MAULID adalah seremoni suci yang mengajarkan tatanan keseimbangan cinta kepada Rasulullah SAW sebagai utusan pilihan.
Antara keutamaan memperbanyak shalawat secara lisan dengan ikhtiyar yang ril untuk mensinergikan muatannya dengan segala macam perbuatan, di situlah hikmah inti dari pengharapan nilai-nilai keberkahan serta anugerah keselamatan dari Tuhan (QS. Ali Imran: 31, QS. Al-Ahzab: 56).
Karena itu, indikator kesuksesan bermaulid pun tak hanya diukur sebatas antusiasitas dan gaung seremonialnya saja. Lebih dari itu, totalitasnya ada pada konsistensi diri dalam merehabilitasi kesadaran menuju realitas kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya (efeknya memantul pada peningkatan kualitas nilai-nilai beragama dari waktu ke waktu).
Tentu saja kemudian, kegagalan memanifestasikan diri dalam posisi sebagai "rahmatan lil alamin" (sentral kutub kemaslahatan dan kedamaian bagi kehidupan alam seisinya) adalah cermin betapa masih berjaraknya kita dari realitas pencapaian manusia-manusia Muhammad.
Bukankah momentum Maulid pada setiap tahunnya, disamping merupakan syi'ar cinta bernilai ibadah, juga diharapkan menjadi media positif dalam mengenal dan meneladani jejak kepribadian "Sang Penyebab" kehidupan ini diciptakan..... ???
Ushini waiyyakum bitaqwallah, Wallahu a'lam bisshawab.