Apa ada ujung dari beragama, setidaknya itulah yang menjadi perbincangan dari judul di atas. Dalam logika kehidupan, ada awal kehidupan dan ada akhir kehidupan, seperti itulah hukum siklus kehidupan. Agama itu turun dari Tuhan, dan ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan. Agama dan manusia kedua berasal dari Tuhan, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Manusia diturunkan ke bumi, disertai dengan fasilitas yang menyertainya yaitu agama. Itu berbeda dengan makhluk yang lain, seperti binatang hanya sekedar dilepaskan, dan binatang hanya mengandalkan instingnya tanpa ada petunjuk yang mendampinginya.
Manusia sangat diuntungkan, karena ada potensi yang diberikan oleh Tuhan, berupa nurani yang ada pada setiap manusia, dan agama yang diturunkan oleh Tuhan untuk mendampingi nurani tersebut. Dua potensi ini, yakni potensi dari dalam dan potensi dari luar, dan kedua potensi ini berasal dari Tuhan. Kedua potensi ini dalam bahasa keagamaan disebut dengan fitrah majbulah dan fitrah munazzalah.
Manusia yang memfungsikan kedua fasilitas ini, akan merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap tindakannya, itulah yang dimaksud dengan bahasa al Qur'an "kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Tuhan". Kita akan merasakan sentuhan-sentuhan spritualitas dan selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan karena ada dorongan-dorongan dari dalam dan begitupun sentuhan-sentuhan Tuhan lewat ajaran agama yang mereka pelajari.
Manusia yang tidak mampu merasakan sentuhan-sentuhan wajah Tuhan, atau kekuasaan Tuhan, adalah manusia yang tuna secara spritual. Manusia yang gagal membaca fasilitas Tuhan yang disiapkan untuknya. Betapa Tuhan telah memberikan isyarat-isyarat atau jejak-jejak kepada manusia namun manusia gagal dalam memaknai isyarat-isyarat Tuhan tersebut, mungkin karena manusia terlalu larut dalam perbuatan-perbuatan amoral sehingga tertutupi bilik-bilik atau jalan menuju Tuhan. Jalan menuju Tuhan itu berliku-liku, kadang menanjak dan kadang menurun, tapi bagi yang Istiqomah menuju atau meniti jalan ketuhanan itu akan dapat merasakan isyarat-isyarat ketuhanan.
Syaikh Yusuf al Makassary, menyampaikan suatu teks yang merupakan berasal dari Nabi bahwa "Bahwa inti dari agama adalah ma'rifatullah, inti dari ma'rifatullah adalah akhlak, inti dari akhlak adalah silaturrahim, dan inti dari silaturrahim adalah menyampaikan rasa bahagia ke hati seorang mukmin". Dengan memperhatikan teks ini, bahwa agama dimulai dari tauhid dan diakhiri dengan kepekaan sosial terhadap sesama. Ibarat tauhid itu akar tunggang dari sebuah pohon dan akhlak terhadap sesama manusia bagaikan daun-daun yang rindang yang menambah keindahan sebuah pohon.
Empat inti agama yang disebut dalam hadis di atas, itu saling terkait, dan itu menjadi prasyarat yang menjadikan seseorang punya nilai keagamaan yang baik. Dari Tauhid yang kuat itu akan melahirkan akhlak yang mulia, dan kebaikan akhlak seseorang akan melahirkan manusia-manusia yang punya nilai silaturrahim yang baik, dan banyak bersilaturahmi itu akan menciptakan manusia-manusia yang punya kepekaan sosial yang baik.
Dalam era modern sekarang ini, di mana manusia-manusia banyak yang mengalami krisis moral, panduan moral sudah hilang dari manusia-manusia modern, mereka kehilangan arah, kehilangan kompas spritual, mereka berjalan tanpa arah yang jelas. Mereka kehilangan jati dirinya, tempat berpijak mereka keropos sehingga mudah terjatuh dalam bangkai peradaban yang gelap. Seperti itulah kebanyakan yang dialami masyarakat modern sekarang ini.
Untuk menyembuhkan kembali peradaban yang pernah diperjuangkan oleh Nabi selama 23 tahun di masa kenabiannya, manusia punya potensi untuk mengembalikan peradaban yang telah hilang tersebut. Belajar dari perjuangan Nabi dalam membangun suatu masyarakat yang egaliter yang dimulai dari pengembangan potensi diri. Manusia memiliki potensi spritual, dan dengan potensi tersebut, dengan akar potensi spritual akan melahirkan peradaban sosial yang anggung sebagaimana yang diciptakan oleh Nabi lewat peradaban Madinah atau akrab disebut masyarakat madani.
Nabi telah memberikan arah yang jelas dalam membentuk model-model keberagamaan yang dapat membuat manusia, kuat secara spritual tetapi juga kuat secara sosial kemasyarakatan. Itulah contoh keberagamaan yang diajarkan oleh Nabi, yang dimulai dari penguatan tauhid, yang melahirkan suatu akhlak atau moral yang baik, dan akhlak akan melahirkan suatu persambungan hubungan sosial dalam bentuk silaturrahim, dan pada akhirnya akan mendistribusikan kelembutan-kelembutan kasih sayang yang ditebarkan kepada sesama manusia.
Hadis yang dikutip di atas, bahwa agama itu dimulai dari ma'rifatullah, dan diakhiri memasukkan rasa bahagia dalam hati sesama saudara itu tergambarkan dalam kegiatan ibadah shalat, bahwa shalat itu dimulai dari takbir sebagai simbol ma'rifatullah dan diakhiri dengan salam, itu sebagai simbol dari "idkhalussurur fi qulubil Ikhwa", memasukkan rasa bahagia ke dalam hati setiap saudara.
(Bumi Pambusuang, 4 September 2025).