Memetik Hikmah Peristiwa Isra Mi’raj || Oleh Muh. Naim (Penyuluh Agama Islam Fungsional Kemenag Kab Majene)

Kegiatan Isra Mi’raj di Masjid Raudhatul Rahim Lingk. Pakkola Kab. Majene Jum’at 17 Februari 2023

Majene - Sebelum jauh ditemukan dan terus lajunya perkembangan peradaban manusia yang berbanding lurus dengan maju pesatnya informasi dan teknologi sampai sekarang ini. Seiring dengan perjalanan waktu, dari sejak masa kuno, primtif sampai era modern, sering timbul pertanyaan “mungkinkah bisa terjadi, lalu bagaimana bisa terjadi ?”.

 Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama pedoman bagi umat Islam, ditemukan sejumlah ayat, Allah SWT lebih awal menjelaskan dan menguatkan keyakinan, bahwa segalanya bisa terjadi karena Iradat dan Qudrat-Nya. Demikian halnya dengan persitiwa Isra dan Mi’raj. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra:

“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) padamalam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda(kebesaran) kami, sesungguhnya Dia Maha mendengar, Maha melihat.” (Q.S. 17:1)

Ayat tersebut adalah referensi utama yang menjamin kebenaran bagi umat Islam tentang terjadinya peristiwa yang luar biasa yang pernah dialami oleh Rasulullah SAW, yakni peristiwa Isra dan Mi’raj. Surah Al- Isra di ayat pertama ini, adalah dalil yang menantapkan keyakinan seorang mukmin tanpa terkecuali, untuk tidak meragukan bahwa peristiwa yang di luar jangkauan nalar tersebut, benar adanya.

Sebelum peristiwa spektakuler terjadi pada diri yang bergelar al Amin ini, terdapat riwayat yang menceritakan, bahwa terjadi keajaiban yang dialami Rasulullah SAW, yakni Malaikat Jibril membawa ke suatu tempat, dan membela dadanya, lalu dikeluarkan hatinya dan di cucinya dengan air zamzam, lalu di kembalikan ke dalam tubuh Rasulullah dan selanjutnya ditanamkan “Iman dan Hikmah”.

Dari sejumlah riwayat yang menyangkut pembedahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Malaikat Jibril, terjadi perbedaan ulama, sebagian mengatakan tiga kali, sebagian lagi menyebutkan empat kali. Dari empat kali yang terjadi, meliputi saat Muhammad berusia 4 tahun, 10 tahun usia remaja, usia 40 tahun masa kerasulan Muhammad SAW dan sebelum di-Isra Mi’rajkan oleh Allah SWT pada malam 27 Radjab 621 M atau tahun ke-10 dari kenabian beliau. Keajaiban yang didapatkan dari rentetan peristiwa pembedahan diri Rasulullah SAW yang dilakukan jibril tersebut, seluruhnya berlangsung cepat, sembuh seketika dan tidak terdapat bekas luka pada tubuh Rasulullah SAW.

Kandungan hikmah yang cenderung sama dengan perlakuan medis operasi oleh Malaikat Jibril ini, adalah bukanlah berarti bahwa Rasulullah itu kotor, tidak suci lalu harus dikeluarkan hatinya dan selanjutnya harus dibersihkan dengan air zamzam, melainkan sebelum malaikat jibril melaksanakan perintah Allah SWT, lebih awal Rasulullah dijamin suci dan bersih noda dan dosa yang lazim dikenal dengan istilah “maksum”. Semua itu terjadi tidak lain adalah Allah menjaga Rasul terbaiknya, dari godaan syaitan, kekufuran dan kemusyrikan, maksiat dan mungkar, dari segala hal-hal yang memalingkan dari Allah SWT.

Selanjutnya Malaikat Jibril menanamkan “Iman dan Hikmah”, dengan hikmah dapat  diartikan secara sederhana yakni: “keyakinan dan ilmu”. Keyakinan yang harus ditunjang dengan ilmu sebagai bentuk isyarat kepada kita selaku ummatnya, bahwa di setiap perintah dan larangan Allah harus bersanding dengan iman dan ilmu.

Pada kata Sub-haanallazii yang memulai pada ayat tersebut di atas, dalam kamus Bahasa Arab al Munawwir berasal dari kata nomina Sabbaha yang artinya mensucikan. Secara bahasa, Sub-hanallah berarti menyucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya. Pada hakakatnya kata yang sering dijadikan tasbih ini mengandung arti bahwa Allah SWT jauh dari kemungkinan-kemungkinan buruk atau negatif yang mungkin terlintas di benak umat muslim.

Saat Allah SWT memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) yang terdapat pada kalimat “asro bii-abdihi Lailam minal-masjidil-haroom ilal-masjidil-aqshollazii”, maka  kata “Asro” dimaknai bahwa  menjadi kebebasan dan hak prenogatif Allah SWT atas sifat Maha berkeinginan dan kehendak-Nya memberikan perlakuan yang istimewa kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kata bi A’bdihi  dari kata dasar kata “Abdun” menunjukan makna secara totalitas tanpa terjadi pemisahan antara  jasad dan ruh, ini menguatkan bahwa Kejadian luar biasa ini  bukan dalam konteks mimpi, tidak juga hanya dengan Ruh semata, tetapi melainkan secara utuh lahir dan bathin Rasulullah SAW.

Hikmah yang dapat diambil adalah jika ingin mendapatkan perlakuan istimewa dari Allah SWT, maka jadikanlah diri kita sebagai hamba yang totalitas,lahir dan bathin kita sejajar dan lurus menghadap Allah SWT, karena hamba pada tatanan makna sebenarnya adalah hamba lisannya tidak boleh berbeda dengan perbuatan, ucapannya tidak mengkhianati kata hati.

Rasulullah SAW diperjalankan dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang menempuh jarak  9.206 km, hanya menempuh dengan sedikit malam, ini diambil dari kata “lailan” bukan sepadan pada kata Bahasa Arab kata ‘lailatun” yang bermakna sepanjang malam. Lalu dilanjutkan dengan kata allaziina baaroknaa haulahuu, Hikmah di balik itu, memberi isyarat bahwa hendaknya umat Islam di mana pun berada, hendaknya mengantungkan hatinya ke masjid, semangat membangun dan memakmurkan masjid, karena masjid adalah tempat yang penuh rahmat dan berkah.

Perjalanan dari masjidilharoom ke masjidilaqsha lalu sidratul muntaha dan selanjutnya menerima perintah shalat fardhu lima kali sehari semalam dari Allah SWT yang berlaku pada diri Rasulullah SAW dan umatnya.

Dari peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang sempurnah, penuh dengan kenikmatan dan berkah, terutama rahmat Allah yang lebih besar untuk diri dan ummatnya Rasulullah SAW yaitu shalat fardhu, maka ditutup ayat tersebut dengan  kata “linuriyahu min aayatinaa, innahu huwas-samii’ul-bashiir, sebagai bentuk pernyataan dan keyakinan bahwa semua itu Allah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, Allah SWT Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Wallahu A’lam.


Opini LAINNYA