Pasya Gorontalo : dalam perspektif Islam!

Muh. Yusrang (Ketua IPARI Mamuju Tengah)

Beberapa hari terakhir, Jagat Maya diramaikan dengan kasus kontroversi antara seorang guru dan murid - yang juga sebagai ketua OSIS dan Yatim Piatu.

Semua orang mengecam tindakan sang guru yang harusnya memberikan edukasi dan contoh yang baik malahan ia sendiri terlibat dalam aksi tidak senonoh tersebut. Semua sepakat bahwa tidak ada pembenaran kepada sang guru terlebih dia sudah memiliki istri.

Tidak sedikit pula yang memberikan simpati dan dukungan moril kepada si murid. Dimana seharusnya, dengan segala kepolosan dan keluguan serta kurangnya kasih sayang & perhatian orang tuanya karena meninggal, mendapatkan perlakukan yang baik malahan sebaliknya, mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan oleh gurunya sendiri.

Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi. Lantas, bagaimana Islam memandang persoalan ini. Sebelumnya, kita lihat dulu. Ada berapa jenis perbuatan zina dan bagaimana pemberlakuan hukum bagi para pelaku.

Di dalam Islam, pelaku zina dibagi kedalam dua kategori. Pertama pelaku zina 𝗠𝘂𝗵𝘀𝗮𝗻 yaitu pelaku zina yang sudah berkeluarga/istri atau suami. Kedua, pelaku zina 𝗚𝗵𝗮𝗶𝗿𝘂 𝗠𝘂𝗵𝘀𝗮𝗻 yaitu pelaku zina yang belum berkeluarga.

Setelah mengetahui pembagian jenis pelaku zina diatas, maka pemberlakuan hukum bagi para pelaku zina tersebut sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

𝗦𝗶 𝗚𝘂𝗿𝘂

Bagi guru jelas sudah berlaku hukum baginya. Mau dilihat dari berbagai perspektif pun baik hukum positif maupun hukum Islam tetap jelas hukuman yang diberikan bagi si guru. Terhadap guru ini, dia termasuk kedalam kategori pelaku zina 𝗠𝘂𝗵𝘀𝗮𝗻.

Lantas, bagaimana hukuman yang harus diberikan kepadanya sesuai dengan syariat Islam. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi SAW.
وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ، وَالرَّجْمُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: "dan orang yang sudah punya pasangan (suami atau istri) yang berzina dengan orang yang sudah punya pasangan hukumannya adalah dirajam. (HR. Muslim).

Maka sangat jelas bahwa bagi si Guru karena ia termasuk pelaku zina Muhsan (pelaku zina yang sudah berkeluarga). Hukuman baginya sebagaimana dijelaskan dalam hadits diatas yaitu di rajam, dilempar menggunakan batu hingga meninggal.

𝗦𝗶 𝗠𝘂𝗿𝗶𝗱

Sedangkan bagi si murid - didalam Islam usia dewasa tidak ada ketentuan spesifik diangka usia berapa tapi masyhur dikalangan ulama berpendapat bahwa usia dewasa itu ialah ketika anak sudah memiliki tanda-tanda kedewasaan atau baligh.

Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya 𝙎𝙖𝙛𝙞𝙣𝙖𝙩𝙪𝙣 𝙉𝙖𝙟𝙖𝙝 menyebutkan ada 3 (tiga) hal yang menandai bahwa seorang anak telah menginjak akil baligh.

تمام خمس عشرة سنة في الذكر والأنثى والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين والحيض في الأنثى لتسع سنين

“Ketiga tanda baligh tersebut adalah sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan”.(lihat Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safiinatun Najah, (Beirut: Darul Minhaj: 2009), hal. 17).

Dalam kitab 𝙆𝙖𝙨𝙮𝙞𝙛𝙖𝙩𝙪𝙨 𝙎𝙖𝙟𝙖, Syaikh Nawawi Al-Bantani secara singkat padat memaparkan penjelasan ketiga tanda tersebut sebagai berikut:

1. Sempurnanya umur lima belas tahun berlaku bagi anak laki-laki dan perempuan dengan menggunakan perhitungan kalender hijriah atau Qomariyah. Seorang anak—baik laki-laki maupun perempuan—yang telah mencapai umur lima belas tahun ia telah dianggap baligh meskipun sebelumnya tidak mengalami tanda-tanda baligh yang lain.

