Fenomena “Viralkan saja dulu” menjadi habbit ditengah masyarakat sosialita. Hal itu disebabkan oleh dua hal. Pertama, wujud keresahan masyarakat terhadap respon pemerintah terhadap kondisi sosial yang terjadi. Kedua, kebutuhan akan engagement media sosial agar meningkatkan traffic. Sehingga, melahirkan para pengguna media sosial yang Hiperbolis.
Media sosial merupakan salah satu wahana yang sangat diminati oleh seluruh lapisan masyarkat. Mulai kalangan masyarakat biasa hingga para elitis. Kegunaannya pun beragam. Mulai dari hanya sebatas media publikasi kehipuan sehari-hari, kegiatan kantor, jual-beli hingga edukasi.
Bahkan tidak sedikit masyarakat yang menggantungkan hidupnya melalui gawai. Ini juga salah satu fenomena yang cukup menarik dimana ada masyarakat yang berpenghasilan melalui media sosial.
Dan untuk mendapatkan penghasilan tentunya harus mengumpulkan traffic yang sesuai dengan aturan main dari paltform media sosial yang digunakan. Sehingga berbagai macam cara pun dapat dilakukan demi meningkatkan views dan salah satunya yaitu melalui konten viral.
Semakin kesini, media sosial mengalami sebuah perubahan yang sangat fundamental. Khususnya dalam hal kegunaannya. Entah itu pada konten hiburan ataupun konten edukasi serta konten lainnya, semuanya terkadang dibumbui dengan kritik sosial yang cukup kuat.
Perubahan tersebut menandakan bahwa tingkat literasi masyarakat didalam menggunakan media sosial cukup baik. Dengan menggunakan media sosial sebagai wadah untuk melakukan kritik sejauh ini dinilai cukup mampu merubah dinamika sosial.
Hanya saja, sebagai sebuah fenomena, kebanyakan para pengguna media sosial mengikuti trend yang sedang terjadi. Segala sesuatunya diviralkan. Terlebih jika itu berkaitan dengan problematika sosial seperti kesenjangan sosial dan sebagainya.
Jika kita jeli memperhatikan yang terjadi beberapa waktu terakhir. Banyak konten viral yang menyita perhatian publik sehingga membuat pemangku kebijakan turun tangan. Seperti viralnya seorang ibu dipolewali mandar sehingga membuat menteri sosial turun langsung menyerahkan bantuan.
Begitu juga dengan seorang anak dihari pertamanya masuk sekolah menggunakan sandal juga menyita perhatian publik. Beramai-rami para pemangku kebijakan memberikan santunan bahkan lembaga filantropi pun tidak ketinggalan.
Fenomena Viralkan saja dulu ini terbilang cukup efektif didalam merespon ketimpangan sosial yang terjadi. Orang-orang yang luput dari perhatian masyarakat luas pun begitu tersekspos kamera dan setelah terunggah dimedia sosial mendapati respon yang sangat positif. Disini kita bisa melihat nilai dari Gotong Royong yang telah mendarah daging di masyarakat kita.
Namun, sebaik-baiknya sebuah fenomena pasti memiliki sisi yang perlu untuk dievaluasi. Banyaknya konten viral yang berimbas positif bagi si yang diviralkan. Hanya saja, jika tidak terkontrol dengan baik malahan akan membawa dampak kurang baik secara psikologis bagi orang yang diviralkan tersebut dikemudian hari.
Jika orientasi setiap hal yang kita lihat adalah Viralkan saja dulu. Maka secara ego ini bisa merugikan orang lain terlebih jika apa yang di viralkan itu ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Boleh saja awalnya si orang tersebut menerimanya. Tapi jika hal tersebut datang bertubi-tubi dan membuat kenyamanannya terusik maka akan mebuat mental orang tersebut goyang.
Belum lagi jika akhirnya dikemudian hari terkuak fakta-fakta yang ternyata berseberangan dengan yang terjadi. Malahan akan semakin membuat suasana menjadi lebih runyam lagi.
Terlebih masyarakat kita bermedia sosial cukup berbanding lurus antara rasa iba atau rasa peduli dengan rasa jengkel. Tidak sedikit korban berjatuhan akibat netizen yang tak terbendung jika meberikan serangan.
Sebelum memviralkan sesuatu. Alangkah lebih baiknya dilakukan validasi terlebih dahulu. Dilakukan verifikasi terlebih dahulu kebenarannya. Apakah benar apa yang kita lihat itu sejalan dengan kondisi yang sebenarnya atau malah sebaliknya.
Sebagimana yang dijelaskan oleh Gus Nadir didalam bukunya “Saring sebelum Sharing” bahwa “Kecepatan jempol kita mengklik tombol Share membuat kita khilaf tidak melakukan verifikasi atau bertanya dulu kepada yang lebih faham”.
Konteks tulisan Gus Nadir didalam bukunya tersebut ialah fenomena menggunakan sepenggal ayat qur’an atau pun hadits yang didapatkan dimedia sosial. Tanpa melakukan verifikasi dan validasi melakukan sharing sehingga terkadang yang dishare itu adalah konten hoax atau konten yang tidak benar hingga merugikan orang lain.
Begitu pula didalam membuat dan membagikan konten perlu dilakukan validasi terlebih dahulu. Turun kelapangan dan cari informasi penguat sebanyak mungkin kepada mereka yang memiliki kompetensi dan memang berkaitan langsung dengan konten tersebut.
Hindari menggunakan asumsi pribadi secara berlebihan didalam mencari kebenaran konten yang dibuat terlebih jika berkaitan dengan orang lain yang tidak benar-benar diketahui dan dikenal dengan baik. Apa lagi sampai melebih-lebihkan narasi didalam konten tersebut.
Jangan sampai yang awalnya berniat baik namun membawa dampak buruk dikemudian hari. Sebab terkadang demi konten viral - sengaja atau tidak – melakukan hiperbolis atau melebih-lebihkan konten yang dibuat. Dengan tujuan memudahkan publik untuk merespon apa yang menjadi keinginan awal dari dibuatnya konten tersebut.
Perlu juga diketahui bahwa dibalik konten viral, ada pula para pencari fakta yang bertebaran untuk melakukan konten attack agar bisa viral juga. Inilah yang menjadi problem yang sering terjadi ditengah kehidupan sosialita. Tidak semua orang benar-benar iba dan peduli atas setiap konten viral jika orang tersebut jeli dan kritis dalam menilai.
Oleh karena itu. Mari gunakan gawai yang ada digenggaman kita dengan sebaik mungkin. Fakta menunjukkan bahwa banyak hal positif yang bisa dilahirkan darinya. Namun, juga banyak hal negatif yang bisa diakibatkan olehnya.
Mari bijak didalam bermedia sosial. Rubah mindset kita dari yang sebatas Viralkan saja dulu menjadi Validasi terlebih dahulu. Agar apa yang diniatkan dapat tersampaikan dengan baik dan juga mendapat respon yang baik serta berefek baik pula dikemudian hari.
Oleh: Muh Yusrang, S.H (Ketua PD IPARI Mamuju Tengah) Nomine Penyuluh Agama Islam Award Nasional