Idul Adha, Sacrifice For Others

(Anton Ranteallo, SS, M.Pd - Penyuluh Agama Kankemenag Mamuju)

Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah tahun ini jatuh pada tanggal 29 Juni. Perayaan rohani tahunan ini tidak boleh terlewatkan untuk dirayakan karena ada banyak makna yang dapat dipetik dari perayaan tersebut. Hari Raya Idul Adha adalah hari besar umat Islam yang dirayakan di seluruh dunia. Idul Adha atau “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan atau pengorbanan untuk memperingati Ismail (Ishak) yang akan dikorbankan oleh Nabi Ibrahim (Abraham) ayahnya demi Allah. Hari raya ini diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijah tahun Hijriah.

Dalam kultur masyarakat Indonesia, hari raya Idul Adha memiliki nama lain yaitu, lebaran qurban dan lebaran haji. Alasan mengapa hari raya qurban disebut juga dengan idul haji atau hari raya haji karena hari raya ini terjadi pada bulan Dzulhijjah, yaitu bulan dimana orang-orang dari seluruh dunia datang ke Makkah al-Mukarromah untuk mengikuti ibadah haji. Saat ini kita dapat meyaksikan berjuta orang datang di Mekkah untuk melakukan ibadah haji sebagai rukun kelima dalam Islam bagi yang mampu.

Kurban, sacriface sebagai kata serapan dari bahasa Arab artinya pendekatan. Kurban adalah penyembelihan hewan ternak dalam rangka pendekatan atau penyerahan diri kepada Allah secara total. Perayaan tahunan umat Islam ini memiliki banyak makna sebagai pesan simbolik yang mengandung pembelajaran. Kita dapat menyebut beberapa makna dari perayaan Idul Adha. Pertama, Idul Adha untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan. Takwa berarti ketaatan manusia secara total dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu indikator ketakwaan adalah kepedulian terhadap sesama manusia. Kedua, Idul Adha adalah penghormatan terhadap orang tua. Idul Adha menjadi sebuah peristiwa untuk memaknai bagaimana Nabi Ismail patuh dan mendengarkan setiap perkataan Nabi Ibrahim selaku orangtuanya. Maka itu, Idul Adha dimaknai sebagai bentuk ketaatan kepada orang tua dalam berbagai hal. Misalnya, membantu dengan ikhlas, menyayangi orangtua, menghormati orangtua, dan terlebih mendoakan orangtua agar tetap sehat dan kuat menjalai kehidupan yang Tuhan berikan.

Substansi lain dari perayaan Idul Adha adalah pengorbanan (sacriface) seseorang terhadap yang lain atau sesama. Maka Idul Adha juga berarti kerelaan berbagi dengan sesama terlebih kepada yang lemah dan menderita, the have Not. Secara praksis hari raya kurban ini diimplementasikan melalui pembagian daging hasil kurban kepada orang-orang sekitar, terlebih bagi mereka yang tidak mampu. Dengan demikian orang lain bisa merasakan kebahagiaan yang sama kita rasakan karena saling berbagi. Namun, sikap berbagi ini sejatinya tidak perlu menunggu perayaan seperti ini tetapi sudah harus menjadi habitus dalam kehidupan kita. Untuk itu, melalui perayaan Idul Adha ini menjadi momentum bagi kita untuk semakin mampu berbagi suka bagi orang lain.

Tradisi lain yang terkandung dalam momentum Idul Adha adalah melakukan silaturahmi dengan orang lain. Kita berkumpul bersama dengan keluarga dan handai taulan untuk bergembira bersama mempererat tali silahturahmi, memupuk rasa empati dan kasih sayang.  Untuk itu, perlu membiasakan diri menyisihkan sebagian harta untuk kebaikan bersama (bonum commune) dan berbagi kepada sesama yang membutuhkan (others).

Idul Adha sebagai sebuah tindakan sosial yang bermakna pengorbanan berarti kemauan memberikan segala sesuatu yang dimiliki baik materil maupun pikiran untuk sesuatu yang dianggap penting dan baik. Pengorbanan sejatinya dilakukan dari hati yang paling tulus. Kita dapat menyebut berbagai pengorbanan dalam hidup ini, misalnya:  pengorbanan waktu, uang, jiwa, tenaga, pikiran dan lain-lain. Didalam hidup pasti kita akan menemukan suatu tindakan pengorbanan karna pengorbanan akan melatih kita menjadi orang yang lebih baik lagi. Siaplah kita?

Idul Adha yang identik dengan qurban bukan semata-mata menyembelih hewan saja dan dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin. Namun, secara filosofis, pengorbanan bisa berdimensi luas. Pengorbanan juga sebagai sebuah konsekuensi logis dari keyakinan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang mesti terus diperjuangkan untuk mencapai keselamatan Dengan demikian penyakit individualisme, hedonisme, kesombongan, keserakahan, arogansi, kedengkian serta penyakit mental dan sosial lainnya itu bisa diatasi. Hanya kepasrahan diri dan kerendahan hati dan pengendalian diri yang bisa menjawab segala penyakit mental dan sosial itu.

Kita berharap dengan pengorbanan ini sebagaimana yang telah diteladankan oleh nabi Ismail menjadi habitus bagi kita untuk benar-benar mampu membangun suatu masyarakat yang taat kepada Tuhan dengan kehidupan yang penuh damai, cinta, dan peduli dengan sesama. Semoga di hari raya Idul Adha ini semua umat tidak hanya umat Islam semakin meyadari akan makna sebuah pengorbanan yang dapat melahirkan kebaikan bahkan keselamatan bagi diri dan orang lain. Mari kita belajar berkorban dan bersedekah kepada orang lain agar dimensi sosial dan religius kita semakin nyata. Semoga!


Opini LAINNYA

Pesan Taqwa Di Mesjid Syuhada

Atas Nama Tuhan Minus Al-Rahman Al-Rahim

URGENSI SIRI'

Pesan Kemerdekaan

Tiga Pendekar Dari Jombang

Tradisi Hasyiyah Ulama Klasik