Pesan Taqwa Di Mesjid Syuhada

Oleh : Ilham Sopu

 


Pesan inti dari khotbah jumat adalah pesan ketaqwaan, itulah sebabnya salah satu rukun dari khotbah itu adalah menyampaikan pesan ketaqwaan kepada jamaah yang hadir mengikuti shalat jumat yang dilanjutkan dengan mengutip ayat Alqur'an yang akan menjadi tema pembahasan dari khotbah tersebut. Sekaitan dengan masuknya bulan rabiul awal sebagai bulan diperingatinya kelahiran Nabi besar Muhammad Saw. Maka tema khotbah yang pilihan adalah tentang maulid Nabi Besar Muhammad Saw.

Yang menjadi pembicaraan inti dari maulid adalah akhlak, tujuan diutusnya Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak, sesuai dengan hadis Nabi, 'Innama buistu liutammima makarimal akhlaqi',  akhlaq Nabi tidak bisa digambarkan secara utuh, karena akhlaknya itu sangat agung, sesuai dengan firman Allah, "Sesungguhnya engkau Muhammad berada diatas akhlak yang agung".​​​​​​​

Seorang Arab Badui, yaitu orang Arab pegunungan datang ke kota Madinah, dia menemui beberapa sahabat, untuk bertanya tentang akhlak Nabi, tapi jawaban para sahabat hanya berupa tangisan, karena baru saja ditinggalkan oleh Nabi, berpulang ke rahmatullah. Mereka tidak mampu menggambarkan akhlak Nabi. Setelah itu si Badui ini menemui istri Nabi, Aisyah binti Abu Bakar. Apa jawaban St Aisyah, bahwa Nabi itu akhlaknya adalah Al-Qur'an, "Kana khulukuhul Qur'an". Rupanya si Badui ini tidak puas, karena tidak mungkin dia bisa memahami Al-Qur'an secara keseluruhan.

Aisyah memahami keadaan si Badui tersebut, lalu Aisyah memberikan solusi kepada si Badui, dengan menyuruh membaca, memahami, dan mengamalkan surah Almukminun (23) ayat 1 - 11). 

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ،لَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ....

"Sungguh beruntung orang yang beriman. Mereka yang khusu' dalam shalatnya, dan mereka yang meninggalkan perbuatan dan perkataan yang tidak berguna". (Almukminun 1 - 3).

Jadi orang yang beruntung itu adalah orang beriman yang khusu' dalam shalatnya.  Dan khusu' ini adalah persoalan yang berat dan sulit, karena menyangkut batin, sisi dalam dari manusia. Untuk itu  diperlukan latihan yang kontinyu, dan itupun tidak bisa khusu' secara sempurna. Oleh sebab itu karena khusu' adalah persoalan yg berat, diperlukan cara untuk membantu khusu' kita dalam shalat. 

Salah satu metode yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki wudhu, berwudhu secara sempurna, jangan lagi berbicara hal-hal yang buruk sesudah berwudhu, yang tidak ada manfaatnya, kita fokus untuk menghadapi shalat. Ketika Ali bin Thalib akan berwudhu,Ali bergetar, ketika ditanya oleh sahabatnya kenapa bergetar, Ali menjawab, bukankah sebentar saya menghadap Tuhanku, itu adalah salah satu trik, sebelum melaksanakan shalat, demikian juga setelah shalat, ada wirid-wirid tambahan yang harus dilakukan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam shalat yang kita telah laksanakan.


Kemudian dilanjutkan tentang orang beriman yang beruntung adalah orang yang meninggalkan perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, sebagaimana khusu' dalam shalat itu berat, demikian juga dengan perbuatan atau perkataan yang tidak berguna adalah berat, hampir menjadi langganan kita sehari-hari, betapa sulitnya untuk  berkata yang baik dalam kehidupan sehari-hari,  kalau kita evaluasi diri kita dalam seharian, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, mungkin banyak perbuatan atau perkataan yang tidak berguna yang kita lakukan. Nah, untuk menjadi orang beriman yang beruntung mesti kita mengikis secara perlahan perbuatan atau perkataan yang tidak bermanfaat yang sudah menjadi kebiasaan kita. 

Ayat diatas sangat sejalan dengan hadis Nabi, yang sangat popular dikalangan para mubaligh, yakni "Siapa yang beriman kepada Tuhan dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam". Menurut hadis ini bahwa ciri orang beriman itu adalah orang yang selalu membiasakan diri untuk selalu berkata baik, orang yang selalu mengontrol dirinya untuk tidak terjatuh dalam perkataan-perkataan atau perbuatan yang tidak bermanfaat, dan lebih baik kita diam, kalau kita tidak mampu untuk berkata baik, itu akan menyematkan kita atau dapat mempertahankan keimanan kita.

Dalam surah Al Asri, salah satu yang dapat menyelamatkan kita untuk tidak mengalami kerugian adalah saling berwasiat tentang kebaikan atau kebenaran, tawasau bil haqqi, ini adalah untuk saling ingat mengingatkan supaya kita tetap berada di jalur kebenaran atau kebaikan. Saling mengingatkan untuk kebaikan adalah ajaran yang sangat prinsip dalam agama, karena manusia adalah makhluk sosial, perlu terus berinteraksi dengan manusia-manusia yang lain, disinilah peran agama sebagai media atau sumber kebaikan untuk manusia.

Dalam salah satu tulisannya, Prof Nurcholish Madjid atau biasa di sapa Cak Nur, memberikan ukuran yang bisa disebut sebagai suatu kebaikan, salah satunya adalah hati nurani atau nuraniyyun yang bersifat cahaya. Nurani itu hanya dimiliki oleh manusia, nurani itu adalah fitrah, dan itu modal primordial yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Fungsi nurani sebagai tempat untuk berkonsultasi atau tempat mendeteksi tentang kebaikan begitupun untuk mendeteksi perbuatan yang salah atau dosa yang dikerjakan oleh manusia. Nabi pernah meminta kepada sahabatnya untuk meminta fatwa kepada hati nuraninya, "Istafti qalbak, Istafti napsak ya wabisah, Al Birru matmaannat ilaihinnafs watmanna ilaihil qalb, wal Ismu maa haka finnafsi wa taraddada fissadri ". Mintalah fatwa kepada hati nuranimu ya wabisah, bahwa kebaikan itu, apa yang membuat jiwamu tenang dan apa yang membuat hatimu tenang. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang terasa tidak karuan dalam jiwa dan terasa bimbang dalam dada.(HR.Ahmad).

Nabi sudah memberikan kepada kita tentang pentingnya untuk sering-sering berkonsultasi dengan nurani kita sebagai media pembeda antara  yang hak dengan yang batil. Kadang juga hati nurani tidak bisa mendeteksi suatu kebaikan atau dosa karena terlalu banyak kesalahan-kesalahan yang kita kerjakan sehingga nurani tertirai atau tertutupi oleh dosa-dosa yang telah kita perbuat. Oleh sebab itu perlu terus di asah hati nurani kita dengan cara banyak melakukan kebajikan-kebaikan, sehingga nurani kita bisa bersinar dan tercerahkan sehingga dapat menangkap isyarat-isyarat yang datangnya dari Tuhan.

(Bumi Pambusuang, 17 September 2023)


Opini LAINNYA