Pengajian Sebagai Wirid (Potret Pengajian Annangguru Bisri)

Oleh : Ilham Sopu

Salah satu kampung di Sulawesi Barat yang identik dengan pengajian kitab kuning atau pengajian pembacaan kitab adalah Pambusuang. Sejak dulu Pambusuang dikenal sebagai kampung yang banyak memproduksi ulama atau dalam bahasa lokalnya adalah Annangguru. Dan proses pengkaderan terus berlangsung sampai hari ini. Pengkaderan yang dilakukan oleh Annangguru dari dulu sampai sekarang berlangsung secara berkesinambungan, artinya tali estafet terus berlangsung, sehingga kampung Pambusuang tetap eksis sebagai kampung pengkaderan ulama.

Para Annangguru yang ada di Pambusuang, melakukan proses pengajian secara individual di rumah masing-masing. Mereka mengajar mulai dari pagi sampai malam, mulai dari pengajian dasar dalam ilmu Nahwu atau sharaf atau ilmu tata bahasa arab, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti hadis, fiqih, sejarah, dan tasauf.  Ada kitab-kitab rujukan yang dibaca oleh santri setelah tamat atau mahir dalam ilmu nahwu sharaf, yaitu kitab-kitab yang sudah turun temurun yang di baca oleh para Annangguru di Pambusuang. Para santri berpindah-pindah dari satu Annangguru ke Annangguru lainnya dalam proses pembelajarannya. Proses pengajian seperti itu berlangsung cukup lama untuk dapat membaca atau menguasai kitab kuning atau kitab yang tidak berbaris.

Para Annangguru setiap harinya disibukkan dengan kegiatan rutin memberikan pengajian setiap harinya. Disamping memberikan pengajian dirumahnya setiap hari, para Annangguru juga disibukkan dengan memberikan pengajian diberbagai tempat seperti mesjid dan majelis-majelis taklim diberbagai tempat, bahkan sampai keluar daerah. Salah-salah Annangguru yang paling sibuk dalam memberikan pengajian dengan menggunakan kitab adalah Annangguru Bisri, Imam besar mesjid Taqwa Pambusuang, yang juga pimpinan pondok pesantren Nuhiyah Pambusuang. Pengajian-pengajian yang diampuh oleh Annangguru Bisri begitu banyak, memberikan pengajian ke jamaah itu menjadi bagian dari kehidupannya, tiada hari tanpa memberikan pengajian.

Setiap harinya Annangguru Bisri bergumul dengan menelaah kitab-kitab rujukan, karena sebelum memberikan pengajian, kitab yang akan menjadi rujukan tentu di telaah dulu sebelum disampaikan kepada jamaah. Kekuatan Annangguru Bisri dalam menelaah kitab atau mattale' dalam bahasa mandarnya, itu sangat kuat. hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk menelaah kitab. Bacaan-bacaan kitab yang dibaca bukan hanya kitab klasik atau tradisional tetapi kitab-kitab kontemporer. Dalam menelaah kitab setiap harinya Annangguru Bisri menggunakan berbagai macam kamus bahasa arab, hampir seluruh kamus bahasa arab dijadikan rujukan untuk menelaah suatu kitab.

Dalam perjalanan sejarah khazanah dalam menuntut ilmu, Annangguru Bisri pernah mondok di pesantren Gontor Ponorogo, kemudian ke Jakarta dan berguru ke Habib Hamid Al Attas, yang akrab dipanggil "Sayye' Kami' selama beberapa tahun sebelum ke Mandar. Setelah pulang menuntut ilmu di pulau Jawa, Annangguru Bisri mengabdi di pesantren Nuhiyah, disamping aktif mengajar ngaji kitab di rumahnya. Sekalipun sudah malang melintang dalam dunia keilmuan, tapi itu tidak menyurutkan dahaga dalam menuntut ilmu setelah pulang dari pulau Jawa, di Pambusuang masih sangat giat dalam mendatangi Annangguru-Annangguru senior baik yang ada Pambusuang, Campalagian, Wonomulyo, Polewali, bahkan sampai ke Makassar. Kekuatan dalam semangat pencarian ilmu sangat tinggi dalam diri Annangguru Bisri. Salah satu kebiasaan yang melekat dalam diri Annangguru Bisri adalah membawa kitab kemanapun perginya, bahkan pergi ke Makassar untuk urusan keluarga, tidak pernah ketinggalan untuk membawa kitab, dan itu di baca dalam perjalanan maupun setelah sampai di Makassar. Kadang juga menyempatkan diri untuk mendatangi guru-guru senior atau Gurutta yang ada di Makassar, disamping untuk silaturahim dan menyempatkan diri menyodorkan kitab yang dia bawa dan menanyakan maksud yang ada dalam kitab tersebut yang dia tidak bisa pahami.

Semangat dalam pendalaman keilmuan khususnya kajian kitab kuning masih sangat menonjol dalam diri Annangguru Bisri, belajar dan memberikan pengajian tidak bisa dipisahkan dalam diri Annangguru Bisri. Memberikan pengajian dimana-mana itu menjadi wirid harian yang kita bisa lihat dalam aktivitas keseharian Annangguru Bisri. Ada pengajian-pengajian yang sudah terjadwal seperti pengajian di mesjid besar Taqwa Pambusuang, mesjid besar Al Hurriyah Tinambung, mesjid agung Syuhada Polewali, dan mesjid-mesjid lainnya serta majelis-majelis taklim yang bertebaran di kabupaten Polewali Mandar. Metode pengajiannya juga sangat menarik, metode pengajiannya terstruktur karena merujuk ke kitab yang dia baca. Ada nilai-nilai keseriusan dalam menyampaikan pengajian, dan tentu saja disertai dengan bahasa-bahasa ala Pambusuang yang kadang sangat menggelitik dan mengundang gelak tawa, tanpa meninggalkan nilai substansi kitab yang dia sedang kaji.

Annangguru Bisri sangat familier dengan bahasa-bahasa logat Pambusuang, kadang diselingi cerita-cerita lucu dari para Annangguru masa lalu yang ada Pambusuang, maupun orang-orang Pambusuang masa lalu yang punya cerita-cerita yang  dapat membangkitkan semangat dalam memaknai kehidupan yang dikemas dalam cerita yang mengundang gelak tawa. Salah satu ciri khas yang dimiliki oleh para Annangguru Pambusuang adalah mereka sangat kaya dengan perbendaharaan cerita-cerita yang mengundang gelak tawa tapi dengan argumentasi yang dapat diterima oleh akal, karena didasari dengan cerita-cerita yang ada dalam kitab kuning.

Itulah sekilas atau potret dari Annangguru Bisri, kita perlu banyak belajar khususnya para santri di era sekarang, bahwa menuntut ilmu adalah merupakan keniscayaan untuk para generasi hari ini, kita perlu membaca biografi-biografi ulama-ulama dulu dalam keseriusannya dalam menapaki keilmuan. Pesan untuk generasi hari ini, jangan ada halte dalam penuntuan ilmu, agama kita telah memberikan pesan kepada kita bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib.

(Bumi Pambusuang, 31 Oktober 2023)


Opini LAINNYA