Jakarta (Kemenag) --- Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin menjadi salah satu pembicara dalam PaRD Annual Forum on Religion and Sustainable Development 2025 yang digelar di Istanbul, Turki, pada 7–8 Oktober 2025. Dalam forum internasional yang diselenggarakan PaRD (Partnership on Religion and Sustainable Development) ini bertemu pemimpin lintas agama, akademisi, dan pembuat kebijakan. Kamaruddin dalam kesempatan tersebut menyampaikan pengalaman Indonesia terkait peran agama dalam ketahanan pangan dalam tajuk “Food Security and the Role of Religion: Lessons from Indonesia.”
Kamaruddin menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan hanya isu teknis, tetapi juga moral dan spiritual. “Menjamin setiap orang memiliki akses pada makanan yang aman, cukup, dan bergizi adalah tanggung jawab kemanusiaan sekaligus tanggung jawab spiritual,” ujarnya mewakili Kementerian Agama.
Nilai Agama dan Prinsip “Halalan Thayyiban”
Kamaruddin menjelaskan, dalam perspektif Islam, konsep halal dan thayyib memiliki keterkaitan langsung dengan ketahanan pangan. “Perintah untuk mengonsumsi makanan yang halalan thayyiban mengandung dimensi ganda—bukan hanya halal secara hukum, tapi juga baik, bergizi, dan bermanfaat bagi manusia serta lingkungan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ajaran ini sejalan dengan prinsip modern tentang ketahanan pangan yang menekankan ketersediaan, keamanan, nilai gizi, serta keberlanjutan produksi pangan. “Agama memberikan panduan etis sekaligus energi sosial untuk memastikan sistem pangan yang sehat dan berkeadilan,” katanya.
*Kebijakan Inklusif dan Peran Lintas Agama*
Kamaruddin juga menyoroti karakter multireligius dan multikultural Indonesia. Dengan enam agama resmi dan ratusan tradisi lokal, negara harus menjamin bahwa kebijakan pangan inklusif dan menghormati keragaman aturan diet serta nilai etis masing-masing pemeluk agama.
“Di Indonesia, ketahanan pangan tidak hanya berbicara dari perspektif Islam, tapi juga dari perspektif umat Kristen, Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal. Semua memiliki pandangan etis tentang pangan yang patut dihargai,” jelasnya.
Dalam paparannya, Kamaruddin menyebut bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen memperkuat empat pilar ketahanan pangan: ketersediaan, aksesibilitas, pemanfaatan, dan stabilitas. “Di tengah tantangan perubahan iklim, pandemi, dan disrupsi geopolitik, solidaritas sosial berbasis nilai agama menjadi modal besar bangsa,” ujarnya.
Ia mencontohkan bagaimana lembaga keagamaan berperan aktif dalam distribusi pangan dan bantuan sosial, terutama saat krisis. “Masjid, gereja, pura, vihara, dan tempat ibadah lainnya menjadi pusat solidaritas sosial. Saat pandemi COVID-19, mereka menjadi garda terdepan dalam membantu masyarakat,” imbuhnya.
Perdagangan Halal dan Nilai Keberlanjutan
Kamaruddin juga menjelaskan langkah Indonesia dalam memperluas kerja sama internasional melalui Mutual Recognition Agreements (MRAs) untuk produk halal. “Produk halal kini menjadi isu strategis perdagangan global. Melalui kesepakatan saling pengakuan, produk halal antarnegara bisa diakui dan dipercaya bersama, menghapus hambatan dagang serta memperkuat kepercayaan konsumen,” terangnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya etika konsumsi, sedekah, dan kepedulian lingkungan sebagai nilai universal lintas agama. “Agama mengajarkan moderasi dan larangan pemborosan. Menghindari pemborosan pangan adalah bentuk ibadah ekologis,” ujarnya.
Peran Strategis PaRD dan Harapan untuk Asia
Menutup sambutannya, Kamaruddin menilai bahwa PaRD (Partnership on Religion and Sustainable Development) telah menjadi wadah penting untuk mempertemukan berbagai aktor pembangunan lintas agama.
“PaRD menciptakan ruang aman untuk dialog, mempertemukan lembaga keagamaan, akademisi, organisasi multilateral, dan pemerintah. Ini bukti nyata bahwa agama dapat memainkan peran konstruktif dalam pembangunan dan perdamaian,” katanya.
Ia juga mendorong pembentukan PaRD Asia sebagai platform kolaborasi regional. “Asia memiliki keragaman agama dan tantangan besar dalam ketahanan pangan dan keadilan sosial. Kami siap mendukung inisiatif ini agar kolaborasi lintas iman di kawasan semakin kuat,” tutupnya.
Forum PaRD 2025 di Istanbul menjadi ajang penting untuk memperkuat sinergi antara nilai agama dan pembangunan berkelanjutan. Indonesia, melalui Kementerian Agama, terus berkomitmen menjadikan nilai-nilai keagamaan sebagai fondasi moral dalam mewujudkan dunia yang bebas dari kelaparan dan lebih berkeadilan.