"Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam wadah kerugian, kecuali orang-orang beriman dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran".
Sewaktu Khalifah Umar akan menetapkan permulaan kalender Islam , yang pada waktu itu belum ada rujukan tentang kalender sebagai penetapan waktu sebagaimana dalam penetapan kalender masehi. Beragam usulan yang masuk ke Khalifah Umar, ada usulan dimulai dari kelahiran Nabi, ada juga hari wafatnya Nabi, tapi Khalifah Umar menolak semua usulan-usulan tersebut.
Salah satu yang diterima oleh Khalifah Umar adalah peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Yastrib yang kelak namanya berubah menjadi Madinah. Tentu ada makna yang sangat mendalam terhadap peristiwa hijrah ini, apakah itu makna kesejarahan, sosiologis ataupun makna makna spiritual yang dikandung dalam peristiwa hijrah ini.
Sebelum terjadinya peristiwa hijrah ke yastrib ini, tentu ada peristiwa-peristiwa penting yang mendahuluinya. Nabi sebelum diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah setidaknya ada dua peristiwa yang sangat penting bagi diri Nabi, kedua peristiwa ini, yang pertama menyedihkan bagi Nabi sedangkan yang kedua obat spritual bagi Nabi. Peristiwa pertama yang sangat memukul diri Nabi, karena kedua orang yang sangat dekat Nabi dan pelindung Nabi dari kekerasan yang dilakukan oleh kafir quraisy yaitu wafatnya istri tercinta Beliau dan wafatnya paman beliau yakni Abu Thalib. Keduanya punya jasa yang sangat besar terhadap eksistensi Nabi dalam menjalankan misi dakwanya. Sehingga peristiwa itu disebut sebagai "Am al-huzn" atau tahun kesedihan. Untuk mengobati kesedihan Nabi, Tuhan membawa Nabi untuk melakukan perjalanan yang biasa disebut perjalanan isra dan mi'raj.
Peristiwa ini, memberikan semangat pada diri Nabi, yang baru saja mendapat musibah, yakni Tuhan memperlihatkan kekuasaannya dengan mempertemukan tempat-tempat bersejarah yakni mesjid Aqsa dan mempertemukan seluruh Nabi-nabi atau rasul-rasul sebelumnya. Dan Nabi memanfaatkan pertemuan tersebut untuk berkonsultasi dengan berbagai persoalan keagamaan dan keumatan. Tuhan menginstal kedalam diri dengan berbagai pengalaman keagamaan, keumatan dan kepemimpinan sebelum turun ke bumi dan melakukan hijrah ke Madinah.
Itulah peristiwa-peristiwa yang mendahului pada diri Nabi sebelum melakukan hijrah ke Madinah. Menurut Cak Nur panggilan akrab cendekiawan muslim kenamaan, bahwa hijrah adalah peristiwa historis yang amat besar, bahkan yang paling besar dalam sejarah umat manusia jika dilihat dampak yang dihasilkannya. Walaupun begitu hijrah adalah sekaligus peristiwa metafisis, yang dari berbagai segi termasuk mu'jizat Nabi dan tindakan supranatural beliau. Yang menarik karena dari pandangan Cak Nur ini yang memasukkan peristiwa hijrah sebagai mu'jizat Nabi, yang dalam pandangan-pandangan sebelumnya tidak pernah disebut sebagai suatu mu'jizat.
Peristiwa hijrah adalah merupakan peristiwa besar karena dampaknya yang demikian besar dan dahsyat pada perubahan sejarah seluruh umat manusia. Dengan peristiwa ini adalah merupakan langka awal keberhasilan Nabi dalam memperjuangkan misi utama Nabi dalam mengembangkan dakwah keagamaan kepada umat manusia secara keseluruhan. Momentum kemenangan Nabi dalam memperjuangkan misi kenabiannya diawali dari peristiwa hijrah. Dan ini tepat sekali tindakan Khalifah Umar bin Khattab untuk memilih peristiwa hijrah Nabi, sebagai titik permulaan perhitungan kalender islam, bukan peristiwa-peristiwa lainnya yang sudah dialami oleh Nabi.
Dan tindakan Umar ini sangat bersesuaian dengan prinsip utama dalam islam, "Al I'tibaru fi al jahiliyah bi al ansab, Al I'tibaru fi al islam bi al a'mal" penghargaan dalam jahiliah berdasarkan keturunan sedangkan penghargaan dalam Islam berdasarkan prestasi kerja. Seperti misi inilah yang dikedepankan oleh Nabi, setelah berhijrah ke madinah, ini sangat bertentangan dengan apa yang diterapkan oleh para kafir quraisy di makkah yang sangat mengandalkan prestise bukan prestasi kerja. Dan Nabi adalah seorang yang paling sukses dan paling besar pengaruhnya kepada umat manusia.
Itulah sebenarnya makna hijrah yang membuat Nabi sukses dalam membangun masyarakat Madinah yang egaliter, punya peradaban yang tinggi, berkeadaban, berhasil mempersatukan suku-suku yang ada di Madinah, dan berhasil menciptakan suatu piagam dan disepakati barsama untuk dijalankan secara bersama dan piagam ini mengakomodir semua kepentingan dari kelompok-kelompok yang ada di Madinah pada waktu itu. Nabi tampil secara adil dan memberikan keteladanan kepada seluruh suku-suku atau bani-bani yang ada di Madinah.
Dengan jargon diatas, yaitu semangat mengandalkan penghargaan karena prestasi kerja, bukan karena pertimbangan-pertimbangan kenisbatan yang sekedar memberi gengsi dan pretise seperti keturunan, asal daerah, kebangsaan, bahasa dan lain-lain. Dengan jargon tersebut dalam waktu singkat semenjak hijrah selam 10 tahun Nabi berhasil berhasil mengembangkan misinya membawa peradaban islam yang damai dan maju dan berhasil membebaskan tanah kelahirannya yaitu Makkah menjadi wilayah yang terbebaskan kekuasaan kafir quraisy yang mengedepankan kemusyrikan dalam beragama dan mengandalkan prestise dalam bekerja bukan prestasi kerja sebagaimana yang menjadi tujuan Nabi dalam membangun masyarakat Madinah.
(Bumi Pambusuang, 7 Juli 2024)