Atas Nama Tuhan Minus Al-Rahman Al-Rahim

Oleh : Ilham Sopu

Kalau kita simpulkan sifat sifat Tuhan, itu akan mengerucut dalam dua sifat yaitu sifat jamaliyah dan sifat jalaliyah. Yang pertama adalah sifat sifat yang menunjukkan bahwa Tuhan itu adalah maha pengasih dan penyayang, kemudian sifat yang kedua bahwa Tuhan itu maha keras siksaannya, kedua sifat ini bertolak belakang. Dalam kajian pemikiran islam ada dua pendekatan dalam memahami islam yaitu pendekatan eksoterik dan pendekatan esoterik. Pendekatan eksoterik berorientasi fiqh yang tekstual, sedangkan pendekatan esoterik lebih menekankan aspek bathini atau tasauf. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dalam implementasi ajaran keislaman, pendekatan fiqhiyah tapi pengabaikan pendekatan tasauf akan mengalami kedangkalan atau keropos dalam menjalani ajaran keagamaan, demikian sebaliknya pendekatan bathini atau tasauf tapi mengabaikan aspek fiqh, itu akan salah arah dalam beragama.

Ulama ulama dulu dalam memahami agama, mereka sangat paripurna dalam pemahaman keislamannya, kedua aspek ajaran tersebut mereka dalami dan amalkan, sebagai misal AlGazali yang kita kenal sebagai sufi besar dan punya karangan kitab kitab tasauf yang banyak, yang sebenarnya juga adalah seorang faqih atau ahli fiqh, sebelum terjun ke dunia sufi beliau adalah ahli fiqh yang ternama. Bukan cuma Algazali saja tetapi ratusan ulama ulama yang lain baik sebelum Algazali maupun sesudahnya sangat paripurna pemahaman keislamannya. Sekalipun tetap ada spesialisasi terhadap ulama ulama tersebut. Ada  ulama yang  sudah terstigmatisasi sebagai ahli fiqh karena banyaknya karangan karangan tentang perkembangan fiqh atau hukum islam yang biasa kita kenal dengan ulama ulama madzhab. Ada juga ulama ulama yang lebih dikenal sebagai ahli hadis seperti bukhari,  muslim, ibnu hajar dan ada juga yang condong ke dunia filsafat seperti ibnu rusdi, suhrawardi dan lain lain. Disamping sangat mengusai ilmu ilmu keagamaan juga sangat moderat, sangat menghargai perbedaan yang terjadi diantara mereka, keempat ulama madzhab itu sangat banyak berbedaan diantara mereka dalam kajian mereka, namun tingkat toleransi diantara mereka sangat tinggi. Disinilah perbedaan pendapat diantara mereka menjadi rahmat, karena tingkat tasamuh sangat dikedepankan.

Wawasan keilmuan itu menjadi garda terdepan dalam peradaban islam pada masa lalu, para ulama sangat haus terhadap ilmu yang mereka tuntut, mereka rela bepergian dengan jalan kaki dan naik unta bertahun tahun hanya untuk mengakses ilmu ilmu yang ada di suatu daerah, mereka mendatangi para guru guru yang ternama hanya untuk mendapatkan secerca ilmu yang dimiliki seorang guru di suatu tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. Sehingga pada abad itu yaitu abad ke VII sampai XII ada abad keemasan buat umat islam. Karena memang agenda utama umat islam pada waktu betul betul serius mengedepankan fakultas fikir yaitu keilmuan yang dilandasi dengan fakultas dzikir yaitu keimanan. Itulah yang membuat umat islam pada waktu mengalami suatu fase yang sangat maju. Tetapi ketika umat islam jauh dari ilmu dan lebih tertarik untuk mengejar kehidupan dunia maka umat islam mengalami kemandekan dan tertinggal dari dunia barat. Dan pada abad XII sampai abad selanjutnya umat islam mengalami kemunduran, dan mulai abad ke XIX umat islam mulai siuman kembali. Dua peradaban besar yaitu peradaban fikr dan peradaban dzikir bila umat islam konsisten untuk mengedepankan kedua model peradaban tersebut akan kembali  jaya seperti pada abad abad keemasan yakni abad ke 7 sampai 12.  Kita merindukan umat islam bukan hanya menguasai peradaban ilmu tapi ditopang dengan akhlak yang baik, punya manfaat terhadap orang, bisa menjadi rahmat seluruh alam, contoh prototif umat islam kita harus merujuk ke Muhammad saw, sebagai nabi yang rahmatan lil alamin terhadap yang lain.

Muhammad saw itu adalah pengejawentahan dari konsep basmalah, dalam konsep basmalah selalu beraktifitas atas nama Tuhan,  yang menyebarkan vibrasi kerahmanan dan kerahiman, pengasih dan penyayang, itulah sebenarnya yang harus menjadi misi kita untuk menjadikan Muhammad sebagai teladan, yakni bagaimana Tuhan kita jadikan sandaran spritual lalu memudian menyebarkan vibrasi kasih sayang terhadap sesama. Ada konnektifitas antara bismillah dengan Arrahman dan Arrahim. Rangkuman dari sifat Tuhan yang begitu banyak,  ada dalam Arrahman dan Arrahim, sifat jamaliyah Tuhan lebih menonjol dari sifat jalaliyahnya. Artinya sandaran vertikal ada dalam bismillahi dan sandaran horizontal ada dalam rahman dan  rahim. Tidak boleh terputus antara bismillah dengan Arrahman dan Arrahim. Bila keduanya terputus itu akan melahirkan manusia manusia yang pemahamannya terhadap  agama tidak paripurna. Mereka akan menjadi manusia manusia yang radikal, manusia yang memahami agama secara hitam putih, manusia manusia yang kering dalam beragama, mereka suka dengan simbol  simbol yang mengerikan, manusia manusia seperti inilah yang suka melakukan kegiatan teroris, karena pemahaman keagamaannya sangat parsial, sepotong sepotong, mereka salah memahami konsep Allahu Akbar, mereka tidak punya naluri kerahmanan dan kerahiman. Gerakan gerakan radiksl sekarang ini semakin memprihatinkan, mereka menggunakan simbol simbol agama untuk menghancurkan kemanusian, mereka membajak agama untuk kepentingan hawa nafsunya, berani mati tapi takut hidup, mereka bertuhan tapi sebenarnya dia tidak bertuhan, salah memahami simbol tauhid. Simbol tauhidnya adalah "ada tuhan selain tuhan", mereka melupakan simbol " La" dalam kalimat tauhid tersebut.

Islam itu agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan, simbol ketuhanan menyatu dalam simbol kemanusiaan. Sifat sifat jamaliyah Tuhan hendaklah diinternalisasikan dalam diri  kita yakni sifat rahman dan rahimnya, kemudian kembali diviralkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan 
(Bumi Pambusuang, September 2023)


Opini LAINNYA