Investasi Kenikmatan

Oleh : Ilham Sopu

Dalam salah satu hadis Nabi tentang ibadah puasa dikatakan, "Bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan yaitu ketika dia berbuka puasa dan ketika dia bertemu dengan Tuhannya". Ibadah puasa ini adalah ibadah yang sangat privat artinya tidak ada seorang pun tahu betul kalau kita berpuasa kecuali kita dan Tuhan. Sangat boleh jadi kita berpura-pura puasa, padahal sesungguhnya kita tidak berpuasa, dengan menampakkan diri seperti orang berpuasa di hadapan orang-orang. Dalam salah satu hadis qudsi yaitu firman Tuhan tapi kalimatnya berasal dari Nabi, dikatakan "Puasa untukku, dan akulah yang akan menilai".

Jadi semua perbuatan manusia itu untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, mengapa seperti itu, karena puasa merupakan ibadah yang paling pribadi, dan tidak ada yang tahu, apakah kita berpuasa atau tidak kecuali kita sendiri dan Allah. Dibandingkan dengan shalat, perbuatan shalat itu bisa diketahui orang banyak. Begitupun dengan zakat, karena ada yang menerima, terlebih lagi ibadah haji sebagai perbuatan yang sangat publik. Maka ketika kita puasa kemudian kita merasa sangat haus dan dahaga dan tersedia di depan kita segala macam minuman, tetapi kita menahannya. Ini merupakan sebuah latihan untuk menyadari tentang kehadiran Tuhan dalam hidup.

Itulah yang menjadi pesan Inti dari ibadah puasa, yaitu bagaimana merasakan kehadiran Tuhan, kita merasakan Tuhan sangat dekat dengan kita. Kenapa kita tidak makan dan minum padahal makanan ada di depan kita, dan kita sendirian tidak ada yang bersama dengan kita. Itu karena kita meyakini bahwa Tuhan mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban kita. Puasa adalah latihan untuk memperkuat kesadaran kita bahwa Allah itu Maha Hadir.

Dalam pandangan Nurcholis Madjid, setidaknya ada tiga jenjang puasa, yaitu puasa badani, puasa nafsani, dan puasa ruhani. Penjenjangan ini sangat sejalan dengan tahapan-tahapan kemampuan manusia dalam memberikan makna terhadap ibadah puasa. Dimulai dari tahapan puasa badani, ini adalah tahapan pengkondisian, penyesuaian diri khususnya dalam jadwal untuk makan, seperti sarapan dipindahkan ke makan sahur, dan tidak makan siang, dan berbuka itu digantikan makan malam. ini semua sifatnya badaniyah.

Kenikmatan yang sifatnya badani, tidak makan mulai dari fajar sampai magrib, kita menunda untuk tidak makan dan minum, dan sebenarnya itu sifatnya sesaat, bukan hal yang sifatnya panjang. Kita sanggup untuk menunda Kenikmatan jasmani yang bersifat sesaat kira-kira hanya 12 jam saja, tapi sesungguhnya kita akan mendapatkan investasi yang lebih besar atau yang lebih agung pada hari akhir nanti. Penggambaran secara Kenikmatan tersebut adalah ketika kita berbuka puasa. Betapa nikmat ketika kita berbuka puasa, sekalipun makanan yang akan disantap ketika berbuka itu sangat sederhana, kita akan tetap merasakan kenikmatan.

Kemudian jenjang puasa nafsani, jenjang ini tidak bisa dipisahkan dari jenjang badani, jenjang ini adalah pelengkap dari jenjang puasa badani, dan jenjang ini sifatnya psikologis, puasa harus disertai dengan peningkatan pemahaman tentang apa yang sesungguhnya harus kita tahan. Jadi shiyam dalam ranah ini tidak hanya menyangkut masalah-masalah fisik tapi juga masalah-masalah nafs. Nabi pernah bersabda, "Barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan kotor dan perbuatan kotor maka Allah tidak punya kepentingan apa-apa bahwa orang itu meninggalkan makan dan minum (HR.Bukhari).

Jenjang nafsani akan meningkatkan kualitas puasa kita, kita menahan diri kita untuk tidak mengucapkan perkataan-perkataan kotor, perkataan yang tidak bermanfaat, karena itu menghilangkan nilai puasa kita, seperti yang diucapkan oleh khalifah Umar bahwa "Banyak sekali orang puasa namun tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar". Kita dituntut dalam jenjang nafsani ini untuk benar-benar menghayati masalah-masalah yang bersifat nafsani seperti su'ul zhann atau buruk sangka.

Dan jenjang yang terakhir adalah puasa ruhani, di sinilah inti atau orientasi dari ibadah puasa. Ruhani itu jati diri manusia. Ibadah puasa hadir untuk mengasah ruhani manusia. Dengan melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan banyak melakukan introspeksi diri, merenungi diri, siapa kita ini, dari mana kita, dan hendak kemana, banyak melakukan kritik diri yang selama ini banyak melakukan kesalahan-kesalahan, sehingga ruhani kita tertirai atau tertutup dan tidak mampu mengetahui bahwa ini adalah suatu kebenaran disebabkan karena kotornya diri kita dan nurani tidak mampu untuk berfungsi dengan baik. Maksimalisasi ibadah puasa akan menghasilkan atau membuka tirai-tirai yang menempel pada ruhani. Sehingga dapat berfungsi dengan baik, dapat menangkap isyarat-isyarat ketuhanan yang terhampar di muka bumi ini.

Pada akhirnya bahwa berpuasa adalah merupakan investasi yang luar biasa bagi kelangsungan hidup kemanusiaan, di samping membuat kita sehat biologis, lebih-lebih lagi kita akan sehat secara ruhani dan yang lebih penting kita akan ketemu dalam keadaan berbahagia di akhirat kelak.

(Bumi Pambusuang, 3 Maret 2025)


Opini LAINNYA

Investasi Kenikmatan

Iman Itu Karakter

Spritualitas Puasa

Retret Kepala Daerah

Memaknai Diaspora Nabi

Muazin Bangsa dari Makkah Darat

Kullu Man Alaiha Faan