Menarik tema sentral yang diusung di hari santri tahun ini, yaitu jihad santri jayakan negeri, tema yang sangat kondisional untuk santri dan sumbangsihnya terhadap eksistensi bangsa. Santri punya sumbangsi yang sangat besar terhadap berdirinya negara kesatuan republik Indonesia. Banyak pejuang kemerdekan yang berasal kalangan santri. Mereka betul-betul berjihad untuk membebaskan rakyat di nusantara ini dari cengkeraman kolonialisme. Perjuangan para santri bukan hanya perjuangan lewat fisik tapi juga lewat jihad intelektual. Perumusan dasar negara ini, juga banyak diwarnai para pemikir santri. Apa yang kita nikmati saat ini berupa dasar bernegara adalah merupakan legacy para santri yang berjuang ikhlas demi eksistensi negara Indonesia kedepan.
Warisan dari pejuang kemerdekaan yang telah kita nikmati pada hari ini, yang notabene merupakan warisan para santri perlu dijaga dan dipelihara dengan baik. Pemikiran-pemikiran para santri pejuang kemerdekaan sangat cocok dengan Indonesia yang akan dibangun kedepan. Indonesia yang berdiri diatas landasan keberagaman dalam berbagai perspektif, adalah menjadi dasar dari para perumus dasar negara atau pandangan hidup bangsa. Betapa para santri sangat memahami ramuan kebangsaan, dan menjadi perekat dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan dan menjadi pondasi dasar untuk keutuhan bangsa kedepan.
Para santri generasi penerus bangsa, perlu merujuk kepada santri generasi awal, dalam memaknai kehidupan kebangsaan dan pemikiran kehidupan kebangsaan dalam melihat Indonesia secara keseluruhan. Indonesia adalah negara yang besar atau bangsa yang besar. Santri generasi hari ini, punya tugas yang berat, yaitu menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan para pendahulu, yaitu pemikiran yang brilian tentang pondasi kebangsaan dan pengembangan kebangsaan. Menjaga nilai-nilai kebangsaan yang telah ditinggalkan oleh para santri awal, bukan hanya warisan pemikirannya tetap jihad intelektual dari mereka. Para santri pendiri bangsa ini dikenal sangat bergairah dalam berjihad intelektual. Mereka dikenal dengan aktifis yang intelektual atau intelektual yang aktifis. Itulah yang banyak dimiliki para pendiri bangsa yaitu kemampuan d bidang intelektual ditopang dengan kemampuan di bidang pergerakan.
Dengan membaca atau mempelajari sejarah perjuangan dari para santri pendiri dan perumus kemerdekaan itu akan memberikan semangat atau suntikan dalam melanjutkan cita-cita mereka dalam memberikan fondasi awal tentang dasar dalam bernegara yang sesuai dengan kondisi nusantara yang pluralistik dalam berbagai perspektif. Itulah tugas yang dilanjutkan oleh generasi santri hari ini. Melanjutkan cita-cita pendiri bangsa yang diwariskan tersebut bukanlah persoalan yang mudah dilakukan. Di era modern sekarang ini, banyak tantangan yang dihadapi oleh generasi santri hari ini, diantaranya masifnya gerakan-gerakan keagamaan radikal yang sangat literal dalam memahami penafsiran keagamaan. Mereka aktif mengkampanyekan pemahaman keislaman yang kaku, dan tidak memperhatikan kondisi budaya dan kearifan-kearifan lokal yang ada di Indonesia.
Dengan melihat kondisi seperti ini, santri harus tampil di garda terdepan untuk mengkampanyekan pemikiran-pemikiran keislaman moderat atau wasatiyah seperti yang menjadi visi dari para pejuang pendiri negara dan pemerintah saat ini yang sangat masif dalam mengkampanyekan pemahaman Islam yang moderat. Program pemerintah dalam mengkampanyekan moderasi beragama itu sangat sejalan visi para santri, keberadaan para santri diberbagai pesantren sudah sangat familier dengan ajaran-ajaran Islam wasatiyah, Kyai-kyai yang ada di pesantren di kenal punya pemahaman keislaman yang kuat karena telah banyak membaca kitab-kitab yang telah diwariskan oleh ulama-ulama klasik. Ajaran-ajaran Kyai yang syarat dengan keilmuan yang mendalam, itulah santapan keseharian oleh para santri. Dengan demikian santri dijamin punya wawasan keislaman yang moderat, punya wawasan keilmuan klasik yang kuat dan juga punya wawasan kemodernan.
Banyak tokoh-tokoh nasional yang juga pemikir keislaman berasal dari identitas santri, seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Syafi'i Ma'arif, Komarudin Hidayat, dan sederet cendekiawan-cendekiawan muslim lainnya, yang sering mengkampanyekan pemahaman keislaman wasatiyah. Pemahaman keislaman mereka perlu dijadikan kiblat pemahaman keislaman oleh santri-santri masa kini. Indonesia sangat membutuhkan keislaman yang dikawinkan dengan keindonesiaan sebagaimana yang menjadi pemikiran para tokoh-tokoh moderat diatas. Warisan dari pemikiran tokoh bangsa tersebut menjadi konsumsi para santri demi melanjutkan cita-cita perjuangan mereka.
Ada pesan dari Kyai Sahal Mahfudz yang menjadi pegangan untuk semua santri, pesan-pesan yang begitu mendalam dari seorang Kyai yang sangat terkenal dengan fiqh sosialnya. Bahwa sifat abadi yang harus dimiliki oleh seorang santri diantaranya, Bahwa seorang santri itu harus punya prinsip, punya landasan dasar, punya pegangan keagamaan yang kuat, kalau dalam bahasa teologi, bahwa seorang santri punya keimanan yang kokoh, keimanan ini terbentuk dari pergumulan keilmuan bersama dengan Kyai di pesantren. Pesan selanjutnya dari Kyai Sahal Mahfudz, adalah bahwa seorang santri, jangan pernah berhenti belajar, tidak ada kata halte dalam belajar bagi seorang santri. Belajar adalah dari ayunan sampai keliang lahad, itu dasar bagi seorang santri untuk terus belajar. Itulah sebab di pesantren pembelajaran dalam setiap hari hampir tidak pernah berhenti, mulai dari pagi sampai menjelang tidur, santri selalu bergumul dengan kitab-kitab rujukan dan Kyai yang membimbing mereka.
Selanjutnya pesan dari Kyai Sahal untuk para santri adalah bahwa seorang santri harus kritis, salah satu kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang santri adalah punya daya kritik terhadap pengembangan keilmuan yang mereka miliki, punya argumentasi mendalam dalam memberikan pendapat atau rujukan yang kuat terhadap berbagai persoalan umat. Dan terakhir yang dipesankan oleh Kyai Sahal adalah bahwa seorang punya akhlak yang baik, baik terhadap sesama santri, dilingkungan masyarakat, lebih-lebih terhadap gurunya, atau Kyainya yang banyak memberikan keilmuan dan banyak memberikan teladan kepada mereka.
(Bumi Pambusuang, 9 Oktober 2023)