Tahun ini adalah tahunnya politik. Setelah diawal tahun memberikan hak demokrasi kita pada Pemilihan Umum. Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Legislatif dari Pusat hingga Daerah. Juga pemilihan Dewan Perwakilan Daerah.
Dipertengahan menuju Akhir Tahun ini kita kembali dihadapkan pada kondisi yang sama yaitu Pemilihan Kepala Daerah Kab/Kota dan Provinsi – Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
Belum dingin mesin-mesin partai politik pada pagelaran Pemilu kemarin. Kembali mesinnya bergemuruh menyambut hadirnya pemilihan kepala daerah serentak. Kepulan asap panas terasa hingga pelosok negeri. Saut saut suara para pendukung lalu lalang begitu nyaring dan terkadang memekakan telinga.
Deklarasi pun bersambung tali. Orasi pun tak terelakkan. Berbagai narasi yang memanjakan telinga dan hati pun dikumandangkan. Demi menarik minat para pemilik hak agar menitipkan suaranya lima tahun ke depan.
Orasi-orasi itu menggetarkan hati. Layaknya orasi Bung Tomo ketika memantik semangat juang para kaum muda arek suroboyo menghadapi penjajah. Namun kali ini, bukan Orasi melawan penjajah yang digaungkan melainkan melawan kemiskinan, ketimpangan sosial, pengangguran, keterpurukan pendidikan dan kesehatan, serta isu lainnya.
Media sosial dan media massa pun dipenuhi dengan foto-foto para kandidat dengan Akronim dan Slogannya masing-masing yang tidak sedikit memancing decak gakum dan gelak tawa. Ini lah kondisi pesta demokrasi yang seharusnya. Disamping ia mengajak kita untuk berfikir juga memantik tawa.
Penyuluh Agama sebagai Abdi Negara yang dituntut untuk netral dan tidak memihak kepada satu pihak pun memiliki kewajiban untuk menyukseskan pesta demokrasi ini. Tanggung jawab yang diemban ialah bagaimana menciptakan Pilkada yang Harmonis dan Damai menggunakan Bahasa Agama.
Selain memiliki fungsi sebagai jari manis kementerian agama diwilayah tugasnya masing-masing. Selain bertugas mengedukasi umat dibidang keagamaan. Penyuluh Agama juga memiliki fungsi lain yaitu bagaimana kemudian memberikan advokasi kepada masyarakat terkait program pembangunan pemerintah – Literasi Politik salah satunya.
Fungsi Agen of Change
Didalam melaksanakan fungsinya sebagai Agen Of Change, penyuluh agama selain diharapkan dapat menjadi sosok pembaharu juga bisa menjadi sosok penerus kebijakan pemerintah. Tentunya dengan menggunakan pendekatan yang humanis. Sehingga tak heran jika kehadiran penyuluh agama sangat dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat.
Kegiatan penyuluh agama yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat membuatnya menjadi pribadi yang senangi oleh khalayak luas. Segala dinamika sosial yang terjadi tidak luput dari peran penyuluh agama di dalamnya. Baik itu di sektor pendidikan, kesehatan, kebudayaan, pertanian, perikanan dan sektor lainnya.
Kepiawaian penyuluh agama dalam membangun komunikasi dengan masyarakat tidak terlepas dari peran pemahaman mereka terhadap agama yang mereka yakini. Secara universal mereka meyakini bahwa tidak satu pun agama mengajarkan keburukan melainkan sebaliknya bahwa agama mengajarkan nilai kasih sayang kepada sesama manusia.
Selain itu, mandatori PermenpanRB No 09 tahun 2022 yaitu bagaimana kemudian penyuluh agama dituntut untuk dapat membangun komunikasi dan kolaborasi serta sinergitas lintas sektoral menjadi modal kuat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Hal itu terbukti didalam perannya melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga ketentraman dan keamanan khususnya ketika menghadapi pesta demokrasi. Baik itu dari skala kecil seperti Pilkades hingga yang berskala besar yaitu Pilpres.
Misi-misi kemanusiaan - harmonisasi keberagaman sosial, merupakan bagian yang tak terlepas dari peran penyuluh agama. Sebagaimana pesan dari Menteri Agama bahwa Penyuluh Agama harus menjadi Garda terdepan didalam menciptakan kerukunan umat beragama. Menjadi lampu pijar dalam aktualisasi Moderasi Beragama.
Fungsi Agent Of Development
Penyuluh Agama juga memiliki fungsi sebagai agen pembangunan. Dalam artian luas bahwa pembangunan menggunakan bahasa agama ini menyentuh segala dimensi kehidupan umat beragama. Keberagaman yang disatukan dalam satu semangat yaitu saling menghargai antar umat beragama.
Dalam konteks pilkada kali ini, penyuluh agama senantiasa hadir memberikan edukasi dan advokasi terkait bagaimana kemudian menciptakan pilkada yang damai dan harmonis. Hal itu tak hanya dilakukan pada ruang-ruang prifat melainkan juga meluas hingga pada ruang publik. Tentunya dengan memanfaatkan berbagai paltform media sosial maupun media massa.
Didalam kesehariannya, penyuluh agama merupakan teman diskusi, teman curhat masyarakat terkait problematika yang dihadapi termasuk masalah isu politik identitas seperti rasisme yang selalu menjadi momok bagi keberagaman itu sendiri. Sehingga, saat mendapati hal demikian maka dengan sigap dapat mengambil langkah preventif dalam mengurangi resiko buruk yang dapat ditimbulkan.
Jika menemukan sebuah situasi atau kondisi dimana potensi gesekan akan terjadi maka penyuluh agama berusaha melakukan pendekatan persuasif didalam meredam konflik yang akan terjadi sebab sering didapati pula bahwa pelakon dari aksi tersebut adalah mereka yang merupakan bagian dari pertarungan itu sendiri.
Langkah-langkah pencegahan yang dilakukan oleh penyuluh agama tersebut merupakan bentuk kepedulian didalam menjaga kondusifitas kontestasi para calon pemimpin didaerahnya masing-masing.
Penyuluh agama sebagai Figure Central kepenyuluhan merupakan figur utama yang diharapkan dapat mengaktualisasikan kegiatan penyuluhan ditengah-tengah masyarakat khususnya dalam hal edukasi literasi politik yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan pesta demokrasi.
Pada dasarnya, pesta demokrasi yang harmonis kondusif dan damai merupakan pilihan yang sangat muda bagi kita semuanya. Baik bagi pemilih maupun yang dipilih. Hanya saja, terkadang, karena didasari oleh obsesi yang berlebihan sehingga menimbulkan gerakan yang berlebihan atau Over movement yang berakibat pada perpecahan ditengah masyarakat.
Mari kita bersama melawan gerakan rasisme didalam pilkada kali ini. Mari kita lawan isu-isu miring yang dapat menciptakan perpecahan antar putra-putri bangsa. Mari kita wujudkan pemilihan kepala daerah yang aman nyaman dan tentram. Mari menjunjung tinggi nilai sportifitas dan solidaritas didalam berkontestasi.