Dalam salah satu tulisannya, Prof Komaruddin Hidayat, atau yang akrab di panggil Mas Komar seorang cendekiawan muslim garda depan, mengatakan bahwa dalam menjalani kehidupan ini bukan hanya hablum min Allah dan hablum min al nas saja, namun perlu ditambah satu lagi yaitu hablum min al nafs. Selama ini yang populer, dalam kajian keagamaan hanya ada dua, yaitu hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama manusia, dan hampir tidak pernah disebut hubungan kepada diri sendiri atau hablu min al nafs.
Dalam kajian-kajian keagamaan kedua jalur hubungan ini sangat familier kita dengar, khususnya dalam dunia dakwah hampir selalu disampaikan oleh para Da'i atau Mubaligh. Namun dalam kajian tasawuf hal yang sangat pokok yang sering menjadi pembahasan adalah kajian tentang tazkiyah al nafs, membersihkan diri dari penyakit lahir dan batin, khususnya penyakit-penyakit ruhani yang harus dibersihkan dalam diri manusia. Penyakit-penyakit inilah yang menggrogoti kebanyakan manusia dan menjadi orientasi dari tasawuf, sebagai suatu ilmu yang sifatnya esoterik.
Pembersihan diri dalam ilmu tasawuf itu jalan mengenal Tuhan atau jalan untuk lebih dekat kepada Tuhan, bahkan salah satu adagium dalam tasawuf yang sangat terkenal mengatakan "Man arafah nafsahu faqad arafah rabbahu", siapa yang mengenal dirinya, akan mudah mengenal Tuhannya, jadi tangga untuk sampai kepada Tuhan menurut ungkapan ini, musti mengenal diri sendiri dulu.
Ini sangat sejalan dengan ungkapan Prof Komaruddin, tentang hablun min nafs, menjalin hubungan dengan diri sendiri, melakukan komunikasi dengan diri sendiri, tangga awal untuk melakukan hablun min al Allah dan hablum min al nas adalah hablum min al nafs, yaitu berkomunikasi dengan diri sendiri. Kalau hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama manusia adalah sifatnya eksternal atau hubungan keluar sedangkan hubungan dengan diri sifatnya internal.
Dalam ilmu tasawuf model hubungan atau komunikasi internal ini biasa disebut dengan muhasabah yaitu berkomunikasi dengan diri sendiri dalam rangka introspeksi untuk menjadi yang seorang pribadi yang memiliki kualitas lebih baik, dan komunikasi dengan diri sendiri atau internal itu lebih berat dan banyak hambatan dan tantangannya. Disinilah diperlukan mujahadah yang sungguh-sungguh untuk menghitung-hitung diri, siapa diri kita ini, dari mana kita berasal dan kemana tujuan kita, dengan banyak melakukan muhasabah kita akan dapat mengenal diri kita dan kita akan fokus kemana kita akan melangkah.
Dalam satu tulisannya yang sangat menarik KH Mustofa Bisri yang akrab dipanggil Gus Mus, Beliau menggambarkan atau membedakan antara melihat ke kaca jendela dengan cermin. Ketika kita didalam rumah atau di gedung dan melihat keluar lewat kaca jendela, kita dapat menyaksikan berbagai pemandangan alam, seperti gunung yang indah, burung-burung yang beterbangan, mobil yang lalu lalang, persawahan yang luas, dan berbagai pemandangan yang lain dan mengagumkan. Melalui kaca jendela tersebut kita bisa melihat apa saja, melihat kebesaran Allah dalam alam semesta ciptaan-Nya.
Berbeda misalnya kalau kita melihat kedalam cermin. Lihatlah atau tengoklah cermin, apa yang kita lihat. Kaca jendela dan cermin sama-sama kaca. Bedanya, dibelakang kaca cermin ada lapisan tipis yang menyebabkan kita tidak bisa melihat apa-apa selain sosok dirimu sendiri. Kalau kita gosok kikis lapisan itu sampai bersih, niscaya cermin itupun akan seperti kaca jendela dan dapat melihat manusia dan alam dan dapat melihat alam sekitar.
Begitupula dengan kita, bila kita membiarkan materi dan hal-hal duniawi terus melekat pada dirimu, kita tidak mungkin dapat melihat jauh, tidak dapat melihat kenyataan, tidak dapat melihat kebenaran, tidak dapat melihat sesama manusia, tidak dapat melihat kebaikan, dan tidak dapat melihat keindahan hakiki, untuk dapat melihat semua itu, kita harus membersihkan lapisan yang menempel pada dirimu. Disinilah diperlukan muhasabah terus-menerus sehingga kita mengenal jati diri kita yang paling dalam.
Dosa-dosa yang menempel kedalam hati kita, seperti yang digambarkan Imam Al Ghazali, seperti kaca yang sudah banyak bintik-bintiknya, tidak dapat lagi menerima kebenaran yang datang dari Tuhan, oleh sebab itu diperlukan kebiasaan untuk selalu membersihkan hati kita dari berbagai noda hitam yang setiap hari muncul mendekati kita, dengan tetap konsisten dalam membersihkan hati nurani, kita akan mudah menerima isyarat-isyarat kebenaran yang datang dari Tuhan.
Itulah gambaran bagaimana kita banyak melakukan komunikasi dengan diri sendiri seperti yang digambarkan Prof Komaruddin Hidayat, bahwa untuk dapat sampai kepada Tuhan dan melakukan hubungan baik dengan sesama manusia, mesti kita terbiasa melakukan komunikasi dengan diri sendiri, atau tazkiyah al nafs. Begitupun dengan penggambaran KH Mustofa Bisri, memberikan gambaran yang sangat bagus, supaya kita dapat menghilangkan daki-daki dosa yang ada dalam diri kita, supaya dapat melihat secara spiritual apa yang ada dihadapan kita.
(Bumi Pambusuang, 25 Juli 2024)