Safari Ukhuwah

Burhanuddin Hamal (Penyuluh Agama Islam Fungsional KUA Kec. Tinambung Polewali Mandar)

Sejak malam 5 s/d 15 Ramadhan terjadwal 5 Agenda Safari Ramadhan oleh Pokjaluh Agama KUA Kec. Tinambung Polewali Mandar. Dua diantaranya berkolaborasi dengan Ma'had Salafiyah Parappe Kec. Campalagian yang juga merekomendasikan perwakilan para santrinya di kegiatan syi'ar bersama ini.

Disamping selaku Pokjaluh diharapkan "dekat" dengan ummat, kegiatan macam ini pun bagian dari manifestasi ukhuwah (persaudaraan) yang diharapkan bermañfaat bagi peningkatan religiusitas. Misalnya saja pentingnya merawat nilai-nilai persatuan dimana wujud keragaman akan terpandang sebagai "rahmat" dan tak harus menjadi alasan pertikaian. Tidakkah di saat yang sama, ketika filosofi keragaman tersinergikan dalam acuan yang positif maka justru akan menjadi akselerasi sebuah kekuatan ?. Hal ini relevan ketika Rasul berpesan :

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Artinya:
Mukmin yang satu dengan Mukmin lainnya bagaikan simpul satu bangunan yang antar unsur-unsurnya saling kuat menguatkan (HR. Bukhari Muslim).

Karena itu, demi masa depan Bangsa dan Agama maka ada tiga jenis ukhuwah yang penting dipahami bersama yakni Ukhuwah Basyariyah, Ukhuwah Wathaniyah dan Ukhuwah Islamiyah.

UKHUWAH BASYARIYAH mengingatkan kita pada keutamaan membangun nilai-nilai persaudaraan antar sesama manusia. Muatan QS. Al-Hujurat: 13 melegitimasi bahwa kemaslahatan bumi dan seluruh isinya (sebagaimana yang menjadi cita-cita Tuhan) ditentukan oleh terealisirnya prinsip mendasar ini.

Kemudian, UKHUWAH WATHANIYAH merupakan aktualisasi positif dari kesadaran antar warga sebangsa dan setanah air. Terkait siapapun, sampai kapan pun dan dengan cara apapun, semuanya dibaktikan atas nama cinta demi lestarinya sebuah keutuhan dan kejayaan suatu Bangsa. Bukankah diantara statemen agama juga menekankan bahwa "Mencintai Tanah Air bagian dari Keimanan"?.

Selanjutnya, UKHUWAH ISLAMIYAH tak mesti dipahami sebatas hubungan antar formalitas Kemusliman saja. Akan tetapi, kontekstualnya lebih menekankan pentingnya membangun realitas kehidupan berbasis nilai-nilai keislaman (saling memaslahatkan).
Karena itu, pergerakannya tentu saja bukan untuk melegitimasi ego-ego personal atau tendensi kelompok (primordialisme) melainkan untuk mewujudkan tatanan solidaritas dan capaian keselamatan bersama. Muatan ini tersirat didalam QS. Al-Baqarah: 30 dan QS. Al-Anbiya': 107.

Pada akhirnya, di sebelas bulan selain Ramadhan mestinya tetap menjadi kenyataan yang mengeksiskan nilai-nilai ke-ukhuwah-an. Sejalan dengan makna Ramadhan yakni "membakar" maka motivasi pendidikan kemanusiaan ini diharapkan membuahkan "taqwa yang permanen" di setiap sudut ruang dan geraknya waktu kehidupan.

Ushikum wanafsi bitaqwallah, Wallahu a'lam bisshawab.


Opini LAINNYA