Dalam ajaran Islam, belajar menempati posisi yang sangat sentral dalam inti ajarannya, perintah untuk membaca adalah perintah pertama yang diterima oleh Muhammad saw di gua Hira. Bahkan perintah membaca ini, di ulangi dua kali dalam lima ayat pertama. Di ayat pertama adalah iqra' bismi rabbika dan ayat ketiga iqra' wa rabbukal akram. Ada kaitan antara iqra pertama dan iqra kedua. Di sini Tuhan akan memberikan kemurahan-Nya ketika kita banyak membaca. Membaca dan membaca itu akan menghasilkan kemurahan Tuhan kepada kita berupa tertambahnya ilmu, bukan hanya ilmu tapi kedekatan dengan Tuhan lewat iman yang kita miliki. Kata iqra' pertama disandingkan dengan bismi rabbika, dan kata iqra' yang kedua disandingkan dengan rabbukal akram.
Disini ada ketersambungan antara aspek intelektual dengan aspek spiritual. Lewat kata iqra'dan rabbik baik di iqra' pertama maupun di iqra' yang kedua. Iqra' dan rabbik keduanya tidak bisa dipisahkan. Ketika kita hanya beriqra' tanpa menghadirkan rabbik, kita akan mengalami keterputusan dengan nilai-nilai spiritual. Begitupun sebaliknya menghadirkan Tuhan tanpa nilai-nilai keilmuan, kita akan mengalami atau salah dalam memahami perintah-perintah Tuhan.
Surah ini, lewat ayat satu sampai lima, telah memberikan dua model peradaban, yaitu peradaban iqra'dan peradaban rabbuk, dua model peradaban ini, akan mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dan keilmuan dihadapan Tuhan. Di ayat yang lain, Tuhan sudah menjanjikan kepada manusia bahwa, Tuhan akan mengangkat derajat kemanusiaan bilamana manusia mengedepankan peradaban ilmu dan peradaban iman. Inilah yang sering disampaikan Prof Syafi'i Ma'arif diberbagai bukunya bahwa dua model peradaban yang dikedepankan oleh Nabi dalam membangun negara Madinah yaitu peradaban ilmu dan peradaban iman yang dalam istilah Buya Syafi'i, fakultas fikir dan fakultas dzikir.
Sesampai di Madinah waktu dalam perjalanan hijrah, Nabi segera membangun mesjid yakni mesjid Quba, mesjid ini sebagai simbol dzikir dan Nabi menggalakkan majelis-majelis ilmu, sebagai simbol dari fikir. Dan itulah dasar dari Nabi dalam membangun suatu peradaban. Seperti peradaban Madinah, berdiri diatas landasan peradaban yang kuat yang tahan banting sejarah yakni peradaban iman dan peradaban ilmu. Sebelum hadir di Madinah yang pada waktu itu bernama yastrib, adalah suatu masyarakat yang terdiri dari banyak suku, agama, kepercayaan-kepercayaan, antara satu suku dengan suku yang lain saling bersaing, selalu berperang antar suku diantara mereka.
Dengan kehadiran Nabi dan para sahabatnya membuat Madinah berubah total, Nabi sebagai simbol pemersatu diantara mereka, punya misi yang sangat agung, kehadiran Nabi betul-betul sebagai rahmat bagi mereka. Nabi berhasil mempersatukan berbagai kelompok suku yang ada pada waktu itu di Madinah. Setidaknya ada dua kelebihan yang dimiliki oleh Nabi sehingga masyarakat Madinah sangat tertarik untuk menjadikan Nabi sehingga pemimpin untuk mereka. Yang pertama yang sangat melekat dalam diri Nabi, adalah Akhlaknya. Kemudian yang kedua, adalah ajaran yang Nabi bawa. Antara akhlak dan ajaran yang dia bawa menyatu dalam diri Nabi, tidak ada pertentangan antara person atau akhlak dengan ajaran dia bawa, ajaran yang di bawa disamping punya nilai tauhid juga punya nilai-nilai kemanusiaan.
Nabi sangat menghormati agama-agama yang dianut oleh masyarakat Madinah pada waktu, Nabi sangat toleran dan tasamuh terhadap masyarakat Madinah yang berbinneka. Disamping akhlak dan ajaran agama, Nabi juga menterjemahkan ajaran-ajarannya lewat kesepakatan-kesepakatan bersama dalam bentuk perjanjian tertulis yaitu piagam Madinah, perjanjian Madinah inilah menjadi acuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat antar berbagai suku yang ada di Madinah. Perjanjian ini memberikan hak yang sama, terhadap berbagai kelompok agama, suku, budaya, kepercayaan yang ada di Madinah pada waktu itu.
Tidak ada perbedaan antara mayoritas dan minoritas, dalam pelayanan Nabi, konsep awal dari piagam Madinah, banyak yang diprotes oleh perwakilan suku, dan Nabi mencoba untuk mengakomodir berbagai masukan maupun kritikan terhadap piagam Madinah, sehingga piagam bukanlah piagam yang diambil dari satu kelompok tapi untuk adalah kesepakatan bersama dari berbagai kelompok yang ada pada waktu itu di Madinah. Suatu bentuk perjanjian yang sangat maju pada zamannya.
Kita perlu banyak belajar dari sejarah Nabi dalam membangun peradaban yang unggul, yaitu peradaban ilmu dan peradaban iman, atau dalam bahasa Prof Syafi'i Ma'arif, kita perlu mengedepankan fakultas dzikir dan fakultas fikir dalam membangun suatu peradaban.
(Bumi Pambusuang, 30 Mei 2023)