Ziarah Intelektual 

Oleh : Ilham Sopu 

Judul ini mengajak kita untuk menambah pundi-pundi keilmuan kedalam diri kita. Jalan keilmuan adalah jalan pembebasan untuk diri dalam lembah kebodohan. Jalan keilmuan adalah para Nabi, jalan para ulama, jalan para intelektual, jalan pencinta peradaban. Di hadapan Tuhan, pencinta ilmu itu akan terangkat di sisi-Nya. Dan itu adalah janji Tuhan yaitu orang konsisten menapaki jalan keilmuan, Tuhan akan memberikan makam yang terbaik untuknya.

Dalam perjalanan kehidupan Nabi, sejak dari awal kenabiannya, sampai fathu makkah, sebagai simbol berakhirnya dakwah Nabi, Tuhan sudah mewahyukan jalan keilmuannya. Ini ditandai dengan perintah kepada Nabi untuk memanfaatkan fasilitas intelektualnya untuk membaca. Pada prinsipnya "gua hira" yang dikenal jauh dari keramaian, suatu tempat yang sunyi, dimanfaatkan oleh Nabi sebagai tempat untuk ziarah Intelektual, disinilah Nabi terus-menerus mengasah intelektualnya sampai akhirnya diangkat menjadi Nabi atau Rasul, dalam mengembang tugas untuk mencerahkan umatnya.

Pada prinsipnya, selama perjalanan Nabi dalam mengembang amanah dakwah selama 23 tahun kenabiannya,  semuanya dalam nuansa ziarah intelektual.  Tuhan terus menerus menurunkan wahyunya, mengalir terus kewahyuan dari Tuhan, dalam rangka untuk menjaga atau menjawab tantangan umat, yang semakin membanjiri kehidupannya bersama sahabat-sahabatnya. Tantangan zaman yang dialami oleh Nabi, dengan cepat mudah diatasi Nabi dengan  memanfaatkan wahyu dan kecerdasan Nabi, lewat pembacaan yang terus menerus yang dilakukan oleh Nabi.

Setelah menerima wahyu pertama, Nabi langsung bereaksi untuk melakukan pencerdasan kepada umatnya, terutama terhadap sahabat-sahabatnya, dimulai dari pencerdasan nilai-nilai tauhid, sebab inilah adalah menjadi pondasi yang akan memperkuat ketahanan keyakinan para sahabat Nabi. Nabi memang memfokuskan dalam dakwahnya dibidang ketauhidan diawal dakwahnya di periode Makkah selama 13 tahun. Lewat literasi ketauhidan yang dijalankan oleh Nabi kepada para sahabatnya, membuat para para sahabat sangat kuat dalam memegang prinsip-prinsip keagamaannya. 

Begitupun ketika Nabi dan para sahabatnya melakukan hijrah ke yatsrib yang kelak namanya diubah menjadi Madinah, itu adalah bagian ziarah Intelektual yang dilakukan oleh Nabi. Perjalanan ke Madinah atau hijrah tidak pernah lepas dari tradisi keilmuan yang dilakukan kepada para sahabat-sahabatnya, sesampainya di Madinah, Nabi langsung membangun mesjid sebagai media untuk melakukan peribadatan sekaligus tempat untuk melakukan pencerdasan terhadap umat. Mesjid bukan hanya tempat untuk beribadah ritual, tetapi juga sebagai tempat untuk memberikan pemahaman keagamaan dan fungsi-fungsi sosial untuk umat. 

Tugas-tugas kenabian dalam periode dakwah di Madinah itu semakin meluas, Nabi semakin disibukkan dengan agenda-agenda keumatan,  pencerdasan umat, persaudaraan umat, membangun negara Madinah, mempersatukan seluruh suku-suku yang ada di Madinah pada waktu itu. Nabi berhasil merumuskan suatu konsep piagam yaitu dikenal Madinah Charter, piagam ini, mengakomodir seluruh elemen yang ada di Madinah, bukan hanya umat islam yang dipersatukan, tapi suku-suku yang ada dalam agama  yahudi, seperti suku khazraj, Bani quraidhah dan suku-suku lainnya.

Kalau di Makkah Nabi lebih fokus dalam pencerdasan ketauhidan, bagaimana mengesakan Tuhan, membebaskan masyarakat Makkah dari faham-faham politeisme yang sudah sangat mengakar pada masyarakat Makkah waktu itu, Nabi datang untuk membawa misi tauhid, misil pembebasan, suatu faham keagamaan yang menantang praktek-praktek politeisme yang bertentangan nilai-nilai kemanusiaan universal. Sementara untuk periode Madinah  yang berlangsung hanya 10 tahun, Nabi dan para sahabat yang sudah tercerahkan melakukan pengembangan dari misi tauhid yaitu pencerdasan peradaban umat dalam menciptakan suatu masyarakat madani yang lebih berkeadaban.

Keberhasilan Nabi dan para sahabatnya beserta seluruh masyarakat Madinah pada waktu itu itu karena peran Nabi yang sangat sentral, sebagai sumber peradaban, tokoh pemersatu, yang dapat mempersatukan masyarakat madinah selama ini sebelum kehadiran Nabi selalu dalam pertikaian yang tidak ada hentinya. Namun Nabi dapat menyatukan berbagai kelompok tersebut, lewat suatu perjanjian dimana Nabi menjadi pionir atau konseptor dan mencoba mengakomodasi berbagai kepentingan dari kelompok yang ada di kota madinah.

Itulah ziarah intelektual yang dilakukan oleh Nabi bersama sahabat-sahabatnya, peran Nabi begitu sangat besar dalam pencerdasan umat, baik ketika berada di Makkah selama 13 tahun maupun ketika berada di Madinah selama 10 tahun, suatu prestasi sangat luar biasa yang diperankan oleh Nabi bersama sahabat-sahabatnya dalam menciptakan suatu masyarakat yang dilandasi jiwa ketauhidan yang kuat. ziarah intelektual ini memberikan bekas atau jejak keilmuan yang diwarisi kepada umat-umat sesudah masa kenabian dan para sahabat.

Itulah warisan Nabi yang menjadi kunci kemajuan dan keberhasilan Nabi, dalam memberikan warisan intelektual,  dan ini menjadi tugas generasi hari ini untuk menjadi jalan dalam pengembangan masyarakat yang tidak pernah lepas kegiatan-kegiatan keilmuan atau banyak melakukan ziarah Intelektual.

(Bumi Pambusuang, 15 September 2025)


Opini LAINNYA

Ziarah Intelektual 

Nurani Yang Lumpuh

Sugesti Singkat Tentang Maulid

Guru Spiritual, Realitas 

Ujung Dari Agama

Meneladani Gus Dur, Merawat Indonesia 

Khusu'  Ritual, Khusu' Sosial

Stunting Intelektual