Menyikapi Gimik dan Intrik dalam pesta Demokrasi dengan Kacamata Moderas

Muh. Yusrang, Penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kab. Mamuju Tengah

Kurang lebih dua pekan kedepan masyarakat akan di hadapkan pada sebuah kondisi dimana mereka wajib memilih sosok yang akan memimpin mereka 5 tahun kedepan. Sosok yang akan memperjuangkan kesejahteraan mereka.

Kalau kita coba untuk mundur beberapa bulan ke belakang. Debat para calon pemimpin yang telah diselenggaran selama kurang lebih 4 kali. Setidaknya bisa menejadi pertimbangan bagi masyarakat untuk menentukan pilihan.

Selama perdebatan, bukan hanya debat calon pemimpin yang menyita perhatian melainkan debat para pendukung di balik gelanggang juga sangat sengit. Masing-masing mencari penguat argumentasi untuk menjelaskan gimik dan intrik yang dibuat oleh masing-masing pasangan.

Dan lebih jauh lagi. Debat merambah ke media sosial hingga group-group WhatsApp. Debat di media sosial pun tak kalah sengitnya bahkan saking sengitnya debat di media sosial khususnya di platform X (Twitter) pertarungan narasi sangat cepat terbangun. Bertebaran potongan video, meme dsb yang tak sedikit mengandung unsur Disinformasi dst.

Jengah, Iya. Tapi faktanya seperti itulah dunia maya kita saat ini. Lantas, bagaimana kita menyikapi kontestasi pesta demokrasi kali ini agar tidak menciptakan keretakan di tengah menguatnya persaingan. Maka, sebagai masyarakat yang santun dan menjunjung tinggi adab serta persaudaraan yang kuat. Tentunya kita harus menyikapinya secara berimbang. Kita wajib moderat dalam menyikapi perbedaan agar tidak mudah terpolarisasi.

Konsep moderat itu sendiri bisa kita lihat dari Pilar yang terdapat dalam Moderasi.

Komitmen Kebangsaan atau Cinta Tanah Air

Sebagai sebuah Bangsa. Tentunya dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai warga negara. Salah satu nilai yang perlu dipegang yaitu bagaimana komitmen kita terhadap nilai-nilai Kebangsaan atau cinta terhadap tanah air. Artinya, segala perbedaan yang telah terbangun sebagai sebuah keniscayaan tidak kemudian memperlebar keretakan melainkan tetap bersama-sama berjuang demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat indonesia.

Dan Wujud nyata dari kecintaan kita terhadap bangsa ini yaitu dengan ikut menyukseskan pesta demokrasi disetiap penyelenggaraannya. Tentunya dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan. Perihal kecintaan terhadap bangsa dan tanah ari ini, jauh hari telah di tanamkan oleh para pejuang bangsa termasuk kalangan alim ulama seperti sebuah ungkapan: “Hubbul Wathon Minal Iman, Cinta Tanah Air bagian dari Iman

Anti Kekerasan

Salah satu semangat yang perlu dimiliki dalam menunjukkan rasa kecintaan kita atas bangsa ini yaitu dengan memiliki semangat Anti kekerasan. Pergulatan narasi menuju pemilihan pemimpin tidak hanya di bubuhi gimik dan intrik melainkan juga mengandung Unsur kekerasan – kekerasan Verbal. Kalau menghitung – maka sudah tak terbilang kekerasan verbal yang terjadi bahkan pada kontestasi sebelum-sebelumnyanya. Hingga banyak yang terseret kedalam kasus hukum karenanya.

Oleh karena itu, salah satu semangat yang dipegang para Founding Fathers hingga berdirinya bangsa ini yaitu semangat Anti Kolonialisme dan Imperialisme. Jika di tafsirkan secara bebas maka semangat yang dimaksud ialah Anti Kekerasan baik secara Fisik maupun Non Fisik.

Semangat ini perlu kita jaga dan jadikan pegangan. Berbeda pilihan itu sah-sah saja namun yang paling utama ialah hindari kekerasan yang bisa memicu perpecahan.

Allah SWT mengingatkan kepada kita:

Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengaiaya)" (surat Al A'raf ayat 33)

Toleransi

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan yang senantiasa terus mengambil bagian dalam proses kehidupan manusia. Dalam prosesnya itu tidak hanya dapat berakibat positif melainkan juga berpotensi memicu pertikaian. Semuanya bergantung pada sikap dan cara pandang kita atas perbedaan tersebut.

Sekaitan dengan hal tersebut. Maka perbedaan dalam pilihan adalah sebuah kepastian. Hanya saja, bagaimana menyikapinya. Tentunya, sikap yang sangat tepat ialah Toleransi atau menghargai dan menghormati pilihan mereka yang berbeda dengan kita.

Jikalaupun ingin membangun ruang-ruang diskusi atas perbedaan tersebut, maka ditempuh dengan cara yang baik dan bijak. Sebab apa bila kita bisa menumbuhkan nilai-nilai Toleransi maka hal tersebut dapat menciptakan rasa aman, damai dan terteram ditengah perbedaan yang terjadi.

Pesan-pesan moderasi juga pernah disampaikan oleh Allah SWT melalui firmannya.

“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat Washatiyah (Pertengahan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS: Al-Baqarah: 143)

Umat Washatiyah yang di maksud ialah umat yang senantiasa mendorong nilai-nilai toleransi atau umat yang senantiasa menggunakan kacamata moderat. Menjadi sosok panutan dalam menyikapi perbedaan. Menjadi role model yang baik dan bijak dalam ruang-ruang diskusi bahkan debat. Menjadi filter atas potensi kekerasan yang akan terjadi akibat disminformasi dan seterusnya.

Semoga saja penyelenggaraan pemilihan pemimpin kali ini bisa berjalan dengan baik dan lancar. Senantisa mengedepankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan. Dan lebih penting dari itu. Sikap legowo menerima setiap keputusan yang telah di tetapkan. Toh pun, kalau menyampaikan kritikan jika mendapati kekeliruan atau pun kecurangan, dapat disampaikan dengan cara-cara yang beradab.

Selamat berkontestasi bagi yang terlibat didalamnya. Dan selamat menikmati tontonan tanpa anarkis bagi kita yang berada diluar ring pertarungan. Tetap jaga kondusifitas dan ketertiban. Tertibkan fikiran, lisan dan ketikan. Maka bukan tidak mungkin segala ikhtiar dan doa terkabulkan.

 

(Muh Yusrang, S.H)


Opini LAINNYA

Pesan Taqwa Di Mesjid Syuhada

Atas Nama Tuhan Minus Al-Rahman Al-Rahim

URGENSI SIRI'

Pesan Kemerdekaan

Tiga Pendekar Dari Jombang

Tradisi Hasyiyah Ulama Klasik