Islam Marah, Islam Ramah

Ilham Sopu

Orang indonesia memang paling kreatif membuat istilah-istilah keagamaan. Teringat di tahun 90an, ada beberapa cendekiawan muslim yang melabeli bukunya dengan nama-nama tertentu, seperti islam alternatif, islam aktual, islam aplikatif, islam inklusif, islam kosmopolit, pribumisasi islam, tauhid sosial, islam ritual, islam sosial, islam ditinjau dalam berbagai aspeknya, semuanya itu untuk memudahkan pembahasan terhadap tema yang ada dalam buku itu. Yang sebenarnya islam itu cuma satu tapi untuk memfokuskan satu pembahasan dalam berbagai tema dalam keislaman sehingga dipersempitlah satu pokok bahasan supaya lebih runtut pembahasannya. 

Namun ada juga yang membuat istilah keislaman yang bernada negatif, seperti islam fundamentalis, islam garis keras, islam garis lucu, islam hitam putih, islam sumbu pendek, islam marah, peristilahan-peristihan seperti itu muncul karena sesuai dengan pemikiran yang mewakilihnya. Polarisasi pemikiran seperti ini, itu akibat berbagai penafsiran yang ditimbulkan terhadap teks-teks keagamaan, di satu sisi muncul penafsiran tekstual terhadap teks keagamaan di sisi yang lain ada penafsiran yang sifatnya kontekstual. 

Penafsiran tekstual akan melahirkan pemahaman yang kaku terhadap islam, dan penafsiran yang kontekstual akan melahirkan islam yang dinamis, islam yang fleksibel. Dalam sejarahnya ada aliran yang sangat tekstualis, betul-betul tidak keluar dari lafadz Quran misal khawarij, aliran sangat kaku dalam memahami islam dan cepat memberikan label kafir terhadap aliran yang tidak sefaham dengan fahamnya. Aliran ini dalam perkembangan sejarah tetap eksis walaupun memakai baju yang lain tapi misinya tetap sama sebagai aliran yang mengedapankan tekstualitas dalam memahami teks teks keagamaan.

Dalam perkembangan kekinian para pakar di bidang keagamaan mencoba memberikan penamaan baru terhadap khawarij dengan nama baru yakni neo khawarij sebagai kelanjutan dari faham faham khawari pada masa dulu, neo khawarij ini sudah melebarkan sayapnya di berbagai negara. Indonesia pasca reformasi, sudah banyak dimasuki varian-varian aliran keagamaan, mereka bebas mengembangkan dirinya, hampir semua daerah di indonesia menjadi lahan yang subur untuk pengembangan aliran-aliran, baik yang model anak kandung dari khawarij maupun aliran-aliran yang sudah sangat mapan sebelumnya yakni ahli sunnah waljamaah. 

Muhammadiyah dan NU dua organisasi terbesar di indonesia yang beraliran sunni tapi ada perbedaan-perbedaan kecil di antara kedua organisasi ini dalam meramu keislaman yang disampaikan kepada jamaahnya. Muhammdiyah lebih diidentikkan sebagai penganut islam modernis sedangkan NU dilabelkan sebagai organisasi islam tradisional, mungkin karena banyak mempertahankan tradisi-tradisi yang ada di indonesia. Sedangkan Muhammadiyah lebih banyak membid'akan, sebagai ciri dari organisasi puritanisme. 

Tapi dalam perkembangannya kedua organisasi ini lebih banyak menemukan titik temu, keduanya mengembangkan orientasi dakwah kultural. Muhammadiyah sudah mulai terbuka dan mengakomodir terhadap budaya-budaya yang ada di indonesia, sebaliknya NU sudah banyak kadernya yang punya pemikiran yang sangat modern. Bahkan disinyalir sebagai punya generasi yang agak liberal dalam memahami islam.  Kedua organisasi ini disimbolkan sebagai organisasi yang moderat, yang toleran, yang tasamuh, dan masuk dalam kategori sebagai islam yang ramah, itu karena elit-elit kedua organisasi sangat dikenal punya wawasan keagamaan yang moderat dan punya pemahaman nilai-nilai keindonesiaan yang mendalam. 

Secara personal indonesia sangat beruntung karena masih banyak memiliki tokoh-tokoh yang dianggap punya pemikiran yang moderat dan wawasan keislaman yang sangat luas, inilah yang menjadi penyanggah eksistensi islam yang ramah di indonesia, islam yang mengedepankan kedamaian, persatuan, tidak fanatisme buta, dan sangat toleran, menghargai pluralisme. Kita sangat menghargai keberadaan kedua organisasi islam ini maupun pemikir-pemikir yang secara personal punya kans yang besar dalam mempertahankan islam yang ramah.

Kedua model pemahaman keislaman ini yakni islam marah dan islam ramah keduanya menyampaikan dakwah islam dalam versi pemahaman yang berbeda. Dan masing masing punya lahan dakwah. Di satu sisi islam model pertama mencoba menerjemahkan islam secara kaku dan kurang menghargai budaya-budaya lokal atau lokal wisdom yang sudah mengakar sejak lama. Pemahaman islam yang coba dikembangkan tidak memperhatikan islam sebagai paham yang universal yang butuh pemahaman yang dinamis dari zaman ke zaman. 

Di sisi yang lain model yang kedua adalah islam ramah inilah model keislaman yang mengedepankan islam sebagai rahmatan lil alamin, yang lebih mengedepankan akhlak dalam menjalankan misi dakwah, sangat toleran dengan penganut agama-agama yang lain, tidak mudah menyalahkan atau mengkafirkan kepada aliran yang tidak sepaham, sangat menghargai pluralitas dan multikulturalisme. (Pambusuang,Mei 2023)


Opini LAINNYA