Judul diatas adalah istilah penulis, maksudnya adalah bahwa amal yang kita kerjakan sehari-hari itu bisa menjadi solusi dalam kehidupan kita ketika kita menghadapi kesulitan. Dalam beragama khususnya dalam amalan-amalan yang diamalkan oleh kalangan Islam tradisional atau dikalangan ilmu terekat, sangat familier istilah tawassul, suatu cara beragama yang menitikberatkan dengan mengambil wasilah-wasilah dari para ulama yang dikenal dekat dengan Tuhan, dikalangan penganut islam modernis, mereka sangat anti dengan praktek-praktek yang dilakukan oleh para kalangan Islam tradisional.
Namun dalam perspektif yang lain, diluar kedua dari mainstream diatas, seperti yang pernah dipopulerkan Kang Jalal panggilan akrab Almarhum Dr KH Jalaluddin Rakhmat, salah satu cendekiawan terkemuka yang sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya berupa buku, dalam suatu tulisannya pernah mempopulerkan istilah "tawassul bi Al amal", yaitu berdoa dengan menyebut amal-amal terbaik yang pernah dilakukan oleh seseorang.
Dalam Al-Qur'an dikatakan "Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapakah diantara kamu yang paling baik amalnya" (QS.67.2). Disini Al-Qur'an menggarisbawahi kata ahsanu amala, yang terbaik amalnya, Al-Qur'an tidak menggunakan aksaru amala, yang terbanyak amalnya. Al-Qur'an sangat mengedepankan kualitas amal, bukan berarti mengabaikan aspek kuantitas, karena kadang juga Al-Qur'an menyuruh kita untuk berdzikir yang banyak.
Alangkah bagusnya kalau aspek kualitas dan aspek kuantitas dipadu dalam suatu ibadah. Itulah yang terbaik, disamping ibadah banyak juga didasari dengan kualitas suatu ibadah. Tentu saja yang dimaksud dengan kualitas suatu ibadah adalah ibadah yang dasari dengan iman yang kuat, atau aspek-aspek imania itu diterjemahkan dalam amal sosial. Atau penyatuan antara ilmu dan iman itu akan melahirkan kualitas amal yang baik. Dalam banyak hadis Nabi dikatakan, bahwa aspek keimanan harus ditindak lanjuti dengan amal yang baik, atau amal yang baik itu harus didasari dengan iman yang baik.
Itulah sebabnya, dalam Al-Qur'an kata-kata iman, itu selalu berdampingan dengan amal saleh. Dan ini sangat sejalan dengan banyak hadis Nabi bahwa iman itu outputnya adalah amal saleh, kemudian akan melahirkan akhlak. Disinilah relevansinya ketika suatu ketika Jibril mendatangi Nabi yang sementara berkumpul dengan para sahabatnya bertanya tentang iman, Islam dan Ihsan. Secara hirarkis Jibril menanyakan iman, kemudian Islam dan berikutnya adalah Ihsan, dan ketiganya saling terkait. Kehadiran Jibril kepada Muhammad saw, bertanya tentang iman, Islam dan Ihsan adalah untuk mengajar kepada para sahabat Nabi tentang cara beragama dengan benar.
Dengan mengacu kepada pengajaran Jibril, melalui pertanyaan yang diajukan kepada Muhammad Saw, itu akan melahirkan kualitas amal, yaitu dengan memperkokoh iman akan melahirkan kualitas amal yang baik. Islam adalah agama sangat mementingkan kualitas amal, itu karena seluruh ibadah dalam islam dimulai dengan pendasaran niat, dan niat itu adalah modal yang sangat penting kearah peningkatan kualitas amal.
Dan keberadaan amal saleh punya ciri yang berganda, disamping amal saleh sebagai modal yang sangat berharga untuk keselamatan kita kedepan, yakni diakhirat kelak, amal saleh juga bisa menjadi penolong ketika kita menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan ini, itulah yang diceritakan oleh Dr KH Jalaluddin Rakhmat dalam satu bukunya bahwa amal saleh bisa dijadikan "tawassul bi Al amal", maksudnya adalah ketika kita menghadapi suatu kesulitan, kita bisa menjadikan amal saleh yang pernah dilakukan dengan baik untuk mengaduh kepada Tuhan dengan menyebut amal saleh yang terbaik dalam doa kita.
Suatu ketika Nabi saw bercerita kepada para sahabatnya, Nabi berkisah, bahwa dulu ada tiga yang bepergian melewati suatu gunung, ditengah jalan karena ingin beristirahat masuklah bertiga kedalam suatu gua, setelah bertiga berada dalam gua tersebut tiba-tiba ada batu yang jatuh dari atas dan menutup pintu gua tersebut, dan mereka bertiga tidak bisa menggeser pintu gua tersebut dengan kekuatan fisik mereka, lalu ketiganya bermusyawarah, lalu satu orang dari mereka berkata kepada yang lain, bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan dari gua ini selain kita berdoa kepada Tuhan, hanya kekuatan supranatul-lah yang bisa membuka batu tersebut. Masing-masing ketiga orang ini berdoa kepada Tuhan dengan menyebut amal yang terbaik yang pernah dia lakukan. Ketiganya merenung, amal apa yang pernah lakukan dan merupakan amal yang paling paling baik dengan dasar iman dan penuh keikhlasan.
Dalam doa yang mereka panjatkan masing-masing menyelipkan amal yang terbaik yang pernah mereka kerjakan, dan ketiga orang tersebut lewat doanya dapat menggeser batu yang besar yang menutup gua tersebut dan terbuka secara pelan-pelan . Mereka bisa menggeserkan batu yang besar tersebut secara gaib setelah mereka berdoa. Ini adalah bentuk kekeramatan. Orang yang punya kekeramatan kalau kita merujuk hadis ini, adalah orang yang punya amal yang berkualitas, sebagaimana dalam hadis tersebut, lewat amal-amal mereka yang disampaikan dalam doanya dapat menimbulkan keajaiban dengan menggeser pelan-pelan batu besar yang gua tersebut.
Mungkin tantangan-tantangan yang kita menghadap itu akan berbeda seperti yang diceritakan Nabi tersebut diatas, tantangan dan kesulitan itu akan silih berganti dalam bentuk yang lain, namun solusi menghadapi tantangan tersebut adalah kita memperbaiki amal-amal kita, kita tingkatkan kualitas amal ibadah yang kita lakukan setiap harinya.
(Bumi Pambusuang, 30 Agustus 2024).