Dalam buku Cak Nur, pesan-pesan taqwa, salah satu kumpulan khotbah cak nur di Paramadina, ada satu pokok bahasan yang cukup menarik untuk bahan kajian terkait dengan makna kalimat tauhid "la Ilaha Illallah", yang artinya tidak ada tuhan kecuali Allah. Para ulama menguraikan lafal sederhana ini tetapi sangat mendasar dengan membagi dua bagian yaitu la Ilaha (tiada Tuhan) dan illa 'l-Lah (selain Allah). Secara hirarki atau susunan kalimat ini, sangat menarik untuk dikaji. Untuk menjadi seorang yang bertauhid menurut kalimat ini, dalam bahasa Cak Nur menjadi seorang muslim atau menjadi seseorang yang mempunyai pegangan hidup yang benar, dimulai dengan ucapan "Tidak ada Tuhan kecuali Allah."
Metode kalimat tauhid ini, pernah juga dipraktekkan oleh Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan, pengalaman Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan itu direkam dalam Al-Qur'an dan sangat menarik pencarian Ibrahim, dia berpindah dari satu Tuhan ke Tuhan yang lain, banyak Tuhan-tuhan palsu yang dilalui Ibrahim sebelum sampai kepada Allah. Pertama Ibrahim menganggap bahwa bintang yang ada di langit itu adalah Tuhan, tetapi muncul bulan hilanglah bintang tersebut, dan Ibrahim menganggap bulan adalah Tuhan, tidak lama kemudian muncul matahari maka hilanglah bulan, dan Ibrahim berpendapat bahwa inilah Tuhan, tidak lama matahari juga tenggelam dan menghilang, akhirnya Ibrahim mengatakan bahwa Tuhan adalah yang menciptakan semua ini.
Banyak hal yang patut kita pelajari dari Ibrahim terkait dengan keberagamaan Nabi Ibrahim, bahkan sejak kecil sudah muncul sikap kritis Ibrahim dalam menjalani proses dalam memaknai cara beragama. Pada zaman Ibrahim dikenal sebagai zaman tumbuh suburnya politeisme dalam beragama, mulai dari pemimpin atau raja sampai masyarakat umum telah terkontaminasi dengan sesembahan terhadap patung yang dipercayai membawa manfaat bagi mereka. Di sinilah Ibrahim kecil, muncul kecerdasannya atau daya kritisnya terhadap kebodohan masyarakat waktu itu, bahwa yang disembah itu sesuatu yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya.
Daya kritis Nabi Ibrahim, tidak pernah surut sampai menjadi seorang Nabi, bahkan pernah bertanya kepada Tuhan, bagaimana dia dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Dan Tuhan menjawab, apakah engkau Ibrahim masih belum percaya?, Ibrahim menjawab saya percaya, tapi supaya hati saya tenang. Dengan melihat jawaban Ibrahim tersebut, bahwa iman butuh pembuktian dan dengan bukti tersebut akan membuat hati terasa tenang. Dalam pertanyaan Ibrahim kepada Tuhan, tentang bagaimana cara menghidupkan orang yang sudah mati, Ibrahim sangat yakin bahwa Tuhan mampu untuk menghidupkan orang yang sudah mati, tapi Ibrahim ingin melihat dengan mata kepala proses dari cara Tuhan menghidupkan kembali orang yang sudah mati.
Keimanan ala Ibrahim adalah cara beriman dengan melihat dan meyakini suatu proses dalam beragama. Itulah sebabnya Ibrahim dikenal sebagai Bapak monoteisme, karena dikenal sangat serius dalam mencari keaslian dalam beragam kepada Tuhan. Dari sinilah dasar dalam beragama secara benar. Dan sangat seirama ketika Cak Nur mencoba memberikan penjelasan terhadap makna kalimat tauhid, dalam proses beragama secara benar atau bertauhid secara benar.
Dalam bahasa Cak Nur, kita sudah mengucapkan kalimat tauhid La Ilaha Illallah, tapi mungkin sebagian dari kita lupa makna yang sangat mendalam ini. Bahwa untuk menjadi orang yang benar bukanlah dimulai dengan "Aku percaya kepada Allah", tetapi dimulai dengan "Aku tidak percaya kepada semua kepercayaan-kepercayaan itu." Dengan kata lain, dimulai dari pembebasan diri dari berbagai kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Kemudian kita juruskan diri kita pada kepercayaan yang benar. Dari proses negasi ke konfirmasi, nafyun ke itsbat, atau peniadaan ke peneguhan.
Itu terjadi karena sebetulnya manusia itu problemnya bukan tidak percaya kepada Tuhan. Percaya kepada Tuhan paling natural atau alamiah, dan tidak ada manusia yang tidak percaya kepada Tuhan. Tetapi persoalannya ialah kepercayaannya kepada Tuhan, itu tidak benar, baik caranya percaya maupun pemahamannya mengenai Tuhan tidak benar. Padahal setiap kepercayaan itu membelenggu, setiap kepercayaan itu mengikat kita dan kita semua menjadi hamba dari apa yang kita percayai, demikian penjelasan Cak Nur, dalam buku pesan-pesan taqwa.
Itulah makna dari kalimat tauhid, bahwa beragama itu seperti yang dicontohkan Ibrahim berangkat dari proses, dari keraguan menuju sikap percaya, begitupun makna dari kalimat tauhid berangkat dari peniadaan ke peneguhan, melalui proses tersebut kita bertauhid secara benar atau beragama secara benar.
(Bumi Pambusuang, 18 April 2025)
