Meneladani Gus Dur, Merawat Indonesia 

Oleh : Ilham Sopu

Akhir bulan ini tepatnya tanggal 29-31 agustus 2025, akan diadakan temu nasional Gusdurian yang disingkat tunas Gusdurian, salah satu komunitas yang selalu mengkampanyekan pemikiran dan pengabdian Gus Dur adalah Gusdurian, mereka sangat massif dalam melakukan pertemuan-pertemuan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pendampingan terhadap bentuk-bentuk ketidakadilan yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu, atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro kepada rakyat. Sangat menarik tema yang diusung oleh panitia tahun ini adalah "Meneladani Gus Dur, merawat Indonesia", tema ini sangat kondisional untuk Indonesia hari ini, Indonesia sangat emergency keteladanan, saat ini sangat sulit mencari tokoh yang bisa memberikan teladan sebagai figur sentral untuk perubahan Indonesia masa kini dan masa yang akan datang.

Banyak tokoh-tokoh teladan dinegeri ini, tapi sudah berpulang ke sisi Tuhan-Nya, para founding fathers, tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, pejuang pasca kemerdekaan, tokoh pemikir kebangsaan atau cendekiawan yang selalu memberikan kontribusi untuk kemajuan Indonesia. Diantara tokoh yang punya wawasan kebangsaan dan layak menjadi teladan bagi kondisi Indonesia hari ini adalah KH Abdurrahman Wahid, atau yang lebih populer dipanggil Gus Dur. Presiden Indonesia yang keempat ini, dikenal sebagai tokoh yang punya andil besar dalam memberikan jejak langka untuk Indonesia yang lebih maju. Tokoh yang pernah menduduki ketua PBNU dikenal sebagai tokoh yang cukup kontroversial, karena pemikiran-pemikirannya banyak yang menggugat yang sudah mapan khususnya dalam pemikiran keagamaan dan kebudayaan.

Salah satu pemikiran Gus Dur menyangkut wawasan keindonesiaan atau wawasan kebangsaan, bahwa negara Indonesia adalah negara yang pluralis, punya aneka ragam suku, budaya, agama, bahasa, kebhinekaan tersebut adalah modal yang sangat besar untuk kemajuan Indonesia kedepan. Mempersatukan berbagai perbedaan tersebut, bukanlah hal mudah, diperlukan suatu modal bagi para elemen bangsa untuk secara lapang dada, punya pemikiran yang jauh kedepan untuk tetap konsisten berfikir untuk mempersatukan wawasan kebangsaan dan tetap saling menghargai eksistensi latar belakang kebudayaan masing-masing.

Berangkat dari latar belakang tersebut, Gus Dur mempopulerkan atau mengkampanyekan pribumisasi islam, sebenarnya pribumisasi ini adalah bentuk keberlanjutan praksis dari pemikiran Gus Dur sebelumnya yaitu universalisme islam dan kosmopolitanisme islam. Dalam universalisme Islam menempatkan manusia sebagai makhluk mulia yang harus dibela, Islam adalah agama yang membela manusia, bukan membela Tuhan, demikian Gus Dur dalam salah satu bukunya.

Konsep universalisme Islam yang ditawarkan Gus Dur, itu berangkat dari  adanya lima buah jaminan yang secara asasi ada pada manusia, yakni jaminan keselamatan manusia  dari tindakan badani di luar ketentuan hukum, keselamatan keyakinan agama masing-masing individu tanpa ada paksaan untuk berpindah agama, keselamatan keluarga dan keturunan, keselamatan harta benda dan milik pribadi dari gangguan atau penggusuran di luar prosedur hukum, serta keselamatan hak milik dan profesi.

Sementara konsep kosmopolitanisme islam dalam pandangan Gus Dur, bahwa Islam itu adalah sikap keterbukaan dengan peradaban luar, dan itulah yang menjadikan Islam sebagai agama yang kosmopolitan. Sehingga batas-batas etnis menjadi hilang, pluralitas budaya semakin menguat dan realitas politik semakin heterogen. Salah satu yang menonjol dari kosmopolitanisme Islam dalam pandangan Gus Dur adalah adanya ajaran keseimbangan, yaitu keseimbangan normatif dengan kebebasan berfikir, dan norma-norma agama tetap dijadikan pijakan dalam berfikir, dengan keseimbangan tersebut akan melahirkan peradaban kosmopolitanisme Islam yang kreatif.

Itulah yang mendasari dari pribumisasi Islam, Islam pribumi ini lahir dari sikap keterbukaan Islam dalam berdialog dan memanifestasikan diri ke dalam budaya lokal nusantara. Menurut Gus Dur ada dua kecenderungan dalam memanifestasikan kebudayaan Islam ke dalam kebudayaan Indonesia. pertama, kecenderungan untuk formalisasi ajaran Islam dalam seluruh manifestasi kebudayaan bangsa. Kedua, kecenderungan untuk menjauhi sedapat mungkin formalisasi ajaran Islam dalam manifestasi kebudayaan bangsa.

Kecendrungan yang pertama adalah untuk memanifestasikan dimensi islam ke dalam kehidupan sehari-hari, agar kebudayaan Indonesia diwarnai oleh ajaran Islam. Contoh seperti selamat pagi diganti dengan assalamu alaikum, hari kelahiran diganti dengan yaumul milad, sahabat diganti dengan Ikhwan dan lain yang lainnya. Dalam pandangan Gus Dur, tidak tepat kecenderungan formalisasi seperti ini, dan kecenderungan seperti ini pada gilirannya akan menghilangkan budaya lokal yang dinilai tidak islami, bagi Gus Dur, islam sebagai ajaran yang berasal dari Tuhan, Islam harus mengakomodasi kebudayaan yang berasal dari manusia, tanpa kehilangan identitasnya.

Perbedaan agama dan budaya tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya, seperti penggunaan seni dalam mengekspresikan ritual keagamaan. Dengan demikian memanifestasikan budaya Islam ke dalam budaya lokal itulah, Gus Dur menawarkan pribumisasi Islam. Dengan pribumisasi ini sebagai suatu upaya melakukan rekonsiliasi Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya lokal, agar budaya lokal itu tidak hilang, budaya lokal sebagai kekayaan budaya tidak boleh dihilangkan, demi kehadiran agama, dan ini bukan berarti pribumisasi Islam meninggalkan norma agama demi terjaganya budaya lokal, namun norma-norma Islam itu menampung kebutuhan budaya. Tidak juga sebagai upaya mensubordinasikan Islam dengan budaya lokal, Islam harus tetap pada sifat Islamnya, yang dipribumisasi adalah dimensi budaya dari Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an.

Itulah pemikiran-pemikiran Gus Dur yang perlu kita teladani, sekaligus juga  salah satu yg bentuk berislam dengan merawat keindonesiaan kita, lewat konsep pribumisasi Islam, kita akan memahami Islam dalam konteks keindonesiaan, sekaligus kita merawat Indonesia untuk tetap eksis dalam menghadapi peradaban dunia yang semakin modern.

(Bumi Pambusuang, 26 Agustus 2025)


Opini LAINNYA

Meneladani Gus Dur, Merawat Indonesia 

Khusu'  Ritual, Khusu' Sosial

Stunting Intelektual

Keteladanan Gus Dur

Prisma Pemikiran Gus Dur

Sang Kiai Yang Meneduhkan

Pesan Kematian

Dari Eksoterika Agama Ke Esoterika Agama