Dari Piagam Madinah Ke Visi Kebangsaan Founding Fathers, Oleh : Ilham Sopu 

Dari Piagam Madinah Ke Visi Kebangsaan Founding Fathers, Oleh : Ilham Sopu 

Islam yang dibawa Muhammad SAW adalah agama yang sangat mengedepankan ukhuwah atau persaudaraan. Sewaktu hijrah dari Makkah ke Madinah atau yastrib, proyek pertama yang menjadi tugas Nabi adalah mempersaudarakan masyarakat Muhajirin dan masyarakat Madinah atau Ansar. Proyek persaudaraan ini adalah menjadii ajaran utama Nabi. Persaudaraan yang usung oleh Nabi adalah persaudaraan lintas agama, suku, ras, budaya.

Tujuan dari persaudaraan ini adalah untuk mempersatukan berbagai suku yang ada di madinah pada waktu itu. Sebelum Nabi dan sahabatnya berhijrah ke Madinah, di Madinah pada waktu itu sering terjadi pertikaian antar suku, masing-masing suku ingin menguasai suku yang disebabkan karena merasa merasa suku yang terbaik diantara suku yang lain.

Kehadiran Nabi dan sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan Muhajirin adalah merupakan berkah bagi masyarakat Madinah dan seluruh suku yang ada di Madinah. Bahkan membuat piagam kebersamaan yang dikenal dengan "Piagam Madinah" atau "Madinah Charter", piagam ini mengikat seluruh masyarakat Madinah waktu itu, baik umat Islam, Yahudi, Kristen dan seluruh suku yang ada di Madinah. Nabi tidak menonjolkan satu pihak dalam piagam tersebut, piagam itu adalah hasil kesepakatan bersama yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat Madinah. Itulah yang terjadi dalam sejarah Nabi pasca hijrah, Nabi menerapkan suatu  turan yang sifatnya universal terhadap seluruh warga Madinah. 

Penerapan piagam Madinah oleh Nabi merupakan kalimatun Sawa atau titik temu dari beberapa kelompok yang ada pada waktu itu di Madinah. Sebagai seorang pemimpin, Nabi tidak bertindak sewenang-wenang dan mengutamakan umat Islam, tapi Nabi bertindak sesuai dengan aturan yang ada dalam piagam Madinah yang sudah disepakati bersama. Dalam konteks keindonesiaan, oleh para founding fathers telah juga merumuskan suatu ideologi bersama yang menyatukan seluruh segmen kelompok, baik dari perspektif agama, budaya, etnis, suku, yang dirumuskan dalam satu rumusan yaitu Pancasila.

Betapa sangat tinggi rasa toleransi yang telah dicontohkan oleh para pendiri dan perumus ideologi kebangsaan. Muhammad Hatta menjadi corong dalam menegosiasi usulan dari kelompok yang tidak menerima tujuh kata yang ada disila pertama Pancasila, karena itu hanya mengakomodir kelompok Islam saja, dan Muhammad Hatta berhasil dalam memberikan pemahaman kepada kelompok Islam tentang penghilangan tujuh kata, dan mereka semua sepakat dan menerima sila pertama dari Pancasila menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.

Dalam perjalanan sejarahnya Pancasila menjadi alat pemersatu bangsa karena dapat mengakomodir seluruh kepentingan dari berbagai agama,budaya, dan dapat bertahan sangat cocok kepribadian bangsa karena nilai-nilai yang dikandungnya punya nilai religius dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Warisan dari para tokoh bangsa, itulah yang menjadi acuan atau rujukan oleh generasi selanjutnya, dalam menjaga negara kesatuan dengan ideologi Pancasila sebagai fondasinya. Para pemikir bangsa sebagai penerus dari pendiri bangsa turut memberikan andil dalam melanjutkan dan mempertahankan ideologi kebangsaan yang merupakan bangsa yang pluralistik. Para pelanjut dan pemikir kebangsaan di era tahun 70 an sampai era sekarang, punya kans yang besar dalam melanjutkan visi kebangsaan dari tantangan-tantangan yang ingin merobek persatuan dan kesatuan bangsa dan ingin mengganti ideologi dengan ideologi yang lain bertentangan dengan nilai-nilai pluralistik yang sudah mengakar dalam bumi Indonesia.

Beberapa tokoh yang punya andil dalam mempertahankan visi kebangsaan dan sangat mendukung nilai-nilai pluralistik adalah seperti Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi'i Ma'arif, Abdurrahman Wahid, Fachry Ali, Komarudin Hidayat, Dawam Rahardjo, Amin Abdullah, Agil Siradj, Haedar Nashir, Lukman Hakim Saifuddin dan sederat tokoh-tokoh lainnya senafas dan seperjuangan dalam mempertahankan dan mengedepankan dalam memajukan visi Indonesia yang menganut visi kebangsaan dan mempertahankan Indonesia yang pluralistik.

Para pemikir bangsa tersebut perlu kita gali kembali pemikiran-pemikiran kebangsaannya dan tentunya kita punya tugas untuk melanjutkan tali estafet pemikiran dan kita wariskan kepada generasi milineal hari ini. Gerakan memasifkan pemikiran kebangsaan harus terus dikampanyekan, pihak pemerintah sudah berusaha keras lewat kementerian agama, dalam mendorong kegiatan moderasi dalam beragama, sampai ke tingkat grassroot. Seluruh stakeholder yang ada di kementerian agama maupun dikementerian yang lain untuk memassifkan gerakan yang telah dicanangkan oleh kementerian agama.

Itulah berbagai cara yang perlu kita gunakan untuk mempertahankan visi kebangsaan yang telah digagas oleh para pendiri bangsa yang visi yang memandang jauh ke depan dalam melihat dan tetap konsisten dalam mempertahankan negara yang berfaham moderat dan visi kebangsaan yang menghargai nilai-nilai pluralistik. Pembacaan yang mendalam terhadap karya para tokoh bangsa adalah hal sangat penting, dan landasan yang kuat untuk menafsirkan kembali pemikiran para pendiri bangsa dalam memaknai nilai-nilai nasionalisme terhadap eksistensi bangsa kedepan.

Dukungan terhadap karya-karya yang ditelorkan para pemikir kebangsaan perlu terus di nuzulkan terhadap generasi pelanjut estafet kebangsaan.

(Bumi Pambusuang, 21 Pebruari 2023)


Opini LAINNYA