Secara bahasa arti dari "Ghuraba" adalah asing, orang yang Ghuraba adalah orang yang pandangan-pandangannya atau pemikiran-pemikirannya tidak familier di masyarakat, terasa asing, aneh, kurang diminati. Para pembawa agama awalnya adalah para gurabaa, Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad saw, awalnya adalah para gurabaa, yang membawa suatu misi yang suci atau membawa kebenaran tapi kurang direspon oleh masyarakat tempat dia diutus. Nabi pernah bersabda, "Islam itu hadir dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana semula, maka beruntunglah orang-orang yang asing".
Pernyataan Nabi diatas, bahwa kebenaran yang dia bawa yang merupakan titipan dari Tuhan itu akan ditantang oleh para penguasa yang berkuasa pada waktu itu, para penguasa Quraisy merasa terusik dengan apa yang disampaikan oleh Nabi, karena akan mengganggu eksistensi mereka atau pemahaman yang selama ini mereka pegang menyangkut dalam penyembahan berhala. Mereka yakin kalau dibiarkan Nabi dalam menyampaikan risalahnya, itu akan terganggu atau terkikis warisan kepercayaan yang didapatkan dari nenek moyang mereka. Ghuraba atau kebenaran yang di bawa oleh Nabi, dihadapan para kafir Quraisy itu terasa asing, karena mereka sudah lama terkontaminasi dengan faham-faham politeisme sehingga mereka sudah tidak bisa membaca lagi kebenaran-kebenaran yang kepada mereka.
Pembawa kebenaran dalam hal ini Nabi, itu adalah orang asing atau ghariban, karena ajaran yang Dia bawa tidak familier dengan masyarakat yang dia hadapi. Dan para pejuang kebenaran akan mengalami banyak tantangan, apakah tantangan itu sifatnya internal maupun eksternal. Para penentang Nabi itu kebanyakan dari keluarga Nabi sendiri. Sehingga Nabi merasa berat dalam memperjuangkan kebenaran yang diperjuangkan. Disamping juga karena sangat sedikit yang membantu Nabi yang berasal dari keluarganya. Begitulah para "Ghuraba", tidak pernah berhenti dalam menyuarakan kebenaran. Dalam konteks keindonesiaan, perjalanan bangsa pasca kemerdekaan, baik baik pada masa orde lama, orde baru maupun di orde reformasi, banyak terjadi ketimpangan dalam mengelola negara. Dan terjadi dari orde ke orde.
Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di setiap orde, itu selalu saja muncul para ghuraba bangsa yang meneriakkan jalan kebenaran sekalipun jumlahnya sedikit dan tak terlalu dihiraukan oleh penguasa. Di masa pemerintahan Soekarno sebagai presiden pertama, dan dikenal sebagai Bapak proklamator, punya jasa besar dalam memperjuangkan kemerdekaan, dan juga punya kekurangan dalam perjalanan mengelola negara, Soekarno dikenal dengan demokrasi terpimpinnya, yang banyak mendapat kritikan dari berbagai tokoh bangsa lainnya, seperti Bung Hatta, dan tokoh-tokoh bangsa lainnya, sehingga ada ketidakharmonisan dalam pengelolaan negara.
Begitupun dengan masa orde baru, diawal kepemimpinan Soeharto, yang sebelumnya dikenal sebagai penyelamat negara dari rongrongan PKI, diawal pemerintahannya dapat memenej bangsa dengan baik, namun dalam perjalanannya yang panjang mulai muncul kediktatoran, sehingga terjadi ketimpangan yang cukup parah dalam perjalanan mengelola negara. Dia menyederhanakan kepartaian menjadi tiga partai, namun fungsi partai di bawah pengawasan pemerintah, Golkar mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan kedua partai lainnya, yakni PPP dan PDI diawasi pergerakannya, dihalangi gerakannya, sehingga mereka tidak punya taring dalam mengkritisi pemerintah, pemerintah orde baru memakai politik belah bambu, satu partai diangkat dan kedua partai lainnya diinjak. Disinilah terjadi kediktatoran politik yang diterapkan oleh orde baru.
Namun bagaimanapun masifnya gerakan orde baru, namun suara-suara dari para tokoh bangsa yang sangat merindukan kebenaran, itu muncul di sana-sini, sekalipun akibat yang dia terima, membahayakan dirinya karena yang mereka hadapi adalah pemerintah yang punya kekuatan. Itulah para ghuraba bangsa yang berani melawan ketidakadilan yang diterapkan penguasa orde baru. Puncak dari perjuangan para ghuraba bangsa terjadi pada tahun 1998 yang dikenal gerakan reformasi, para penggerak reformasi adalah tokoh-tokoh atau para ghuraba bangsa yang tidak pernah berhenti menyuarakan kebenaran-kebenaran, dan mengkritisi ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru. Namun pihak pemerintah tidak menghiraukan kritikan tersebut karena sudah sangat terkontaminasi kenyamanan mengelola negara sekalipun keluar rel kebenaran.
Akhirnya lewat perjuangan yang tidak mengenal lelah, perjuangan para ghuraba bangsa, mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk mahasiswa sebagai pelanjut cita-cita perjuangan bangsa, mendapatkan hasil yang sangat luar biasa, yakni menjatuhkan pemerintahan yang otoriter yang berkuasa selama 32 tahun. Para pejuang kebenaran bangsa yang tadinya jumlah sangat sedikit, tetapi dimotori oleh tokoh-tokoh yang punya otoritas, bersih, punya kewibawaan, berani, bijak, sehingga pada akhirnya mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Kita sangat berterima kasih kepada para pejuang atau ghuraba bangsa yang tidak pernah pesimis dalam memandang perjalanan bangsanya, bagi mereka kepentingan bangsa diatas segala-galanya. Kita rindu kepada mereka para pejuang bangsa yang tidak berhenti berteriak demi eksistensi bangsanya kedepan.
(Bumi Pambusuang, 26 Pebruari 2024)