Kisah Sengsara Yesus: Tuntunan Iman (sebuah refleksi Pekan Suci)

Oleh : Anton Ranteallo

Setiap hari kita disuguhkan berbagai informasi baik di media sosial maupun di dunia nyata terkait kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik dan juga agama. Berita demi berita yang kita simak ada yang positif ada pula yang negatif. Semua tontonan itu tentu memberi kesan dan warna tersendiri dalam peziarahan hidup kita. Kita bisa memetik makna yang baik di balik realitas yang dipertontonkan apalagi dalam bidang keagamaan.

Saat ini umat Kristiani seluruh dunia menjalani pekan suci (holy week) yang diawali dengan perayaan Minggu Palma. Minggu Palma merupakan hari penting dalam tradisi Kristen dikenal sebagai peringatan masuknya Yesus Kristus ke kota Yerusalem, yang disambut meriah sebagai raja oleh orang banyak yang melambaikan daun palma. 

Dalam Injil dikisahkan bahwa Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai dan orang-orang menyambut-Nya dengan penuh sukacita sambil melambaikan daun palma dan berseru, "Hosana bagi Anak Daud!" (Matius 21:9). Ini adalah simbol penerimaan umat terhadap Yesus sebagai Mesias. Daun palma yang dibawa umat sambil dilambaikan melambangkan kemenangan, damai, dan keselamatan. Dalam konteks ini, palma menjadi simbol penghormatan kepada Yesus sebagai Raja Damai. Namun, hari Minggu Palma juga mengandung nuansa penderitaan yang akan dialami Yesus, karena tidak lama setelah Yesus dieluk-elukkan sebagai raja berubah menjadi pendertiaan. Ini mengajak umat untuk merenungkan makna pengorbanan, kerendahan hati, dan kasih yang ditunjukkan oleh Yesus.

Tontonan selanjutnya adalah Perayaan Tri Hari Suci, yakni Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci. Perayaan Kamis Putih adalah kenangan akan Perjamuan Malam Terakhir (The Last Supper) yang dilakukan Yesus bersama para murid-Nya sebelum Ia ditangkap dan disalibkan. Dikisahkan bahwa Yesus makan malam bersama kedua belas murid-Nya, kemudian, Ia mengambil dan memberkati roti-anggur, lalu memberikan kepada para murid sebagai lambang Tubuh dan Darah-Nya.  Pada perayaan Kamis Putih, Yesus juga membasuh kaki para murid-Nya sebagai simbol kerendahan hati dan pelayanan. Ia ingin memberi contoh bahwa pemimpin sejati adalah yang melayani, bukan dilayani.

Kamis Putih menjadi momen Yesus "menetapkan" Ekaristi dan memberikan teladan pelayanan yang kelak menjadi dasar bagi para imam dan pemimpin gereja. Setelah perjamuan, Yesus berdoa di Taman Getsemani dan akhirnya ditangkap oleh para tentara Romawi. Kamis Putih adalah hari yang sangat menyentuh penuh dengan simbol kasih, kerendahan hati, dan pengorbanan. Dengan tontonan ini kita diajak untuk merenungkan penderitaan Yesus demi keselamatan kita manusia, sekaligus menjadi undangan bagi kita untuk hidup dalam kasih dan pelayanan.

Perayaan Jumat Agung adalah untuk memperingati penderitaan, penyaliban, dan kematian Yesus di Golgota. Ini adalah momen di mana Yesus menanggung penderitaan demi menebus dosa umat manusia. Penyaliban Yesus adalah puncak kasih Allah kepada manusia. Ia rela mengorbankan diri-Nya agar manusia mendapatkan keselamatan dan hidup kekal. Kita diajak untuk merenungkan penderitaan Kristus secara mendalam.

Perjalanan iman Kristiani berpuncak pada satu peristiwa yang tragis sekaligus penuh kemuliaan: penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus. Sebuah rangkaian peristiwa yang bagi sebagian orang hanyalah sebuah tontonan penderitaan, namun bagi orang percaya, itu adalah tuntunan iman yang menuntun kepada keselamatan dan pengharapan kekal.

