Kemenag Sulbar Perkuat Sistem Deteksi Dini Cegah Konflik Keagamaan

Temu Konsultasi Pencegahan Konflik Paham Keagamaan Gelombang II

Mamuju (Humas Kanwil) – Upaya menjaga harmoni dan kerukunan umat beragama terus digelorakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat. Melalui Bidang Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Kemenag kembali menggelar Temu Konsultasi Pencegahan Konflik Paham Keagamaan Gelombang II pada Selasa (5/11/2025), sebagai kelanjutan dari kegiatan serupa yang digelar pada Juli lalu.

Kepala Bidang Bimas Islam, Haerul, menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat Early Warning System (EWS) atau sistem deteksi dini dalam mengantisipasi dan mempercepat penanganan potensi konflik keagamaan di tengah masyarakat. Ia menegaskan, sistem ini tidak hanya bertumpu pada teknologi, tetapi juga pada kepercayaan, komunikasi lintas iman, dan kearifan lokal.

“Deteksi dini harus menjadi budaya bersama dalam menjaga stabilitas daerah. Kita perlu mampu mengenali tanda-tanda awal potensi konflik dengan cepat dan tepat, agar pencegahan dini bisa dilakukan sebelum berkembang menjadi konflik terbuka,” ungkap Haerul.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sulbar, H. Adnan Nota, dalam sambutannya saat membuka kegiatan menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama masing-masing. Menurutnya, ketidakpahaman terhadap ajaran agama kerap menjadi sumber kesalahpahaman yang memicu konflik antarumat.

“Pemahaman agama yang benar akan melahirkan sikap toleran. Karena itu, penting bagi setiap pemeluk agama untuk memahami ajarannya secara utuh. Ketika kita memahami, kita akan menghargai,” ujar Adnan.

Ia juga mengajak seluruh peserta dan masyarakat luas untuk terus menumbuhkan semangat saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan bermasyarakat. “Kita hidup dalam masyarakat yang majemuk. Menjaga harmoni dan toleransi antarumat beragama adalah tanggung jawab kita semua. Mari kita pelihara kebaikan, karena di sanalah kunci terhindarnya kita dari konflik,” tambahnya.

Lebih jauh, Adnan menegaskan bahwa perbedaan dalam pemahaman dan praktik keagamaan adalah keniscayaan yang seharusnya tidak menjadi sekat dalam kehidupan sosial. “Perbedaan itu justru bisa menjadi kekuatan yang mempererat hubungan dan memperkokoh kerukunan. Kuncinya adalah komunikasi yang baik,” tuturnya.

Selain komunikasi, Adnan juga menyoroti pentingnya literasi keagamaan sebagai fondasi untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan sikap terbuka terhadap keberagaman. “Literasi keagamaan membuat cara pandang kita lebih luas. Ketika wawasan sempit, mudah muncul kecurigaan dan perpecahan,” ucapnya.

Ia menutup arahannya dengan menegaskan kembali nilai dasar Islam sebagai rahmatan lil alamin — agama yang membawa kedamaian dan kebaikan bagi seluruh umat manusia. “Islam harus hadir secara inklusif, menjadi rahmat bagi semesta alam, bukan sekadar identitas yang memisahkan, tetapi nilai yang mempersatukan,” pungkasnya.


Wilayah LAINNYA