PMA 16/2025 Atur Empat Tahap Pendayagunaan Zakat Produktif, Apa Saja?

Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad

Jakarta, Bimas Islam — Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Regulasi ini menjadi langkah pemerintah mendorong pengelolaan zakat tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga produktif untuk penanggulangan kemiskinan.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, mengatakan, PMA 16/2025 merupakan terobosan dalam implementasi fikih zakat di Indonesia. “Zakat adalah rukun Islam yang berfungsi untuk pemerataan ekonomi, mengembangkan harta, sekaligus menyucikan harta. Dengan PMA Nomor 16 Tahun 2025, kita memiliki dasar sistematis untuk pelaksanaan zakat produktif agar dampaknya lebih nyata dan signifikan," ujarnya.

Hal ini disampaikan Abu Rokhmad saat sosialisasi PMA 16/2025 yang digelar secara daring bersama Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) seluruh Indonesia, Jumat (31/10/2025).

Menurut Abu, selama ini pendayagunaan zakat lebih banyak diarahkan untuk bantuan konsumtif, seperti bantuan kebutuhan pokok dan beasiswa. Padahal, praktik zakat produktif sudah berjalan, namun belum memiliki acuan yang baku. PMA 16/2025 hadir untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan terintegrasi.

Regulasi tersebut mengatur empat tahap pendayagunaan zakat produktif, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan. Pada tahap perencanaan, BAZNAS dan LAZ diwajibkan menyusun dokumen strategis yang selaras dengan kebijakan nasional, rencana pembangunan daerah, serta Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Abu Rokhmad mengungkapkan pentingnya penggunaan DTSEN untuk memastikan distribusi zakat tepat sasaran dan menghindari penerima ganda.

“Ke depan, pendayagunaan zakat harus memperhatikan data tunggal agar tidak ada mustahik menerima bantuan ganda, sementara kelompok lain belum tersentuh. Ini penting untuk menjamin keadilan dan efektivitas program,” jelasnya.

Pengawasan program zakat produktif juga wajib dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Selain itu, lembaga zakat harus melaporkan pelaksanaan program setiap enam bulan dan pada akhir tahun, mencakup rencana, realisasi, kendala, dan rekomendasi.

Kemenag juga membuka peluang kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga zakat, dan sektor swasta untuk memperkuat program pemberdayaan ekonomi. Abu menyampaikan, PMA ini merupakan bagian dari proyek perubahan yang ia gagas dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I di Lembaga Administrasi Negara (LAN).

“Ini bukan hanya produk regulasi, tetapi komitmen agar zakat menjadi instrumen nyata bagi penguatan ekonomi umat dan pengentasan kemiskinan,” katanya.

Melalui PMA ini, Kemenag berharap seluruh lembaga amil zakat dapat meningkatkan tata kelola dan pelaporan secara akuntabel. Regulasi ini juga mendukung agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam percepatan penurunan angka kemiskinan.

“Kita ingin zakat produktif tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar membawa perubahan bagi mereka yang membutuhkan. Dengan perencanaan yang baik dan data akurat, zakat dapat menjadi motor penggerak ekonomi umat,” tutup Abu.

(Fn/Mr)


Wilayah LAINNYA