Membumikan Pesan Langit.  Oleh ilham Sopu

Membumikan Pesan Langit.  Oleh ilham Sopu

Polman - Dalam peringatan keagamaan selalu ada misi kemanusiaan yang terkandung di dalamnya, beberapa peringatan keagamaan dalam Islam seperti peringatan tahun baru Islam yang dikenal dengan tahun hijriah, peringatan Isra Mi’raj, peringatan maulid Nabi, dan peringatan-peringatan lainnya semuanya membawa misi kemanusiaan. Bukan hanya agama Islam, agama-agama lainnya punya misi kemanusiaan yang sama, karena hakekatnya agama itu dari Tuhan dan ditujukan untuk kemanusiaan.

Dalam ajaran Islam aspek kemanusiaan sangat mendominasi jika dibandingkan aspek lainnya, kalau merujuk ke ajaran dasar keislaman khususnya dalam rukun Islam, semuanya akan bermuara ke visi kemanusiaan dari ajaran Islam. Kalau kita menelaah hadis-hadis Nabi yang berkaitan dengan keimanan, hampir semua hadis-hadis tersebut, terkait dengan kehidupan sosial kemanusiaan.

Banyak hadis yang berbunyi “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir”, teks-teks eskatologis semacam ini akan berakhir atau terkait persoalan hubungan sosial dengan sesama manusia. Jadi dalam ajaran agama, istilah Islam ritual dan Islam sosial yang sering didengun-dengunkan oleh KH Mustafa Bisri, Islam ritual itu berkaitan dengan ibadah mahdha atau ibadah yang terkait langsung dengan Tuhan, misalnya shalat, berdoa, puasa, dan Islam sosial terkait dengan hubungan sesama manusia. Sekalipun pembagian ini bersifat dikotomis, tapi dalam realitas keagamaan tidak bisa dipisahkan. Pemisahan kedua simbolisme dalam beragama, itu akan punya dampak terhadap diterimanya amal oleh Tuhan.

Banyak diceritakan dalam hadis Nabi, yang biasa disampaikan oleh para Mubaligh, ada seorang wanita yang sangat bagus ibadah ritualnya, tapi ibadah sosialnya bermasalah, Nabi mengatakan bahwa perempuan itu di neraka. Ini artinya bahwa sebagus apapun ibadah ritual yang kita lakukan kalau tidak terkoneksi dengan ibadah sosial kemasyarakatan, itu akan bermasalah dihadapan Tuhan.

Contoh hadis lain, hadis ini juga yang menjadi langganan para Mubaligh adalah “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya”, di hadis ini, bahwa ciri keberimanan itu adalah menghormati tamu, beriman disamping mengandung aspek eskatologis, yakni keimanan, kepercayaan kepada Tuhan, juga harus terkoneksi dengan kehidupan sosial.

Penghormatan terhadap tamu, itu menjadi bukti nyata bahwa seseorang itu punya keimanan yang bagus, banyak hadis-hadis seperti ini, yang ditemukan dalam kitab-kitab hadis. Dengan merujuk ke ajaran-ajaran dasar agama, bahwa beragama itu punya visi yang jauh kedepan, yaitu visi kemanusiaan tentu saja dilandasi dengan visi eskatologis yaitu kepercayaan terhadap nilai-nilai dasar dalam beragama.

Pada peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad saw, ada hal yang sangat menarik terkait nilai-nilai keagamaan, Nabi berangkat dari bumi Makkah yakni mesjid Al Haram, pergi untuk menghadap ke Tuhannya. Nabi mengalami suatu peristiwa yang supranatural, Nabi berada dalam zona nyaman yakni sangat dekat dengan Tuhan. Itu adalah kebahagiaan sangat tinggi yang dialami oleh Nabi.

Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, Nabi mengalami suatu peristiwa yang menyedihkan, karena ditinggalkan oleh kedua pelindungnya menghadap ke sisi Tuhannya, yakni pamannya Abu Thalib, dan istrinya Khadijah binti khuwailid, keduanya adalah orang yang sangat berpengaruh dalam misi dakwah Muhammad.

Musibah atau ujian yang dialami Nabi, tentu akan sangat berpengaruh dalam perkembangan misi dakwah Nabi, dalam keadaan seperti itu secara psikologis kemanusiaan Nabi mengalami kesedihan, sehingga dalam sejarah Islam, keadaan itu disebut dengan ammul hazni atau tahun kesedihan. 

Tentu saja ini adalah bagian dari rencana Tuhan, ada hikmah dibalik kejadian yang dialami oleh Nabi, rupanya Tuhan ingin menyuntik Nabi dengan suntikan keilahian, lewat panggilan untuk berisra’ Mi’raj ke langit. Panggilan perjalanan ini adalah bentuk mukjizat yang sangat besar terhadap Nabi, karena merupakan perjalanan menuju Tuhan, ini adalah kehendak dari Tuhan untuk memanggil langsung Nabinya.

Suatu perjalanan yang punya makna yang dalam terhadap perjalanan dakwah atau misi ke depan. Isra dan Mi’raj adalah awal dari kesuksesan dakwah Nabi setelah lebih dari puluhan tahun melaksanakan tugas kenabian mengalami berbagai tantangan dan intimidasi yang dilakukan oleh kafir Quraisy.

Pengalaman berinteraksi dengan Malaikat Jibril dan silaturahim dengan para Nabi terdahulu dan pengalaman sangat dekat Tuhannya, itulah puncak dari peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi. Kenikmatan yang dirasakan oleh Nabi sekalipun sesaat dalam pandangan manusia, tetapi disitulah puncak kenikmatan yang pernah dirasakan oleh Nabi.

Nabi tidak berlama-lama menikmati kebersamaan dengan Tuhannya, Dia secepatnya kembali ke bumi untuk segera menyebarkan apa-apa yang didapat dalam perjalanan menuju Tuhannya, Nabi bukanlah makhluk yang egois yang hanya ingin menikmati kebersamaan dengan Tuhan.

Kenikmatan dalam beribadah atau bersama Tuhan, dalam perspektif Nabi, itu harus ditindaklanjuti dengan menyebarkan kenikmatan kepada umatnya. Kasih sayang Tuhan terhadap Nabi, dan kasih sayang itu akan diteruskan oleh Nabi terhadap sahabat dan seluruh umatnya.

Itulah salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari perjalan Nabi, Nabi menuju kepada Tuhan, berangkat dari bumi Makkah menghadap ke Tuhannya dan mendapatkan curahan nikmat yang sangat besar dari Tuhan, dan Nabi bercepat-cepat kembali ke bumi Makkah untuk menyebarkan secepatnya kenikmatan itu kepada seluruh umatnya.

(Bumi Pambusuang, 9 Pebruari 2023)

Kontributor : Mahmuddin Hakim


Opini LAINNYA