Peristiwa penyaliban Yesus terjadi setelah pengkhianatan oleh Yudas Iskariot, pengadilan yang tidak adil, dan cambukan yang menghancurkan tubuh-Nya. Di hadapan Pilatus, rakyat berteriak, "Salibkan Dia!" (Lukas 23:21). Yesus memikul salib-Nya menuju Golgota, tempat penyalibannya bersama dua orang penjahat.

Dari sudut pandang manusia ini adalah tontonan kekerasan dan ketidakadilan. Tubuh yang tak bersalah dihukum seperti penjahat. Namun dari sudut pandang ilahi, ini adalah penggenapan nubuat bahwa Mesias harus menderita demi menebus dosa manusia. Ketika Yesus berseru, “sudah selesai,” (Yohanes 19:30), itu bukan tanda kekalahan, tapi deklarasi kemenangan. Karya penebusan telah diselesaikan. Dosa telah dibayar lunas. Tirai Bait Suci terbelah dua tanda bahwa akses manusia kepada Allah kini terbuka melalui pengorbanan Kristus.

Malam Paskah/Vigili Paskah adalah momen paling agung dan penuh sukacita dari seluruh perayaan yang ada.   Inilah inti dari iman Kristen. Kristus telah menang atas dosa dan maut membuka jalan keselamatan bagi umat manusia. Malam Paskah dimulai dalam kegelapan dan berakhir dalam terang sebagai lambang bahwa terang Kristus mengalahkan kegelapan dosa dan kematian. Malam ini membuka masa Paskah yang berlangsung selama 50 hari, hingga Hari Pentakosta.

Adapun spritualias malam paskah yakni mengalami pembaruan iman, menghidupi kemenangan atas dosa, memulai hidup baru dalam terang Kristus. Malam Paskah adalah malam paling suci dan penuh harapan. Dari suasana gelap, kita diajak menyambut terang kebangkitan. Ini bukan hanya peristiwa sejarah, tapi juga undangan bagi setiap orang untuk bangkit bersama Kristus dalam hidup sehari-hari.

Tiga hari setelah kematian-Nya, sebuah kabar mengguncang dunia: kubur itu kosong. Para perempuan pertama yang datang untuk meminyaki Tubuh-Nya justru disambut oleh malaikat yang berkata, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit.” (Lukas 24:5-6).  Kebangkitan Yesus bukan hanya bukti kuasa-Nya atas maut, tetapi juga jaminan bahwa iman kita tidak sia-sia. Paulus berkata, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga iman kamu.” (1 Korintus 15:14).

Melalui kebangkitan-Nya, Yesus membalikkan tragedi menjadi kemenangan, kutuk menjadi berkat, maut menjadi kehidupan. Ini bukan lagi sekadar tontonan sejarah, tetapi dasar iman yang mengubah hidup. Apa yang dunia lihat sebagai kegagalan, salib yang hina, dan kubur yang gelap justru menjadi tuntunan terang bagi umat percaya. Melalui penderitaan-Nya, kita belajar tentang kasih yang rela berkorban. Melalui kebangkitan-Nya, kita menerima kekuatan untuk hidup dalam pengharapan. Salib bukan sekadar simbol agama, tapi jalan hidup mengajak kita untuk mati terhadap dosa dan bangkit dalam kehidupan baru bersama Kristus. Mari kita tidak hanya menjadi penonton dari kisah sengsara dan kebangkitan Yesus, tetapi menjadikan-Nya tuntunan iman dalam setiap aspek hidup kita. Karena melalui salib dan kubur yang kosong, kita belajar bahwa tidak ada penderitaan yang sia-sia dan tidak ada kematian yang mampu mengalahkan kasih Allah.Tuhan memberkati.


Opini LAINNYA

Ibrahim dan Simbol Ibadah Haji

Agama Orang Kampung

Monoteisme Ibrahim

Bangkrut yang Sesungguhnya

Tarian THR, Menyerupai Kaum Yahudi?!