2. Tanda baligh kedua adalah keluarnya sperma (ihtilaam) setelah usia sembilan tahun secara pasti menurut kalender hijriyah meskipun tidak benar-benar mengeluarkan sperma, seperti merasa akan keluar sperma namun kemudian ia tahan sehingga tidak jadi keluar. Keluarnya sperma ini menjadi tanda baligh baik bagi seorang anak laki-laki maupun perempuan, baik keluar pada waktu tidur ataupun terjaga, keluar dengan cara bersetubuh (jima’) atau lainnya, melalui jalannya yang biasa ataupun jalan lainnya karena tersumbatnya jalan yang biasa.

3. Adapun haid atau menstruasi menjadi tanda baligh hanya bagi seorang perempuan, tidak bagi seorang laki-laki. Ini terjadi bila umur anak perempuan tersebut telah mencapai usia sembilan tahun secara perkiraan, bukan secara pasti, dimana kekurangan umur sembilan tahunnya kurang dari enam belas hari menurut kalender hijriyah. Bila ada seorang anak yang hamil pada usia tersebut, maka tanda balighnya bukan dari kehamilannya tetapi dari keluarnya sperma sebelum hamil (lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kaasyifatus Sajaa, (Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 31).
Jadi, ketika anak memiliki salah satu tanda diatas maka sudah termasuk usia dewasa atau Akil baligh.

Begitu pula terhadap si murid, jelas bahwa usianya telah melewati 15 tahun dan masuk dalam salah satu kategori tersebut diatas. Maka, ia tergolong sudah memiliki salah satu tanda kedewasaan.

Dan si murid termasuk pelaku zina  𝗚𝗵𝗮𝗶𝗿𝘂 𝗠𝘂𝗵𝘀𝗮𝗻 (pelaku zina yang belum berkeluarga) dan hukumannya dijelaskan dalam Q.S An Nur: 2, yaitu di cambuk sebanyak 100 kali.

Dan sebagian besar ulama berpendapat bahwa hukuman bagi pezina 𝗚𝗵𝗮𝗶𝗿𝘂 𝗠𝘂𝗵𝘀𝗮𝗻 ialah cambukan 100 kali dan diasingkan selama setahun.

Jadi, jelas dalam hukum Islam bahwa hukuman bagi para pelaku zina itu tergantung dari statusnya apakah sudah menikah atau belum.

Namun, karena Indonesia merupakan negara Hukum positif dengan beberapa perangkat hukumnya. Maka, perkara ini kita serahkan kepada pihak yang berwenang. Ada proses hukum yang harus ditempuh.

Akan tetapi, sebagai masyarakat, kami memberikan rekomendasi agar hukuman yang diberikan itu semaksimal mungkin. Terlebih yang melakukan ini adalah oknum guru yang seharusnya menjadi lilin penerang ditengah redupnya semangat literasi dan edukasi rakyat kita.

Terakhir, kami juga berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat agar lebih memperhatikan sanak keluarganya terkhusus terhadap anak-anaknya. Jangan pernah lepas dan pupus perhatian kita kepada mereka.

Masa depan anak kita tergantung bagaimana kita memperlakukan dan mendidik mereka saat ini. Jangan sampai, karena kita abai sehingga masa depan mereka tergerus, pupus dan terputus.

Didik mereka sejak dini. Ajari mereka batasan-batasan didalam melakukan interaksi terhadap orang lain. Jangan sungkan untuk menyampaikan pemahaman batasan seksual karena hal itu sangat penting untuk masa depannya.
Wallahu 'alam.


Opini LAINNYA

Sugesti Maulid (2)

Sumpah Pemuda: Jiwa Muda Untuk Indonesia Emas

Proyek Generasi

Pemuda Hari Ini, Pemimpin Masa Depan

Doa

Pasya Gorontalo : dalam perspektif Islam!