Sapa Ramadhan (1) : Hikmah Puasa

H. M. Sahlan - Katim Penais dan SI Bidang Bimais Kanwil Kemenag Sulbar.

Sapa Ramadhan (1)

Hikmah Puasa

H. M. Sahlan
Katim Penais dan SI Bidang Bimais kanwil kemenag sulbar.

Para sahabat nabi SAW, dahulu membagi dua belas bulan (setahun) menjadi dua bagian. Pada bagian pertama, yaitu enam bulan pertama mereka memohon kepada Allah SWT agar bisa mendapati bulan Ramadhan dan bisa beribadah puasa di dalamnya dengan baik. Pada bagian kedua, enam bulan berikutnya, mereka memohon kepada Allah SWT agar menerima puasa dan amal ibadah lain yang telah dilaksanakannya pada bulan Ramadhan tersebut. Demikian cerita Mualla bin Fadhl yang dituturkan oleh Ibnu Rajab Alhambali.

Bulan ramadhan tidak ubahnya madrasah (sekolah) keimanan yang hadir setiap tahun. Puasa diyakini merupakan kurikulum penting di madrasah itu selain zakat, tarawih, tadarus dan i'tikaf. Ia ibadah pokok karena menjadi bagian dari lima rukun islam. Betapa pun ia ibadah yang mengarah kepada pengabdian dan kepatuhan, puasa ternyata mengandung banyak hikmah ( rahasia) bagi kepentingan Manusia.

Ibadah yang disyari'atkan memang seluruhnya mengandung hikmah. Shalat misalnya, secara jelas hikmahnya disebutkan  dalam Al Qur'an surah al ankabut ayat 45 yaitu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Zakat di antara hikmahnya disebutkan dalam Al Qur'an surah At-Taubah ayat 103 yaitu membersihkan hati dan memperkembangkan harta, di samping agar sirkulasi kekayaan merata, tidak berkonsentrasi pada orang-orang tertentu saja. ( Al Hasyir ayat 7 ).

Haji mengandung hikmah agar manusia menyaksikan berbagai manfaat dan menyebut nama Allah atas ternak yang dikurbankan sebagaimana di sebutkan Al Qur'an surah Al hajj ayat 28. Demikian pula puasa mengandung hikmah agar meraih sikap hidup takwa seperti di sebutkan Al Qur'an  surah Al Baqarah ayat 183.

Umat islam dengan demikian, sepatutnya mengetahui hikmah-hikmah (hikmatut tasyri') ibadah tersebut, agar lebih mantap dalam menjalankannya. Lebih- lebih para dai dan intelektual, supaya nasihatnya lebih mudah diterima audiens dan tidak terkesan dogmatis atau doktrinal. Karena, ajaran islam di samping bersifat ta'abbudi (penghambaan), kebanyakan juga bersifat ma'qulatul ma'na dapat di jangkau oleh nalar.


Opini LAINNYA