SELAMAT HARI SANTRI BANGGALAH MENJADI SANTRI “AYO MONDOK, GAK MONDOK GAK KEREN”

OLEH : DESI FAHRIANI NUR (STATISTISI AHLI MUDA)

SELAMAT HARI SANTRI BANGGALAH MENJADI SANTRI, “AYO MONDOK, GAK MONDOK GAK KEREN”

OLEH : DESI FAHRIANI NUR (STATISTISI AHLI MUDA)

Setiap peristiwa pasti mempunyai sebuah sejarah tersendiri. Dan setiap sejarah pasti mempunyai makna dan filosofi yang harus kita ketahui. Sehingga kita sebagai umat muslim dan khususnya untuk para santri harus mengetahui sejarah dan latar belakang ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Hari Santri merupakan sebuah hari untuk memperingati peran besar kaum kiai dan kaum santri dalam perjuangannya melawan penajajah yang bertepatan dengan resolusi jihad dari KH. Hasyim pada tanggal 22 Oktober. Sejarah membuktikan, para santri bersama dengan pejuang lainnya mempunyai peran yang sangat penting dalam merebut kembali kedaulatan negara Republik Indonesia dari penjajah bangsa asing. Belum lagi para perwira atau prajurit Pembela Tanah Air yang ternyata banyak berasal dari kalangan santri. Sehingga perjuangan para santri harus diperingatkan menjadi salah satu Hari Besar di Indonesia.

Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, Pesantren merupakan warisan luhur para pensyi’ar ajaran dan nilai Islam di bumi nusantara. Khazanah budaya Islam Indonesia harus tetap dilestarikan dan dipertahankan agar tidak kehilangan jati diri. Terbukti, pesantren banyak melahirkan tokoh-tokuh pejuang kemerdekaan, pendiri bangsa dan banyak peran penting lain yang diambil sebagai wujud cinta akan bangsa dan negara. Belakangan, pesantren banyak mengalami tantangan sejalan dengan perkembangan zaman yang menuntut pesantren harus berubah dan memenuhi kebutuhan pendidikan  masyarakat.

Jauh Sebelumnya lembaga pendidikan Islam non-formal seperti pondok pesantren (pontren), menjadi pilihan kedua untuk mendapatkan pendidikan bagi anak. Baik karena kurikulum pendidikannya dianggap tak mengikuti standar pendidikan umum dari pemerintah ataupun karena lokasinya yang kerap terletak jauh dari perkotaan. Namun 10 tahun terakhir ini animo masyarakat dan permintaan akan kebutuhan lembaga pendidikan Islam justru kian bertambah tiap tahunnya. Dengan perkembangan kurikulum yang diterapkan dan kian mengikuti zaman, memudarkan stereotip pontren sebagai lembaga pendidikan kelas dua.

Data Umum Dirjen Pendidikan Islam dari Kementerian Agama RI menunjukkan perkembangan jumlah pontren dari 27.230 (2011-2012) menjadi 30.494 (2020-2021). Termasuk jumlah santri yang bertambah signifikan. Pada tahun 2011-2012 terdapat 3.759.198 santri, sementara pada tahun 2020 -2021 bertambah menjadi 4.373.694 santri. Kabar baiknya, kesan ‘kampungan’ yang melekat pada citra pontren, karena metode belajar tradisional dan kebanyakan berlokasi di daerah pedalaman, lama-kelamaan kian luntur. Pasalnya, di kota besar, makin banyak tumbuh pondok pesantren baru modern yang dekat dengan masyarakat perkotaan dan keramaiannya yang khas dan belum lagi banyak alumnus pesantren yang sukses dalam karier ketika sudah terjun ke masyarakat.

Eksistensi Pesantren di era 4.0 semakin mengalami tantangan yang cukup berat, terutama tantangan globalisasi dan kompetisi dunia pasar bebas. Globalisasi memang bisa berdampak positif, salah satunya kemudahan akses informasi dan komunikasi bagi masyarakat. Namun di sisi lain, globlalisasi juga berdampak negatif salah satunya munculnya ideologi transnasional yang dapat menggerus nilai-nilai nasionlisme kita. Sementara itu, pasar bebas juga menjadi tantangan tersendiri dalam bidang kompetisi ekonomi dunia yang luar biasa. Produk-produk luar begitu mudah masuk ke Indonesia, sementara produk lokal dan dalam negeri sendiri semakin  terseok-seok melawan persaingan tersebut. Kita seringkali lebih menjadi objek (maf`ul bih) katimbang menjadi subjek (fa`il). Untuk itu, dunia pesantren dituntut tidak hanya fokus  pada lembaga tafaqquh fiddin (mempelajari secara mendalam tentang ilmu agama), tetapi juga sebagai lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Itulah tiga fungsi  pesantren, agar pesantren tetap akan kokoh dan kukuh dalam menghadapi industri 4.0 yang serba kompetitif tersebut.

Untuk tahun 2023 Kemandirian Pesantren menjadi salah satu program prioritas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Digulirkan kali pertama pada media 2020, program ini bertujuan mewujudkan pesantren yang mandiri secara ekonomi dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

Pesantren kerap kali menjadi institusi yang terseret-seret oleh kepentingan yang tidak ada signifikansikansinya dengan fungsi pesantren. Hal tersebut dimungkinkan karena pesantren tidak memiliki kekuatan yang mandiri dalam ruang ekonomi. Oleh karena itu, Menteri Agama sejak awal telah menyampaikan cita-cita agar pesantren  dalam eksistensinya sebagai sebuah lembaga pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Maka salah satu persyaratannya adalah kemandirian pesantren

Maka program Kemandirian Pesantren yang akan berjalan pada tahun ketiga ini harus sudah mengarah pada tujuan membentuk ekosistem ekonomi pesantren yang saling terkoneksi, atau yang kita sebut Community Economy Hub. Jika 30.000 lebih pesantren ini menjadi titik-titik yang terhubungkan satu sama lain, maka cita-cita dalam membangun pesantren mandiri semakin dekat terwujud. Community Economy Hub Pesantren diharapkan menjadi sebuah sistem untuk mencapai cita-cita bersama kalangan pesantren, di mana terjalin hubungan yang saling mendukung. Pesantren yang telah memiliki unit usaha kuat dapat mengajak pesantren lainnya agar turut meningkatkan ekonominya, sehingga terjadi interaksi untuk saling belajar dan memotivasi

Pendek kata, pesantren harus terus berbenah diri agar pesantren tidak tertinggal dan ditinggalkan masyarakat. Gerakan Ayo Mondok, Gak Mondok Gak Keren, mestinya harus diiringi dengan semangat bagaimana menyiapkan model pesantren yang di satu sisi tetap menjaga penguatan tradisi keilmuan para ulama,  di sisi lain adalah kesiapan menghadapi tantangan dan gempuran  era disrupsi  yang semakin berat.


Opini LAINNYA