Hirarki Beragama, Oleh : Ilham Sopu

Hirarki Beragama, Oleh : Ilham Sopu

Kita baru saja meninggalkan bulan ramadhan, kita berharap dapat mendapatkan fasilitas ramadhan yang begitu banyak, mulai dari Rahmat Tuhan yang begitu berlimpah, magfirahnya atau pengampunan Tuhan yang sangat luas, dan pembebasan dari api neraka, setidaknya itulah yang banyak disinggung oleh para Muballig di bulan ramadhan. Pembagian bulan ramadhan dalam tiga kategori di atas adalah untuk memudahkan umat khususnya yang masih kategori awam dalam memahami agama dan mengamalkan ajaran agamanya secara mudah. 

Itulah metode ulama dulu dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada umat, supaya lebih cepat memberikan pemahaman keagamaan secara lebih mudah dan sesuai tingkatan-tingkatan dalam pemahaman keagamaan. Ini sangat bersesuaian ketika Jibril mendatangi Muhammad saw, dan menanyakan tentang trilogi ajaran Islam, yang dimulai dengan menanyakan tentang, apa itu iman, menyusul tentang Islam dan yang terakhir menanyakan tentang Ihsan. Apa yang ditanyakan oleh Jibril kepada Muhammad saw adalah bagian dari hirarki dalam belajar agama.

Dalam hirarki rukun Islam, syahadat menempati posisi pertama, karena syahadat itu merupakan pondasi dari seluruh ajaran agama, rukun-rukun yang lain itu mengandung nilai-nilai syahadat, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Ada nilai-nilai keilahian dalam shalat begitupun dengan rukun lainnya. Syahadat ini tidak lain adalah akar dari keimanan. Kehadiran Jibril kepada Muhammad saw, dan menanyakan trilogi ajaran agama yakni Iman, Islam dan Ihsan, bukanlah mengajari Muhammad tentang agama, tetapi mengajari para sahabat yang hadir pada waktu itu. Karena para sahabat pada waktu itu bertanya kepada Nabi tentang siapa tadi yang bertanya tentang pilar-pilar agama, bertanya sekaligus membenarkan jawaban Nabi. Jawaban Nabi kepada para sahabat, itu tadi adalah Jibril, yang turun untuk mengajari kamu tentang agama.

Urutan-urutan atau hirarki-hirarki seperti diatas adalah metode dalam belajar agama, model-model seperti ini banyak disinggung dalam Al-Qur'an, kalau mengkaji ayat puasa yakni surah Al-Baqarah 183 yang menjadi dasar dalam pelaksanaan ibadah puasa, itu juga mengandung hirarki seperti diatas, yang ditanyakan Jibril kepada Muhammad saw, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau kita menelaah ayat tentang diwajibkannya berpuasa, itu juga mengandung hirarki dalam beragama. Ayat ini dimulai kepada panggilan orang-orang yang beriman, dasar dari berpuasa adalah untuk orang-orang beriman, ini adalah hirarki yang pertama dalam melaksanakan ibadah puasa. 

Kemudian dilanjutkan dengan pengamalan syariat atau Islam yaitu diwajibkan untuk berpuasa sebagai hirarki yang kedua, dan akhiri dengan, semoga kamu menjadi orang bertaqwa, diayat ini terkandung tiga pilar dalam pelaksanaan beragama sebagaimana yang dipertanyakan oleh Jibril kepada Muhammad saw, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Sekalipun ada hirarki semacam ini, namun dalam pelaksanaan keberagaman itu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kalau kita kembali ke zaman Nabi sebagai zaman ideal dalam pelaksanaan keberagaman, sekalipun ada istilah Iman, Islam dan Ihsan sudah dipopulerkan oleh Jibril bersama dengan Nabi, tapi pelaksanaan keberagaman dalam konteks sosial Nabi dengan para sahabatnya tidak ada dikotomis antara ketiga term tersebut.

Zaman Nabi adalah zaman ideal dalam pelaksanaan keberagaman, dan memang Nabi sudah memberikan statement bahwa zamannya adalah zaman yang terbaik kemudian menyusul zamannya berikutnya. Idealisasi pelaksanaan keberagaman di zaman Nabi, itu sangat ditunjang oleh figur sentral Nabi, sebagai sosok sumber kebaikan dan penerima Wahyu langsung dari Tuhan melalui Jibril, dan distribusi Wahyu atau teks keagamaan langsung disebar oleh Nabi kepada para sahabatnya, dan Nabi memberikan contoh keteladanan terhadap pelaksanaan teks-teks yang diterima dari Tuhannya.

Teorisasi ajaran agama di zaman Nabi tidak terlalu populer karena langsung teraktualisasi pada diri Nabi, dan para sahabat langsung mencontoh, apa yang dipraktekkan oleh Nabi. Dalam konteks hari ini, karena kita krisis keteladanan, cara keberagaman tetap kita butuhkan penjelasan-penjelasan atau term-term keagamaan seperti yang pernah dipopulerkan oleh Jibril, melalui pertanyaannya kepada Nabi, tentang Iman, Islam dan Islam, walupun secara konteks ketiganya menyatu dalam perbuatan yang baik atau akhlakul karimah.

(Bumi Pambusuang, 27 April 2023)


Opini LAINNYA