Indonesia Dalam Perspektif Pluralisme

Oleh : Ilham Sopu

Keberagaman adalah keniscayaan. Hal itu telah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa yang memiliki rasa nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sebelum kemerdekaan, Nusantara ini dihuni oleh berbagai macam suku, budaya, agama, dan kepercayaan-kepercayaan lokal. Suatu kekayaan yang tidak dimiliki oleh negara-negara di belahan dunia lain. 

Perjuangan kemerdekaan berada dalam suatu rentang sejarah sangat panjang sejak masa kerajaan sampai perjuangan untuk membebaskan diri secara mandiri dari cengkraman kolonialisme. Para pejuang kemerdekaan yang berasal dari berbagai agama, suku, budaya, bahasa dengan semangat keikhlasannya yang begitu dalam untuk kemerdekaan bangsa.

Para pendiri bangsa membuang jauh rasa primordialisme, sebaliknya lebih mengedepankan rasa persatuan. Hal yang sangat menarik ketika mereka merumuskan pancasila sebagai dasar negara. Pancasila semula disusun dan dirumuskan menjadi versi piagam Jakarta dengan sila pertamanya yang berisi kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya.

Negarawan Muhammad Hatta mencoba untuk memediasi usulan tersebut ke para tokoh-tokoh bangsa yang terlibat dalam perumusan pancasila sebagai dasar negara. Akhirnya berkat penjelasan Muhammad Hatta yang sangat rasional dan sesuai dengan kondisi bangsa yang majemuk maka disepakati penghilangan tujuh kata dari sila pertama tersebut. Inilah kebesaran hati para pendiri bangsa dan ingin melihat Indonesia langgeng dalam jangka waktu ke depan.

Pemikiran-pemikiran para tokoh pejuang kemerdekaan itulah perlu kita lanjutkan sebagai bahan literasi yang penting untuk generasi hari ini dan masa depan. Para pemimpin bangsa, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah, seharusnya banyak belajar kepada para tokoh bangsa yang telah memberikan landasan terhadap negara atau bangsa yang sangat besar.

Salah satu hal yang menonjol dari para pendiri bangsa adalah jiwa toleransi dan sikap moderat dalam menyikapi perbedaan pendapat. Setidaknya ada dua latar belakang mazhab kebangsaan yang dianut para pendiri bangsa yaitu nasionalis religius dan ada sekuler religius. Sekalipun keduanya berbeda dalam memaknai pendirian negara bangsa, namun ujungnya mereka tetap menyepakati pancasila sebagai dasar negara.

Seiring berjalannya waktu, munculnya kelompok yang anti terhadap kebhinekaan dan pluralitas tentu menjadi ancaman bagi kondisi negara bangsa (nation state) saat ini. Misalnya, adanya kelompok atau mazhab yang ingin merongrong pancasila dan menggantikan dengan ideologi lain seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan kelompok-kelompok lain yang memiliki misi sama. Untuk melawan gerakan-gerakan tersebut, maka kita perlu menyebarkan lagi secara masif pemikiran-pemikiran yang dilandasi pancasila yakni menghargai perbedaan dan keragaman sebagai jati diri bangsa.

Keberadaan organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut memberikan kontribusi pemikiran terhadap eksistensi negara bangsa. Para cendekiawan dan ulama dari kedua organisasi tersebut turut berperan aktif dalam memberikan pencerahan pemahaman keagamaan yang inklusif, moderat, toleran, menghargai perbedaan, dan mencari titik temu dari perbedaan agama. Selain itu, lembaga-lembaga non-profit seperti Institut Leimena dan Maarif Institut juga memiliki pengaruh besar dalam mengampanyekan ajaran agama yang mengedepankan nilai-nilai perdamaian, kebangsaan, dan keindonesiaan.

Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dikerjakan Institut Leimena bersama Maarif Institute dan lembaga-lembaga lainnya berperan signifikan untuk mengarusutamakan pemikiran-pemikiran para pendiri bangsa yang inklusif dan toleran. Program LKLB berkontribusi dalam menghalau gerakan-gerakan transnasional yang mengedepankan nilai-nilai keagamaan garis keras dan bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.

Kegiatan-kegiatan dalam program LKLB mengedepankan pendidikan lintas agama untuk mencari titik temu diantara perbedaan dan mengusahakan toleransi antar umat beragama. Materi-materi yang disajikan sangat bervariatif mulai dari ajaran yang sifatnya teologi dari berbagai agama dan ajaran yang bersifat sosial kemanusiaan.

Program LKLB juga mengundang narasumber dengan kapasitas intelektual luar biasa antara lain Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga dan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Amin Abdullah dan Mantan Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur tengah dan Organisasi Kerjasama Islam, Dr. Alwi Shihab. Keduanya merupakan cendekiawan Muslim yang pemikirannya sudah sangat diakui dan menonjol dalam pemahaman lintas agama. Program LKLB juga menghadirkan narasumber-narasumber nasional dan global antara lain seperti Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, dan Senior Fellow University of Washington Dr. Chris Seiple.

Kita punya tugas yang berat untuk setia menjaga persatuan negara bangsa yang telah dirintis oleh para pendiri bangsa. Di sinilah program LKLB yang diikuti oleh para guru dan pendidik lainnya, memiliki andil besar untuk terus menyuarakan nilai-nilai toleransi dan sikap terbuka terhadap perbedaan demi tujuan bersama yaitu kemakmuran dan kemajuan bangsa.


(Bumi Pambusuang, 14 Oktober 2023)


Opini LAINNYA