Pada umumnya Umat Islam saat berbuka puasa membaca doa berikut,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمأُ وابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأجْرُ إِنْ شاءَ اللَّهُ تَعالى
Doa ini merupakan gabungan dua riwayat. Pertama, riwayat dari Mu’adz bin Zuhrah,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Artinya: Ya Allah hanya untuk-Mu kami berpuasa dan atas rezeki yang Engkau berikan kami berbuka.
Kedua, riwayat dari Abdullah bin Umar,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Artinya: Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala tetap, insyaallah.
Terkadang pula ditambahkan dengan kata "wabika aman tu" (dan kepada mu kami beriman) pada setelah lafaz "allahuma laka sumtu". Hal tersebut tidaklah mengapa sebab doa tidak terbatas pada riwayat.
Pertanyaannya, doa buka puasa tersebut apakah dibaca sebelum atau setelah buka?
Jika melihat aspek maknanya,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ
Secara linguistik kalimat tersebut berbetuk fiil madhi (kata kerja lampau) sehingga jika diterjemahkan, menjadi, "telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah"
Kondisi ini menunjukan bahwa orang telah berbuka puasa karena telah hilang rasa haus, urat tenggorokan juga telah basah setalah minum atau berbuka. Jadi dari aspek makna doa ini dibaca setelah berbuka.
Argumentasi ini juga sejalan dengan pandangan Wahba Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuh yang menyebutkan bahwa diantara Sunnah puasa adalah,
الدعاء عقب الفطر
Artinya: Berdoa setelah berbuka
Adapun kebiasaan Umat Islam yang membaca doa tersebut sebelum berbuka tentu tidak papa. Namun membaca setelah berbuka adalah Kamal al-Sunnah (kesempurnaan sunnah).