Annangguru Syahid Rasyid dan Kitab Kuning

Oleh Ilham Sopu

Sosok Kyai atau dalam bahasa mandar "Annangguru", adalah sosok yang menarik untuk diperbincangkan. Pambusuang sebagai salah satu kampung yang banyak melahirkan Ulama atau Kyai, biasa juga disebut kampung santri. Pengkaderan ulama di Pambusuang, sudah berlangsung sejak dulu, dari satu generasi ke generasi berlangsung secara bersinambung. Penulis sebagai putra Pambusuang banyak mengamati perkembangan pengajian di Pambusuang sejak era 70 sampai sekarang. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari era dulu dan sekarang dalam semangat pengkaderan Ulama di Pambusuang. Selalu ada tokoh-tokoh atau Kyai pelanjut dalam melakukan pengkaderan Ulama di Pambusuang. Dari generasi ke generasi selalu ada yang tampil dalam memberikan pengajian atau pengkaderan kepada generasi berikutnya. Tokoh-tokoh kelahiran 60 an sampai 80 an yang menjadi pemegang generasi sekarang ini dalam melakukan pengkaderan.

Tokoh-tokoh seperti Kyai Bisri, KH Syahid Rasyid, Kyai Munu Kamaluddin, KH Rasyid Asis, dan sejumlah generasi berikutnya tampil secara serius dalam membina pengajian di Pambusuang. Para santri disamping berasal dari Pambusuang juga banyak berasal dari luar Pambusuang, bahkan banyak berada di luar kabupaten Polewali Mandar. Salah satu Kyai yang paling masif melakukan pengajian atau pengkaderan para santri adalah KH Abdul Syahid Rasyid, atau lebih familier dipanggil Annangguru Syahid. Sejak kecil Annangguru dikenal sangat haus dalam pencarian ilmu. Hampir seluruh ulama-ulama sepuh dikunjungi untuk belajar mengaji kitab kepada mereka.

Bukan hanya di Pambusuang, mengais ilmu agama khususnya dalam pembacaan kitab kuning, bahkan banyak Kyai-kyai di luar Pambusuang, seperti di daerah Polewali, Wonomulyo, Campalagian dan daerah-daerah lainnya dikunjungi untuk mendapatkan secercah ilmu dari seorang Kyai atau Annangguru. Masa muda Annangguru Syahid dihabiskan waktunya dalam pencarian ilmu. Disamping mendalami berbagai kitab kuning, salah satu yang menjadi kelebihan Annangguru Syahid adalah sejak muda sangat kuat membaca buku, beliau dikenal sebagai kutu buku, dan luar biasanya, dia tidak membaca buku-buku agama saja, tetapi buku-buku umum yang eksak juga dilahap, sehingga wawasan keilmuannya sangat holistik. Disinilah yang menjadi kelebihan dari Annangguru Syahid, dibandingkan dengan Kyai-kyai lainnya yang ada di Pambusuang.

Dalam perjalanan proses pembelajaran ilmu baca kitab kuning atau kajian kitab kuning, sejak awal-awal dalam belajar mengkaji kitab kuning, Annangguru Syahid juga sering mengikuti pengajian di berbagai mesjid d Pambusuang yang dibawakan para Annangguru senior, seringkali ada bacaan-bacaan yang sulit dipecahkan atau sulit diterjemahkan, sehingga Kyai yang membawakan materi pengajian meminta pendapat Annangguru Syahid yang ketika itu  masih sangat muda, dapat memberikan jawaban atau memecahkan masalah yang sulit dipecahkan oleh Annangguru yang membawakan pengajian.

Penguasaan Annangguru Syahid terhadap ilmu-ilmu dalam membaca kitab, seperti Nahwu, Sharaf, balaga, ilmu arud atau ilmu tentang syair arab, itu sangat matang  dalam penguasaan Annangguru Syahid. Salah satu ilmu yang masih minim di kaji para Annangguru di Pambusuang adalah ilmu arud atau ilmu tentang syair arab, ilmu ini memang langka karena tidak terlalu besar peranannya dalam proses pembacaan kitab kuning. Hampir seluruh Annangguru di Pambusuang kurang memperhatikan ilmu ini, karena tidak terlalu punya peran dalam proses pembacaan kitab seperti halnya ilmu nahwu dan ilmu Sharaf. Disinilah kelebihan dari Annangguru Syahid karena dia dapat menguasai ilmu ini sama dengan ilmu-ilmu lainnya.

Dalam konteks Pambusuang sejak dulu sampai sekarang kebanyakan Annangguru lebih tertarik dengan mengkaji kitab-kitab fiqh, karena ilmu lebih terkait langsung dengan persoalan-persoalan yang banyak muncul di masyarakat, dan terkait dengan cara-cara peribadatan sehari-hari. Dan Annangguru Syahid sejak awal mendalami kajian kitab kuning memang lebih banyak mengkaji kitab-kitab fiqh, dan itu juga ciri khas ulama-ulama atau Annangguru di Pambusuang yaitu sangat tertarik dengan ilmu fiqh.

Di mesjid Pambusuang dari dulu sampai sekarang, menjadi tempat untuk kajian-kajian agama dengan referensi kitab kuning dan membahas berbagai ilmu. Kebanyakan para Annangguru yang mengajar di mesjid Pambusuang menggunakan referensi kitab-kitab klasik, mulai dari materi fiqh, hadis, tafsir, dan tasawuf. Dan Annangguru Syahid membawakan pengajian di mesjid ini, dia mengajarkan  kitab fiqh klasik yakni Fathul Mu'in, kitab ini adalah kitab rujukan di seluruh Pesantren tradisional di Indonesia, termasuk di Pambusuang, bacaan wajib yang di baca para Annangguru-Annangguru terdahulu, dan sekarang ini, kitab ini di kaji oleh Annangguru Syahid di Pambusuang. Kitab ini termasuk kitab yang berat dikaji oleh para santri di Pambusuang.

Pengajian yang dibina Annangguru Syahid, dimulai dari kitab-kitab dasar sampai kitab-kitab yang tebal. Dengan tetap konsisten menggunakan bentuk pengajian tradisional dengan kitab klasik namun pengalaman dalam mengajarkan kitab-kitab kuning tersebut, dia juga mencoba berinovasi khususnya dalam kajian nahwu dan sharaf, dia menciptakan metode untuk lebih cepat memahami ilmu nahwu, dengan menciptakan ilmu nahwu gantung, dengan metode ini para santri lebih mudah memahami atau belajar ilmu nahwu yang dikenal cepat dalam mempelajari cara membaca kitab.

Annangguru Syahid bukan hanya berkiprah di dunia kitab kuning, tetapi dia sangat masyhur menyampaikan ceramah agama, sebagaimana para Annangguru Pambusuang, dia punya gaya tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan agama,  yang diselingi humor-humor ala Pambusuang. Walaupun sangat mahir dalam menyampaikan ceramah, namun Annangguru Syahid lebih mengedepankan pengajian kitab, memberikan pengajian dan itu menjadi bagian dari kehidupannya,tiada hari tanpa mengaji kitab kuning bersama dengan santri-santrinya.

Selamat ulang tahun yang 55 Annangguru

(Bumi Pambusuang, 21 Pebruari 2024)


Opini LAINNYA

Pesan Taqwa Di Mesjid Syuhada

Atas Nama Tuhan Minus Al-Rahman Al-Rahim

URGENSI SIRI'

Pesan Kemerdekaan

Tiga Pendekar Dari Jombang

Tradisi Hasyiyah Ulama Klasik