengajian di mesjid, lalu dilanjutkan diperbincangkan di media barung-barung, sekalipun di situ tidak ada yang punya kapasitas bicara persoalan agama tapi mereka masing-masing berpendapat atau memaknai persoalan itu dengan menggunakan akal atau nalar mereka. Dan masing-masing bertahan dengan pendapatnya dengan argumentasi masing, dan biasanya terbagi dua kubu dan masing-masing ada juru bicaranya. Ada yang sangat aktif memberikan argumentasi dan ada juga yang diam tidak pernah bicara, mereka cuma merekam saja perdebatan, untuk di jadikan bahan pembicaraan di tempat-tempat yang lain.

Ada yang menarik dari perbincangan atau perdebatan di barung-barung ala Pambusuang, karena sekalipun berdebat dengan sangat serius dengan suara yang sangat besar dan terjadi ketegangan tetapi setelah selesai perdebatan mereka saling ketawa dan pulang rumah masing-masing. Arena barung-barung ini tempat pengkaderan dalam beretorika ala Pambusuang, dan berlangsung sejak dulu, waktu yang biasa digunakan untuk bertemu adalah pada malam hari sesudah salat isya, sampai tengah malam. Dikalangan para santri atau para ustadz yang mengikuti pengajian pada malam hari di mesjid Pambusuang dengan membahas suatu tema, dan belum selesai pembahasannya, biasa di bahas ditempat-tempat yang lain misalnya disuatu acara hajatan, mereka saling berdebat lagi dengan suara yang meninggi. Perdebatan itu sudah menjadi bagian dari rutinitas setiap hari yang dapat kita saksikan diberbagai tempat di pambusuang. Apakah itu perdebatan ada manfaatnya dari sisi kebaikan mereka,ataupun hanya sekedar berdebat yang tidak punya nilai positif dari sisi kehidupan kemasyarakatan.

Di arena barung-barung lah kita biasa memungut perkataan-perkataan atau cerita-cerita ala pambusuang yang berbobot untuk kita adopsi sebagai tabungan cerita untuk kita bawa ke tempat yang lain. Di situ juga kita banyak mendengar kisah-kisah atau cerita agama yang diangkat sebagai bahan diskusi diantara mereka. Dan cerita-cerita itu banyak di dengar dari para Annangguru pada masa lalu kemudian diceritakan kembali dengan cerita yang sangat menarik. Disamping cerita-cerita yang sangat serius, juga banyak cerita-cerita yang dipoles dengan nalar-nalar yang nyeleneh, sehingga yang nampak adalah sisi-sisi permainan bahasa yang menjadi ciri khas dari masyarakat pambusuang. Ada cerita yang sangat menarik dari Almarhum Prof Baharuddin Lopa, setiap pulang ke pambusuang, beliau selalu mengumpulkan teman-temannya sepermainannya dulu yang dianggap punya banyak cerita-cerita ala pambusuang, mereka disuruh bercerita apa saja tentang pambusuang sekalipun itu cerita bohong, Pak Barlop sangat senang mendengar cerita-cerita pambusuang yang diceritakan oleh teman-temannya sekalipun itu cerita yang di buat-buat dan nambak kebohongannya. Jadi orang sekaliber Pak Barlop sangat rindu cerita barung-barung, disamping media untuk menambah wawasan keilmuan, juga sebaga media refreshing untuk melepas kepenatan hidup setelah kita bekerja seharian. 

Banyak tokoh-tokoh pambusuang ketika pulang kampung selalu ingin bernostalgia dengan masyarakat pambusuang untuk mengingat masa lalu, dengan memanfaatkan momentum untuk berkumpul kembali hanya ingin bersilaturahmi dan mendengar cerita-cerita menggelitik ala pambusuang. Seperti Pak Prof Ahmad Sewang, setiap ada rencana ke pambusuang selalu menelpon terlebih dahulu, bahwa beliau ingin bernostalgia dengan teman seangkatannya dulu, itu adalah bukti bahwa pambusuang dengan keunikan-keunikannya,akan selalu dikenang oleh para tokoh yang sukses diluar pambusuang, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, bukan hanya masyarakat biasa yang merindukan cerita ala barung-barung, tapi tokoh-tokoh yang sudah menasional seperti Pak Barlop, Prof Ahmad Sewang, bahkan para Annangguru pada masa lalu juga sangat banyak menikmati cerita ala barung-barung, mereka menjadikan barung-barung sebagai media dakwah untuk masyarakat, mereka menyampaikan pesan-pesan keagamaan untuk masyarakat yang dibungkus dalam bahasa-bahasa yang menggelitik ala pambusuang.

(Bumi Pambusuang, Juni 2023)


Opini LAINNYA